Rabu, 09 Mei 2012

Divonis Hakim, Nunun Berharap Dibebaskan

VIVAnews - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu 9 Mei 2012, dijadwalkan akan membacakan vonis untuk terdakwa suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Nunun Nurbaetie Daradjatun. Menurut jadwal, sidang pembacaan vonis Nunun akan digelar mulai pukul 10.00 WIB.

Menalui pengacaranya, Ina Rachman, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu berharap dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. "Namun apapun yang menjadi keputusan majelis hakim, kami akan sangat menghargainya," kata pengacara Nunun, Ina Rachman, kepada VIVAnews.

Menurut doa, yang terpenting bagi kliennya adalah kesehatan, sehingga mampu mengikuti pembacaan putusan hakim itu. "Kami tim pengacara hanya mempersiapkan kesehatan ibu agar sanggup mengikuti sidang putusan," ujarnya.

Pengacara Nunun lainnya, Mulyaharja, menilai harapan bebas bukan sesuatu yang muluk. Menurutnya, dakwaan dan tuntutan Jaksa hanya bersandar pada keterangan Ari Malangjudo yang pernah punya hubungan dengan kepada bekas buronan yang ditangkap di Thailand itu. Apalagi hubungan keduanya kurang baik.

"Sehingga secara yuridis kesaksian AM tidak punya nilai apalagi tidak berkesesuaian dengan saksi saksi lain, dan juga telah dibantah oleh keterangan ibu NN sendiri selaku terdakwa," tandasnya.

Sebelumnya, JPU menuntut Nunun empat tahun penjara. Selain itu Jaksa juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman denda pada Nunun sebesar Rp200 juta.

Dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin 23 April 2012, Jaksa yang diketuai M Rum menilai Nunun terbukti melanggar Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf b yang mengatur pidana menyuap.

KPK Berharap Hakim Nyatakan Nunun Bersalah Menyuap Anggota Dewan

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta Nasib tersangka Nunun Nurbaetie akan diputus hari ini oleh majelis hakim pengadilan negeri Tipikor. KPK selaku penuntut umum berharap hakim akan memutus Nunun bersalah, sebagaimana tuntutan mereka.

"Kami berharap apa yang dituntut KPK dikabulkan oleh hakim," tutur Jubir KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (8/5/2012) malam.

Sebelumnya, Jaksa KPK menilai Nunun Nurbaetie telah terbukti menyuap anggota DPR terkait kemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Jaksa menuntut sosialita ini selama 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta plus sita Rp 1 miliar.

Surat tuntutan ini dibacakan secara bergantian oleh enam orang jaksa yang diketuai oleh M Rum di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Senin (23/4/2012).

"Meminta majelis hakim untuk menyatakan terdakwa bersalah telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidan korupsi," ujar M Rum.

Selain hukuman badan, jaksa juga menuntut istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun ini membayar uang denda. Jumlahnya mencapai Rp 200 juta dan meminta uang Rp 1 miliar yang dicairkan oleh sekretaris Nunun, Sumarni, dirampas untuk negara.

Jaksa menilai Nunun melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Korupsi. Ancaman maksimal untuk pasal ini adalah 5 tahun penjara dan hukuman minamal 1 tahun penjara.

Perjalanan Dinas Sedot 1,6 Persen APBN

 Jpnn
JAKARTA - Anggaran perjalanan dinas eksekutif terus membengkak dari tahun ke tahun. Pada 2009 realisasinya mencapai Rp 15,2 triliun. Sedangkan pada 2012 anggaran yang dialokasikan untuk perjalanan dinas kementerian/lembaga sudah mencapai Rp 23,9 triliun. Jumlah itu sekitar 1,6 persen dari nilai total APBN 2012 sebesar Rp 1.418 triliun.


"Pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY, kelihatannya tidak akan mau melakukan pemangkasan perjalanan dinas kementerian atau lembaga. Jangankan memperketat anggaran perjalanan dinas, SBY malah membeli pesawat kepresidenan sendiri," sindir Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kemarin (8/5).

Uchok menjelaskan, dari Rp 23,9 triliun itu, sebanyak Rp 18 triliun dialokasikan untuk perjalanan dinas PNS. Sebelumnya persoalan tersebut telah diakui sendiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar.

"Penafsiran saya, PNS mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 18 triliun itu dan alokasi anggaran Rp 5,9 triliun untuk pejabat publik, seperti menteri, anggota DPR, dan Sekjen kementerian atau lembaga. Jadi, totalnya sebesar Rp 23,9 triliun," terang Uchok.

Dia menyebut bahwa kecenderungan untuk memperbesar anggaran kunjungan kerja (kunker) itu memang luar biasa. Pada 2009 alokasinya sebesar Rp 2,9 triliun. Tapi, melalui APBN Perubahan 2009, angka tersebut melonjak jadi Rp 12,7 triliun. "Bahkan membengkak jadi Rp 15,2 triliun pada realisasinya," ungkap Uchok.

Hal yang sama, lanjut Uchok, terjadi pada 2010. Saat itu APBN menetapkan anggaran sebesar Rp 16,2 triliun dan pada APBN Perubahan 2010 membengkak jadi Rp 19,5 triliun.

Semangat untuk menambah anggaran kunker semakin terasa pada 2011. Usul yang muncul pada RAPBN adalah Rp 20,9 triliun. "Tapi, pemerintah dan DPR justru menaikkan jadi Rp 24,5 triliun pada APBN 2011 yang disahkan," ucap Uchok. Tanpa ada perubahan yang berarti, perjalanan dinas kementerian/lembaga untuk RAPBN 2012 ini mencapai Rp 23,9 triliun.

Menurut Uchok, anggaran perjalanan dinas kementerian/lembaga atau perjalanan dinas PNS tersebut seharusnya dipangkas DPR saat melakukan pembahasan APBN bersama pemerintah. Dengan kata lain, banyak alokasi perjalanan dinas PNS yang berasal dari persetujuan DPR sendiri. "Kalau DPR tidak menyetujui, misalnya, perjalanan dinas PNS sebesar Rp 18 triliun itu tidak akan pernah ada dalam APBN," tandasnya.

Tapi, Uchok pesimistis DPR akan memotong anggaran perjalanan dinas PNS. Soalnya, anggaran perjalanan dinas DPR juga sangat besar. Pada 2012 ini anggaran kunker DPR Rp 140 miliar. "Terlalu besar dan mahalnya alokasi anggaran DPR ini menjadikan DPR enggan melakukan pemangkasan anggaran PNS," tegas dia.

Padahal, imbuh Uchok, setiap tahun selalu terjadi penyimpangan anggaran perjalanan dinas PNS. Hasil audit BPK menemukan adanya penyimpangan Rp 73,5 miliar yang mencakup 35 kementerian/lembaga pada 2009. Kemudian, pada 2010, temuan semakin meningkat menjadi Rp 89,5 miliar oleh 44 kementerian/lembaga. "Aparat penegak hukum harus menyeret oknum kementerian atau lembaga yang melakukan penyalahgunaan perjalanan dinas," cetusnya.

Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier mengakui bahwa sebagian besar perjalanan dinas memang tidak begitu efektif. Bahkan hanya menjadi biaya jalan-jalan sekaligus mendapatkan pemasukan (income). "Sudah  begitu, sering dibengkakkan waktunya. Sehari bikin laporan lima hari," ungkap Fuad setelah menjadi pembicara di Rumah Perubahan 2.0 kemarin.

Fuad menyarankan DPR dan pemerintah bersama-sama melakukan reformasi total terhadap APBN. Harus ada rasionalisasi di semua pos anggaran. "Hanya dengan cara itu APBN bisa kembali digunakan untuk membangun. Bukan habis untuk pegawai birokrasi saja," sindirnya. (pri/c9/agm)

Status Hakim jadi Awal Persoalan

 Jpnn
JAKARTA- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Masur mengatakan, pihaknya menyadari keberadaan hakim merupakan pejabat negara yang harus diperhatikan kesejahteraan dan hak-haknya.


"Kami memiliki kesamaan pandangan dengan KY terkait apa yang menjadi tuntutan para hakim, dan tentu persoalan status para hakim ini yang menjadi awal persoalannya," ungkapnya, kemarin (7/5).

Seperti diketahui, MA, KY, Kemenkeu, Kementerian Setneg, dan Kemenpan RB telah sepakat membentuk Tim Kecil untuk merumuskan status hakim serta tunjangan yang seharusnya menjadi hak pejabat negara tersebut.

Sementara mengenai tuntutan kesejahteraan para hakim, lanjut Ridwan, hal tersebut dengan sendirinya akan menyusul jika status tersebut dimiliki oleh para hakim. Hanya saja, ia mengaku tak mengetahui persis berapa nominal kemungkinan kenaikan kesejahteraan yang sedang digodok dalam Tim tersebut.

“Saat ini, MA sebagai leading sector dari tim kecil ini tengah mempersiapkan sejumlah narasi yang akan diusulkan dalam pembahasan internal. Dalam persiapan pertemuan tersebut, sangat  diperlukan sejumlah panduan dalam format Term of Reference (TOR), terutama terkait penentuan jumlah kenaikan kesejahteraan hakim," paparnya.

Bulan lalu, Ketua Muda Pembinaan MA, Widayatno dalam pertemuan antara lima lembaga negara itu mengatakan, tuntutan yang dilakukan oleh para hakim terkait status pejabat negara, tunjangan, dan fasilitas yang sehuarus didapat para hakim itu akan ditindaklanjuti oleh Tim Kecil gabung dari kelima lembaga tersebut.

"Tim ini nantinya tidak hanya membahas masalah gaji dan tunjangan, tetapi juga mengembalikan statusnya (hakim, red) sesuai dengan UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai pejabat negara," ujarnya.(ris)


Selasa, 08 Mei 2012

Gara-gara Cekcok dengan Istri Polisi, Ade Ditahan Polres Sukabumi

Indra Subagja - detikNews

Jakarta Ade Abidin (56) bak jatuh tertimpa tangga. Sudah istrinya Sutiasih (58) luka-luka karena kecelakaan, dia pun mesti meringkuk di tahanan. Pangkal musababnya, dia terlibat kecelakaan dengan seorang perempuan yang ternyata istri salah seorang pimpinan kepolisian di Polsek Salabintana, Sukabumi.

Peristiwa ini terjadi pada Minggu (22/4) lalu. Saat itu, Ade dan istrinya tengah melintas di kawasan Jl Veteran, Kota Sukabumi. Ade melaju dengan kecepatan sedang. Namun, tiba-tiba dari arah berlawanan, datang sebuah mobil Honda Jazz yang dikendarai istri polisi tersebut.

Mobil istri polisi itu hendak menyalip mobil box yang ada di depannya. Mobil Jazz itu menyalip dengan mengambil jalur yang dilalui Ade. Tak menyangka ada mobil yang tiba-tiba mengambil jalurnya dari arah berlawanan, Ade yang mengendari motor Honda Beat mengerem mendadak.

"Bapak rem-nya pakem, tapi ibu jatuh dari motor," kata Sutiasih sambil terisak menuturkan pengalaman buruknya, Selasa (8/5/2012).

Kaki istrinya mengalami luka-luka karena terjatuh dari motor itu. Nah, yang membuat Ade naik pitam, sang istri polisi itu tidak berhenti melihat dia dan istrinya jatuh dari motor. Padahal jelas-jelas, sang istri polisi itu yang mengambil jalur.

"Bapak langsung mengajak ibu naik motor lagi, dan mengejar mobil itu," terang Sutiasih.

Setelah bergegas, mobil itu pun kena dikejar. Tapi saat diminta menepi, sang istri polisi itu malah mengacungkan jari tengah.

"Bapak makin marah waktu ibu itu malah ngacungin jari tengahnya," tutur Sutiasih.

Dia, sebenarnya sudah meminta suaminya yang bekerja wiraswasta itu untuk tidak emosi. Kondisi dia pun hanya luka ringan di bagian kaki. Tapi suaminya ngotot, karena kesal dengan sikap istri polisi itu yang malah tancap gas tidak meminta maaf bahkan menghentikan mobilnya.

"Mobil itu langsung dipepet dan diminta berhenti. Begitu turun dari motor bapak langsung nyamperin mobil itu. Tapi bapak malah ditarik jaketnya, bapak nepis tangan ibu itu, kemudian menampar si ibu. Tapi itu benar tidak sengaja karena emosi. Terus orang-orang datang misahin," terang Sutiasih yang tak berhenti menangis memikirkan nasib suaminya.

Atas saran orang-orang di sekitar, akhirnya dia dan suaminya pergi. Namun di perjalanan, tiba-tiba dua orang berpakaian preman datang dan menghentikan kendaraannya. Kedua orang itu mengaku polisi. Sutiasih dan suaminya diminta ikut ke Polsek Salabintana.

"Kita ikut saja, katanya mau ada yang mau diselesaikan. Tahunya, si ibu itu istrinya polisi. Terus kita ditemuin sama Kapolsek, enggak lama kita dibawa ke Polres Sukabumi," jelasnya.

Di Polsek, dia bersama suaminya dipersalahkan atas dugaan penganiayaan. Polisi sama sekali tidak menyinggung soal kecelakaan lalu lintas yang menimpa dia dan suaminya. Tidak lama, Minggu malam itu dia dibawa ke Mapolres Sukabumi.

"Semalaman didiamkan, enggak diperiksa apa-apa. Ibu sama bapak tidur di kursi, nginep di kantor polisi," imbuhnya.

Kemudian, pada Senin (23/4) siang, suaminya diperiksa. Akhirnya pada sore hari disebut suaminya resmi ditahan.

"Ibu sampai pingsan di kantor polisi, salah apa ibu sama bapak. Ibu terus pulang salat minta tolong sama Allah," jelasnya.

Ade resmi ditahan atas dugaan penganiayaan. Sutiasih mengaku tidak tahu soal itu. Saat diperiksa pun dia hanya tanda tangan saja. Hanya saja, seorang penyidik menyuruhnya meminta maaf kepada pimpinan Polsek Salabintana.

"Kalau dimaafkan, suami saya bisa bebas," tutur Sutiasih sedih.

Sayangnya, detikcom yang mencoba melakukan konfirmasi kepada Polsek Salabintana tidak mengangkat telepon. SMS yang dikirimkan pun tidak berbalas.

Kapolres Sukabumi AKPB W Urif Laksana yang pada Senin (7/5) sempat dikonfirmasi detikcom mengaku tidak tahu soal kasus itu. "Nanti saya cek dulu," imbuhnya.

Sedang pada pagi ini, saat dikonfirmasi, Urif tidak mengangkat teleponnya.

Sedang seorang penyidik yang dikonfirmasi detikcom, namun meminta namanya tidak disebut menyebut. Ade dijerat pasal 351 KUHP. Alasan penahanan karena rumah Ade yang jauh dari Polres dan takut melarikan diri.