Jakarta (ANTARA News) - Masuknya singkong impor dinilai anggota DPR terjadi karena pemerintah belum memiliki keseriusan sepenuhnya di bidang pertanian.

"Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.

Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, tidak adanya political will dari pemerintah ditandai dengan beberapa faktor.

Pertama, alokasi anggaran APBN masih sangat kecil. Setiap tahun rata-rata cuma 1,3% dari total APBN. Di tahun 2012 hanya Rp17,8 triliun saja.

"Bandingkan dengan sektor pendidikan sebesar 20% dari APBN karena sesuai dengan amanah UUD 1945. Dengan dana sekecil itu bagaimana pemerintah akan merealisasikan program Swasembada Pangan 2014, yang meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, dan garam?" kata Viva.

Kedua, Komisi IV DPR setiap pembahasan anggaran menginginlkan agar alokasi anggaran sektor pertanian melalui APBN ditambah dan masuk di RAPBN sebelum pembacaan Nota Keuangan pemerintah oleh presiden di DPR.

Ketiga, Pemerintah tidak serius memperbaiki infrastruktur pertanian dan jaringan irigasi yang sebagian besar berkurang fungsinya dan telah mengalami kerusakan karena sebagian besar masih bangunan warisan pemerintah Orde Baru.

Keempat, Pemerintah tidak menyediakan benih unggul secara masif dalam meningkatkan produksi. Akibatnya petani masih kesulitan dan hasil produksinya menurun.

Kelima, kurang adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementrian dalam fokus pembangunan sektor pertanian.

"Sungguh ironis. Negara khatulistiwa yang kaya dan subur tapi menjadi negara impor," kata Viva. Oleh karena itu, kata Viva,

Dia menyarankan agar pemerintah mmberikan tambahan subsidi kepada petani, terutama subsidi benih dan pupuk.

Viva juga meminta pemerintah melakukan inovasi teknologi pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Misalnya tentang penyediaan benih unggul yang tahan organisme pengganggu tanaman (OPT), pupuk yang berkualitas, masa tanam pendek, dan pengolahan pasca panen.