Jumat, 30 Januari 2015

Putusan Kontroversial Warnai Karier Sarpin, Hakim Praperadilan Komjen BG

Rivki - detikNews
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung (MA) dan jajarannya untuk bertindak profesional dalam mengadili gugatan praperadilan Komjen Budi Gunawan. Sebab sesuai KUHAP, penetapan status tersangka seseorang tidak bisa digugat ke pengadilan.

Atas gugatan itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menunjuk Sarpin Rizaldi sebagai hakim tunggal dalam mengadili perkara praperadilan itu. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (Taktis) mengaku pernah memiliki 3 temuan putusan hakim Sarpin yang dinilai kontroversial.

"Salah satunya kasus narkoba dengan terdakwa Raja Donald Sitorus di Pengadilan Negeri Jakarta Timur (PN Jaktim) pada tahun 2008," kata anggota LSM Taktis, Bahrain, di Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta, Jumat (30/1/2015).

Dia mengatakan, dalam sidang itu Sarpin bertindak sebagai ketua majelis. Tetapi saat putusan, vonis diketok oleh hakim Jalili yang statusnya sebagai hakim anggota. Vonisnya juga dianggap janggal karena terdakwa dengan barang bukti 180 gram hanya divonis 5 tahun penjara atau setengah dari tuntutan jaksa yaitu 10 tahun.

Pada tahun 2009, Sarpin juga pernah membebaskan terdakwa korupsi di PN Jaktim. Dia membebaskan Camat Ciracas M Iwan dalam kasus dugaan korupsi Rp 17,9 miliar. Padahal, jaksa menuntut 7 tahun penjara.

Pada tahun 2014, Sarpin juga pernah dilaporkan ke KY terkait putusannya dalam perkara sengketa paten 'Boiler 320 Derajat Celcius' di PN Medan.

Rencananya PN Jaksel akan menggelar sidang praperadilan terhadap gugatan Komjen Budi Gunawan terkait penetapan statusnya sebagai tersangka oleh KPK pada Senin, 2 Februari 2015.

Kabareskrim dijadwalkan diperiksa Komnas HAM hari ini

Pewarta:

KPK panggil jenderal bintang satu dalam kasus Budi Gunawan

KPK pertimbangkan bantuan TNI hadirkan saksi kasus BG

Pewarta:

Kamis, 29 Januari 2015

Pramono Tuding Tim 9 Sudah Berpihak

 Jpnn
JAKARTA - Politikus senior PDI Perjuangan di DPR, Pramono Anung Wibowo mengaku kurang sreg dengan cara Presiden Joko Widodo menyelesaikan konflik antara KPK-Polri, terutama terkait pembentukanTim 9. Pramono beralasan, Tim 9 tak punya legalitas secara konstitusi.
Menurut Pramono, presiden dalam menyelesaikan persoalan KPK Vs Polri seharusnya mengutamakan forum konsultasi dengan lembaga-lembaga negara yang ada. Misalnya,  Mahkamah Konstitusi, Mahkamah Agung, MPR, DPR hingga DPD.
"Seyogyanya presiden lebih menggunakan lembaga negara untuk selesaikan masalah KPK-Polri. Seyogyanya beliau undang MA, MK, MPR, DPR, DPD, tradisi baik yang dibangun almarhum Taufik Kiemas dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Ini terbaik untuk menjalankan keputusan," kata Pramono di gedung DPR, Jakarta, Kamis (29/1).
Mantan Sekjen PDIP itu justru menilai keberadaan Tim 9 membuat suasana semakin gaduh karena semakin banyaknya pernyataan di media oleh anggota-anggota tim pimpinan Syafii Maarif itu. Bahkan, Pramono menilai ada kesan Jokowi tidak percaya dengan kredibilitas lembaga-lembaga tinggi negara yang ada.
"Tim belum ada keppres sudah bekerja. Satu hari sudah buat statement dan bikin gaduh. Maka sebaiknya presiden menggunakan lembaga tinggi negara karena mereka dipilih punya instrumen menyelesaikan persoalan yang ada. Presiden sendiri berarti gak percaya dengan lembaga tinggi negara," ulasnya.
Mantan Wakil Ketua DPR itu juga menilai ada Syafii sebagai pimpinan Tim 9 sudah memihak kepada kelompok tertentu. Hal itu terkait pernyataan Syafii yang merekomendasikan agar Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri. Bahkan Syafii menyebut usulan agar Komjen Budi Gunawan dicalonkan jadi Kapolri bukanlah keinginan Jokowi.
"Saya sangat hormat dengan Syaffi, tapi kan sudah terlihat berpihak ke pihak tertentu. Jokowi kepala negara. Beliau gak bisa ditekan oleh siapapun," tegasnya.(fat/jpnn)

Jokowi Beri Sinyal Tak Akan Lantik Komjen BG.

 Jpnn
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyambut baik saran yang diberikan Tim Independen alias Tim 9, mengenai dilantik atau tidak Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai Kapolri, dan juga seputar rivalitas Polri dan KPK.
Wakil Ketua Tim 9, Jimly Asshiddiqie, Rabu (28/1) malam mengungkap Jokowi antusias menerima saran dan masukan. "Banyak sekali yang kami sampaikan, dan beliau setuju sekali, tapi tidak untuk diumumkan,” kata Jimly, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Kamis (29/1).
Jimly Asshiddiqie kemudian menyodorkan butir-butir pernyataan Tim Independen, sebagai berikut:
Kami sebagai Tim Konsultatif Independen yang diminta masukan/pendapat oleh Presiden akan menjadi mitra yang siap memberikan masukan kepada Presiden mengenai berbagai hal terkait kemelut hubungan antar lembaga penegak hukum.
Kami pada Rabu (28/1) diundang Presiden untuk memberikan masukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan selama dua hari belakangan ini, dan masukan kami kepada Presiden adalah sebagai berikut:
  1. Presiden seyogyanya memberi kepastian terhadap siapapun penegak hukum yang berstatus tersangka, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, atau tidak menduduki jabatan selama berstatus sebagai tersangka, demi menjaga marwah institusi penegak hukum baik Polri maupun KPK.
  2. Presiden seyogyanya tidak melantik Kapolri dengan status tersangka, dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri agar institusi Polri segera dapat memiliki Kapolri yang definitif.
  3. Presiden seyogyanya menghentikan segala upaya yang diduga merupakan kriminalisasi terhadap personil penegak hukum siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnya.
  4. Presiden seyogyanya memerintahkan kepada Polri maupun KPK untuk menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etika profesi yang diduga dilakukan oleh personil Polri maupun KPK.
  5. Presiden agar menegaskan kembali komitmentnya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas. (adk/jpnn)

Inikah Nama-nama Terpidana dari 7 Negara yang Akan Dieksekusi Mati?

Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo menyampaikan ke Komisi III DPR tengah mengurus eksekusi mati terhadap para terpidana dari 7 negara. Eksekusi ini menjadi gelombang kedua setelah Prasetyo sukses mengeksekusi mati 6 gembong narkoba pada 18 Januari lalu.

Di DPR, Prasetyo memaparkan tengah mengurus eksekusi mati terhadap WN Prancis, Ghana, Cordova, Brasil, Filipina, Australia, dan satu orang WNI. Tereksekusi mati adalah terpidana yang telah selesai menempuh upaya hukum dan grasinya ditolak. Berdasarkan daftar terpidana yang memenuhi syarat itu, berikut nama-nama mereka berdasarkan kewarganegaraan:

1. WN Filipina
Mary Jane Fiesta Veloso yang mengantongi Keppres No 31/G 2014
Kasus: Penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kg di Bandara Adi Sutjipto, 25 April 2010

2. WN Australia
Myuran Sukumaran yang mengantongi Keppres No 32/G 2014
Andrew Chan yang mengantongi Keppres No 9/G 2015
Kasus: Keduanya terlibat penyelundupan 8,2 kg heroin dari Australia ke Denpasar pada 2005

3. WN Prancis
Serge Areski Atlaoui yang mengantongi Keppres 35/G 2014
Kasus: Anggota jaringan pabrik narkoba terbesar di Asia yang dihukum mati bersama 8 orang lainnya. Barang bukti yang disita yaitu 138,6 kg sabu, 290 kg ketamin, dan 316 drum prekusor.

4. WN Ghana
Martin Anderson yang mengantongi Keppres No 1/G 2015
Kasus: Kepemilikan heroin 50 gram yang dimasukkan dalam map. Ia ditangkap di Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Kelapa Gading, Jakut, 7 November 2003. Saat ditangkap, Martin melakukan perlawanan dengan mencekik polisi sehingga polisi menembak kaki kiri Martin.

5. WN Cordova
Raheem Agbaje Salami yang mengantongi Keppres No 4/G 2015
Kasus: Penyelundupan heroin 5 kg tahun 1999.

6. WN Brazil
Rodrigo Gularte yang mengantongi Keppres No 5/G 2015
Kasus: Penyelundupan 19 kg kokain dalam papan seluncur tahun 2004

7. WN Indonesia

Zulkarnain dilaporkan ke Bareskrim terkait gratifikasi

Pewarta:

Rabu, 28 Januari 2015

Ini Cara WNI di Australia Dukung KPK

Jpnn
JAKARTA - Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia menggelar aksi dukungan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi dukungan itu disampaikan dengan cara unik, saat perayaan Australia Day, 26 Januari 2015, di Elder Park, Adelaide.
Para WNI turut dalam parade dengan menggunakan berbagai atribut budaya dan pakaian adat nusantara sambil membawa spanduk #SaveKPK. Mereka pun turut menyuguhkan berbagai atraksi budaya dari Aceh, Batak, Ponorogo (Reok), Betawi, Bali, Sulawesi, sampai Papua.
Koordinator aksi gerakan #SaveKPK Atik Ambarwati menuturkan, aksi ini merupakan bentuk dukungan nyata WNI di luar negeri terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
Salah satunya dengan menolak politisasi dan kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan menuntut lembaga Polri besih dari intervensi politik dan kepentingan kelompok yang korupsi.
Atik mengatakan, aksi ini sengaja digelar dalam hari penting Australia untuk menarik perhatian dunia internasional.
"Selain menunjukkan sikap kita sebagai perwakilan WNI di sini, aksi juga ditujukan agar dunia internasional tahu bahwa Indonesia negara anti korupsi," tutur perempuan yang juga mahasiswa Flinders University itu.
Sementara itu, terkait langkah kongkrit yang harus dilakukan Jokowi untuk menyelesaikan konflik Polri vs KPK, Mochamad Mustafa yang turut hadir dalam aksi #SaveKPK meminta presiden untuk segera mengambil keputusan tegas pro rakyat.
Sebab, menurutnya, seluruh masukan telah diberikan pada orang nomer 1 di Indonesia itu. Mulai dari penerbitan Perpu Imunitas KPK, pemecatan pejabat negara yang melakukan tindakan indisipliner dan memperkeruh suasana, bahkan pembatalan pencalonan Budi Gunawan.
"Sekarang kami menunggu solusi kongkrit yang bisa dilakukan Jokowi untuk meyakinkan rakyat bahwa dia berkomitmen memberantas korupsi. Kami ingin melihat seberapa besar nyali presiden menolak intervensi partai pendukungnya," ujar mahasiswa program S3 dari University of Adelaide itu.
Meski terkesan mengabaikan permohonan rakyat dan lebih mementingkan kepentingan partai, para WNI tersebut tetap percaya presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera melakukan pembenahan dan memberikan pembuktian. Mereka pun mengaku tetap mengapresiasi langkah Jokowi yang enggan mengintervensi proses hukum yang berjalan baik di KPK maupun Polri.
"Kami juga mengapresiasi adanya tim independen yang dibentuk. Tapi presiden harus sadar bahwa konflik ini muncul karena abainya presiden dengan agenda pemberantasan korupsi demi mengakomodasi kepentingan politik partai pengusungnya dalam pencalonan Kapolri," tegas Atik. (mia)

Sarankan KPK Tak Cengeng Minta Imunitas

Jpnn
JAKARTA - Wacana yang dilontarkan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana agar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi hak imunitas atau kekebalan hukum terus memancing reaksi. Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja termasuk dalam barisan yang sangat setuju dengan hak imunitas itu.
Namun, meski ide tentang hak imunitas bagi pimpinan KPK itu didukung banyak pihak, tapi tak sedikit pula yang menentangnya. Pengamat politik dan hukum dari POINT Indonesia, Karel Susetyo termasuk yang menentang ide itu.
Karel menganggap KPK cengeng jika para komisionernya meminta kekebalan hukum. Padahal, KPK sebagai lembaga penegak hukum harus memperlihatkan ketegasan.
"Tak boleh mereka merengek untuk mendapatkan keistimewaan status hukum lebih dari warga negara lainnya. Jadi jangan ada imunitas di antara kita," kata Karel di Jakarta, Selasa (27/1).
Menurutnya, ide tentang hak imunitas bagi pimpinan KPK di komisi antirasuah itu terlibat gesekan dengan Polri justru memperpanjang persoalan. ”Dan itu menunjukkan keinginan kuat dari KPK untuk berada di atas hukum positif," tuding Karel.
Karenanya, Direktur Eksekutif POINT Indonesia itu mengingatkan KPK agar tidak menjadi hukum sendiri. Terlebih, Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan agar tidak ada pihak manapun yang bertindak melebihi hukum.
Karel juga menyarankan agar komisioner KPK yang terjerat persoalan hukum lebih baikl menghadapinya. "KPK jangan cengeng, kalau ada pimpinannya terbelit kasus hukum, ya harus dihadapi sampai tuntas," cetusnya.(ara/jpnn)

KPK Buka Kemungkinan Panggil Paksa Saksi Kasus Budi Gunawan

 Jpnn
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan memanggil paksa saksi-saksi kasus dugaan korupsi Komjen Budi Gunawan (Komjen BG). Pasalnya, beberapa orang di antara mereka telah berkali-kali tak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan Informasi KPK Priharsa Nugraha, seseorang dapat dipanggil paksa dapat dipanggil paksa jika tidak hadir tanpa alasan kuat.
"Kalau berdasarkan KUHAP, jika seseorang dipanggil kemudian dia dua kali tidak hadir tanpa alasan yang patut, maka penyidik dapat memanggil paksa," kata Priharsa di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (27/1)
Diketahui, sejak menetapkan Komjen BG sebagai tersangka tanggal 13 Januari 2015 lalu, KPK sudah memanggil tujuh orang saksi yang terdiri dari anggota aktif dan purnawirawan Polri. Namun sejauh ini hanya satu orang yang memenuhi panggilan.
Mereka yang tidak memenuhi panggilan antara lain Irjen Andayono, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan, Brigjen (Purn) Heru Purwanto, Kombes Ibnu Isticha, Kompol Sumardji dan Brigjen Herry Prastowo. Di antara mereka, hanya Aiptu Revindo yang baru satu kali dipanggil.
Namun Priharsa belum bisa memastikan apakah pemanggilan paksa akan dilakukan atau tidak. Pasalnya, keputusan tersebut dibuat berdasarkan penilaian penyidik.
"Kalau dianggap penyidik tidak dengan keterangan yang patut, bisa (dipanggil)," jelasnya.
Lebih lanjut Priharsa mengatakan, KPK sebenarnya fleksibel dalam menentukan jadwal pemeriksaan. Karena itu, ia berharap para saksi dapat mengkomunikasikan kesulitan mereka dalam memenuhi panggilan.
"Misalnya ada saksi yang dipanggil kemudian berhalangan karena kegiatan mungkin bisa diatur jadwalnya dia bisa kapan, nanti kita akan menyesuaikan panggilan berdasarkan itu," imbau Priharsa.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto sempat mengungkapkan rencana mengirim surat pemanggilan saksi dengan tembusan ke presiden. Namun, menurut Priharsa, langkah tersebut sampai sekarang belum dilakukan.
"Belum ada (surat pemanggilan dengan tembusan)," pungkasnya. (dil/jpnn)

Selasa, 27 Januari 2015

5 Tanda Pembubaran KPK

Liputan6.com, Jakarta - Banyak pihak menilai alarm bahaya tengah mengintai KPK saat ini. KPK terancam bubar. Sangat terbuka kemungkinan, para koruptor yang masih bebas menghisap uang negara tertawa senang. Karena, jika KPK bubar maka pemberantasan korupsi bukan tak mungkin akan tepar.

Peringatan terhadap KPK sejatinya sudah ada sejak dulu. Sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah muncul isu-isu pelemahan KPK. Salah satunya dari revisi UU KPK. ‎Kini pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, KPK tak lagi digoncang dengan pelemahan, tetapi sudah menjurus pada upaya pembubaran.

"Kalau dibilang pelemahan terlalu ringan. Ini upaya pembubaran. Ada potensinya," ujar mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Minggu 24 Januari 2015.

Jimly tentu tak asal bunyi. Setidaknya ada 5 indikasi yang berpotensi pembubaran KPK yang dihimpun Liputan6.com.
Pertama, Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas habis masa tugasnya pada Desember 2014. Proses pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu ‎berlarut-larut. Bahkan terkesan terbengkalai oleh Komisi III DPR. Alhasil, KPK cuma punya 4 kepala: Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen.

Indikasi kedua, yaitu saat pergantian tahun pergantian pula isu pergunjingan terhadap pimpinan KPK lainnya. Pada pekan awal Januari 2015‎, Samad digoncang isu tak sedap. Foto-foto yang diduga mirip Samad tengah bermesraan dengan seorang wanita.

Belum kelar isu foto mesra dengan wanita yang diduga adalah Putri Indonesia 2014, muncul indikisi ketiga. Yaitu adanya tuduhan hasrat politik Samad yang hendak mencalonkan diri sebagai cawapres Jokowi. Tuduhan itu datang dari Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Samad dituding melakukan 6 kali pertemuan dengan petinggi PDIP untuk menyalurkan hasrat politiknya.

Namun, hasrat politik Samad itu terbentur batu sandungan. Sebab PDIP pada akhirnya memilih Jusuf Kalla untuk mendampingi Jokowi bertarung di Pilpres 2014. Samad dinilai meradang. Samad dituduh bahwa Komjen Budi Gunawan yang jadi batu sandungan. Dan penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK dianggap sebagai balas dendam atas tidak tersalurkannya harsat politik Samad.

Samad pun ramai-ramai didorong di-etik-kan. Sejumlah pihak meminta Dewan Etik KPK turun tangan. Sebab Samad dianggap melanggar etika sebagai pimpinan KPK karena 'terjun' ke perpolitikan.

Tanda keempat, hanya berselang hitungan hari pimpinan KPK lain juga bermasalah. Bambang Widjojanto atau BW ditangkap oleh Bareskrim Polri usai mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok, Jawa Barat, Jumat 23 Januari 2015 pagi. BW kemudian menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri lalu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan mengatur saksi-saksi memberi kesaksian palsu di bawah sumpah di muka persidangan.

BW sendiri saat ini tengah mengajukan surat pengunduran diri terkait status tersangkanya tersebut. Surat itu diajukan dan diproses ke pimpinan KPK yang tersisa.

Dan indikasi kelima muncul dari Adnan Pandu. Wakil Ketua KPK lainnya ini dilaporkan ke Bareskrim Polri. Adnan dilaporkan atas tuduhan perampokan perusahaan dan kepemilikan saham ilegal.

Jika surat pengunduran diri BW dikabulkan atas statusnya sebagai tersangka, kemudian Samad juga dicopot karena dianggap langgar etika, lalu proses hukum Adnan berlanjut kemudian jadi tersangka dan harus dinonaktifkan atau mundur pula, maka bisa apa KPK dengan tersisa 1 kepala saja: Zulkarnaen?

"Kalau sudah tinggal 1 pimpinan ya tentu KPK lumpuh," ujar Jimly.

Lalu jika KPK lumpuh dan pada akhirnya dibubarkan, ada beberapa pertanyaan yang wajib dikemukakan: bagaimana nasib pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya? Dikembalikan ke Kepolisian dan Kejaksaan? Bukankah KPK dibentuk karena alasan jelas, bahwa Kepolisian dan Kejaksaan tak serius berantas korupsi secara menyeluruh?

Perseteruan lama itu kembali mencuat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI. Polemik 2 institusi hukum itu selama ini tak jarang menimbulkan intrik dan konflik. Tak cuma melibatkan para pejabat KPK dan Polri, tetapi juga mereka yang berada di luar kedua lembaga.

Polemik memanas yang terjadi pada bulan pertama 2015 itu diawali dari ‎penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pria berjanggut yang karib disapa BW itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Sangkaannya mengatur saksi-saksi untuk memberi kesaksian palsu terkait Pilkada Kotawaringin Barat 2010 di Mahkamah Konstitusi (MK).

Penangkapan dan penetapan BW itu dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka.‎ Budi diduga menerima hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan.

Setelah 2 kejadian itu, situasi memanas. Kedua institusi sama-sama saling menuding keras.‎ Keduanya sama-sama mengklaim telah lakukan proses hukum selaras. Baik untuk Budi oleh KPK, maupun Polri terhadap BW.

Polemik memanas keduanya mengingatkan kita kembali pada kejadian 3 tahun lalu. Pada 2012, saat penyidik KPK Komisaris Polisi Novel Baswedan hendak ditangkap paksa oleh Bareskrim Polri atas tuduhan penganiayaan berat saat masih bertugas di Polda Riau. Kejadian itu terjadi tak jauh waktunya setelah KPK mengusut kasus dugaan korupsi‎ Simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.

Atau kejadian‎ terhadap BW dan Budi pada 2015 itu memaksa ingatan kita kembali jauh sebelumnya. Tepatnya tahun 2009. Di mana 2 komisioner KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah ditetapkan sebagai tersangka lalu ditahan. Bibid-Chandra dituduh melanggar soal pencabutan cegah-tangkal.

Penahanan Bibit-Chandra juga tak lama setelah KPK melakukan penyadapan terhadap Kepala Bareskrim saat itu, Komjen Pol Susno Duaji. Sang jenderal bintang 3 itu dituduh terlibat pencairan dana nasabah Bank Century‎, Boedi Sampoerna.

Perseteruan akibat saling memproses terhadap Bibit-Chandra‎ dan Susno sampai-sampai dianalogikan sebagai cicak versus buaya oleh media. Kemudian cicak versus buaya jilid II disematkan atas kejadian Novel Baswedan dan Djoko Susilo. Kini polemik memanas dampak dari BW dan Budi saat ini kembali distempel sebagai cicak versus buaya jilid III. (Ali/Mut)

Senin, 26 Januari 2015

Bila BW Punya Salah Mengapa Harus Dibela

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
RMOL. Selama ini ada indikasi lembaga polisi dihancurkan oleh orang-orang yang bertamengkan anti korupsi. Karena itu, Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan aksi di Istana Negara dan Mabes Polri untuk membela Polri.

"Save Polri dari oknum KPK yang mempunyai nafsu politik yang sangat tinggi," kata Presidium Kamerad, Haris Pertama, dalam orasinya di depan Istana Negara, Jumat (23/1).

Menurut Haris, gerakan ini bukan untuk mendukung koruptor, tapi murni membela lembaga pemerintahan yang kewenangannya langsung di bawah Presiden dari upaya pelemahan.

"Kita tidak benci KPK, tapi kita lawan orang-orang yang ingin menghancurkan Polri," tegasnya.

Terkait dengan penangkapan Pimpinan KPK, Bambang Widjajanto oleh pihak kepolisian, dirinya tidak melihat ini adalah upaya balas dendam polisi atas penetapan tersangka kepada Komjen Budi Gunawan.

"Jika BW punya dosa dan salah, kenapa harus dibela. Proses secara hukum, ini negara hukum. Jangan karena dia pimpinan KPK, terus bisa bebas melakukan kejahatan," beber Haris.

Haris menyesalkan sejumlah pihak yang langsung merespon save KPK ketika BW ditangkap.

"Kami cinta KPK, bebaskan KPK dari orang-orang munafik. Dan Polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat juga harus kita lindungi dari upaya penghancuran citra polisi di mata masyarakat," kata mantan Aktivis HMI ini.

Dalam orasinya, Haris juga meminta agar Presiden Joko Widodo untuk segera melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.

"Penangkapan BW bukti pimpinan KPK banyak terganjal kasus, maka hari ini kami minta Presiden untuk segera melantik Budi Gunawan," tutup Haris. [ysa] 

Pengalaman Amir Syamsuddin Belum Ada Orang Diproses Pidana Karena Bujuk Saksi Bersumpah Palsu

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
RMOL. Hanya hakim yang memimpin sidang yang dapat menetapkan seseorang saksi yang diduga melakukan sumpah palsu di hadapan persidangan setelah terlebih dahulu mengingatkan yang akan ancaman hukuman karen sumpah palsu.

"Itu menurut pengalaman dan pengetahuan saya sebagai pengacara," kata mantan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Jumat, 23/1).

Menurut Amir, kalau saksi masih berketetapan pada kesaksiannya yang dinilai palsu oleh majelis hakim maka keterangan majelis hakim kemudian membuat penetapan dan memerintahkan jaksa memproses laporan kepada polisi atas dasar dugaan tindak pidana kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang pengadilan.

"Saya belum pernah punya pengalaman adanya seseorang diproses pidana karena membujuk seorang saksi bersumpah palsu," tegas Amir.

Terlebih lagi berdasarkan pengalaman, sambung Amir, sebelum seorang bersaksi setelah disumpah sudah merupakan protap tetap ketua majelis untuk mengingatkan saksi tersebut akan tanggungjawabnya atas kesaksian yang diberikannya dibawah sumpah di suatu persidangan pengadilan. [ysa]
 

Sabtu, 24 Januari 2015

Sejumlah Media Asing Soroti Penangkapan BW

 Jpnn
SEJUMLAH media internasional menyorot peristiwa penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh aparat Bareskrim Mabes Polri, kemarin pagi.
Kantor berita Reuters menurunkan artikel yang cukup panjang, hingga 15 paragraf, terkait peristiwa tersebut Jumat (23/1). Judulnya ”Indonesia Police Detain Deputy Chief of Anti-graft Body, Sparking Tension” (”Polri Tahan Wakil Ketua KPK, Picu Ketegangan”).
Kantor berita yang berpusat di London, Inggris, itu menghubungkan penangkapan BW dengan langkah KPK yang sebelumnya menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka. Reuters juga menyebut penangkapan itu memicu tensi panas antara KPK dan Polri.
”Penyelesaian masalah ini menjadi ujian awal bagi Presiden Jokowi yang sebelumnya menjanjikan pemerintahan yang bersih,” tulisnya.
Sementara itu, kantor berita Associated Press menulis artikel dengan judul ”Indonesian Police Arrest Deputy of Anti-graft Body” (”Polisi Tahan Wakil Ketua KPK”).
Media yang berpusat di New York, AS, yang mengklaim memiliki jaringan terbesar di dunia itu juga menghubungkan penangkapan BW dengan kasus BG serta menyoroti komitmen Jokowi yang terpilih sebagai presiden karena citranya yang bersih.
Dari Asia, Channel NewsAsia menurunkan berita berjudul ”Top Indonesian Anti-graft Official Arrested” (”Pimpinan KPK Ditahan”).
Media yang berpusat di Singapura tersebut menyatakan, penangkapan BW sangat mengejutkan dan memicu protes keras di Indonesia.(owi/c9/end)

Sidney Jones Nilai Pernyataan Jokowi tak Berguna

Jpnn
PENASIHAT senior International Crisis Group (ICG) Sidney Jones pun ikut bersuara menanggapi penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh aparat Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1) pagi.
Melalui akun Twitter-nya, peneliti yang banyak mendalami isu-isu terkait Indonesia itu menyebut penangkapan BW 100 persen sebagai balas dendam dari kubu polisi. ”It’s OUTRAGEOUS! (Ini memalukan/keterlaluan),” tulisnya.
Jones juga melontarkan kritik pedas kepada Presiden Jokowi yang dinilainya tidak mengambil tindakan tegas sehingga membuat situasi antara KPK dan Polri kian panas.
Pernyataan resmi Jokowi yang disampaikannya di Istana Bogor juga dinilainya tidak berguna untuk meredakan tensi panas saat ini. ”Membuat kita heran, apa tujuannya?” cetus dia. (owi/c9/end)

Mantan Suami Ussy Sulistiawaty yang Pernah Aniaya Aktivis Lingkungan

NAMA Sugianto Sabran ikut mencuat seiring dengan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto alias BW oleh Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1).
Ya, Sugianto yang tak lain adalah politikus PDIP asal Kalteng itu adalah orang yang melaporkan BW atas tuduhan kesaksian palsu dalam persidangan sengketa pilkada di MK. 
Di daerah asalnya, Sugianto dikenal sebagai pengusaha kayu. Bahkan dia sempat menikah dengan artis Ussy Sulistiawaty pada 2005.
Namun pernikahannya dengan Ussy kandas seiring kasus illegal logging mencuat pada 2006. Ada juga kabar bahwa precession itu dipicu oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). 
Dari penelusuran Jawa Pos lainnya, Yusuf pernah dituding ada dibalik penganiayaan seorang aktivis lingkungan hidup, Abikusno Nachran. Kasus pemukulan terjadi November 2001.
Saat itu, Abikusno yang juga wartawan lokal menerbitkan tulisan mengenai kasus penyelundupan kayu ke Tiongkok yang diduga melibatkan kerabat Sugianto.     
Yang membuat Sugianto geram, akibat tulisan wartawan tersebut Departemen Kehutanan melakukan penindakan dengan menyita kayu yang akan diselundupkan. 
Awalnya, Sugianto Sabran dikenal dengan nama Yusuf Sugianto. “Saat terlibat illegal logging namanya berganti menjadi Yusuf Sugianto,” ujar sumber Jawa Pos (induk JPNN).
Sugianto tercatat sebagai anggota DPR RI dari PDIP asal Kalteng, periode 2009 - 2010. Dalam akun twitter @sugiantosabran tertulis Sugianto juga mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI namun gagal kembali ke Senayan. Dengan latar belakang itu, aroma balas dendam tampak pada penangkapan BW.
  
Saat dikonfirmasi di Bareskrim kemarin, Sugianto memang mengakui pihaknya yang melaporkan Bambang Widjojanto ke Bareskrim Mabes Polri. Dia kemarin mendatangi Bareskrim Mabes Polri sambil marah-marah. Emosi Sugianto meledak saat mendengar Koordinator Kuasa Hukum Tim Penyelamat KPK Nursyahbani Katjasungkana memberikan keterangan pada wartawan.
  
Sekitar pukul 15.30 Nursyahbani sedang diwawancarai sejumlah wartawan. Sesaat kemudian, tiba-tiba seorang lelaki berpakaian batik berteriak. "Saya korbannya, KPK tidak selalu benar,"ujarnya sembari menunjuk-nunjuk Nursyahbani.
  
Sugianto mengaku saat terjadi sengketa pilkada, dia mendapatkan informasi ada 65 saksi yang dihadirkan BW agar memberikan keterangan palsu. "Pada 2010, saya laporkan ke Bareskrim. Tapi, bukti masih sangat kurang," terangnya.
  
Namun, pada awal 2015 ada beberapa saksi yang mendatangi rumahnya. Kedatangan para saksi ini untuk meminta maaf karena memberikan keterangan palsu. "Dengan bukti baru ini, saya melaporkan kembali BW pada 15 Januari," terangnya.
  
Terkait keterangan palsu seperti apa yang diarahkan BW, dia tidak menjawabnya. "Yang pasti, saya dikalahkan. Penyebabnya, salah satunya keterangan palsu itu. Masyarakat diberikan info bahwa saya membagi uang dan pesta minuman keras," keluhnya ?sembari berjalan menghindari wartawan. (gun/idr/mas)

Kamis, 15 Januari 2015

Presiden perlu pilih ulang Kapolri

Pewarta:

Ini Dia Daftar 6 Gembong Narkoba yang Akan Dieksekusi Mati 18 Januari

Rina Atriana - detikNews
Jakarta - Kejakaan Agung akan mengeksekusi 6 terpidana mati kasus narkoba Minggu (18/1/2015). Eksekusi akan dilaksanakan di dua tempat yaitu Nusakambangan dan Boyolali.

Keenam terpidana itu terdiri dari 4 laki-laki dan 2 perempuan. 5 Warga Negara Asing dan 1 WNI.

"Lima terpidana sudah terkumpul di Nusakambangan. Satu lagi di Boyolali," kata Jaksa Agung Prasetyo dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (15/1/2015).

Berikut daftar nama keenam terpidana yang akan dieksekusi:

1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)
2. Namaona Denis (WN Malawi)
3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)
5. Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam)
6. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)

Ini Profil Sintawati yang Setor Rp 15 M ke Anak Komjen Budi untuk Bisnis Hotel

Yudhistira Amran,Edward Febriyatri K - detikNews
 Jakarta - Salah satu unit bisnis anak Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Muhammad Herviano Widyatama, adalah di bidang perhotelan. Kini Herviano mengelola The Palais Dago yang terletak di Jalan Juanda nomor 90 Dago, Bandung, Jawa Barat.

Hal itu diketahui dari surat Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI nomor B/1538/VI/2010/BARESKRIM yang ditujukan ke Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan pada 18 Juni 2010 lalu.

Dalam surat yang tersebar pada Jumat lalu itu disebut bahwa, saat membangun hotel itu Herviano mendapatkan bantuan modal dari Pacific Blue International Limited, dan Sintawati. Seperti apa profil Sintawati?

Kepada penyelidik Bareskrim Polri pada 1 Juni 2010 lalu, Sintawati mengaku sebagai kakak kandung dari Komjen Budi Gunawan.

"Bahwa yang bersangkutan (Sintawati) tertarik untuk menyertakan modal serta kerjasama dengan keponakannya yaitu Muhammad Herviano Widyatama dalam bisnis perhotelan tepatnya dalam pembangunan Hotel The Palais Dago, Bandung mengingat prospeknya menjanjikan dan lokasi hotel sangat strategis," bunyi surat Bareskrim yang dikutip Kamis (15/1/2015).

Sintawati yang kepada penyidik mengaku menjalankan usaha penyelenggaraan sekolah internasional dan produser musik itu kemudian menyertakan modal sebesar 15.212.000.000.

Uang tersebut disetor Sintawati dalam dua tahap. Pertama, tanggal 19 April 2007 sebesar Rp 7.712.000.000 ke rekening Herviano di Bank Lippo yang kemudian dipindahkan ke rekening Komjen Budi.

Sintawati menyetor lagi untuk kedua kalinya pada 17 Januari 2008 sebesar Rp 7.500.000.000 langsung ke rekening Komjen Budi.

Hari ini detikcom mencoba menemui Sintawati di rumahnya di Jalan Alam Segar, Jakarta Selatan, sesuai dengan alamat yang tercantum dalam surat Bareskrim tersebut.

"Ibu Sintawati sedang rapat di luar," kata seorang petugas keamanan di rumah tersebut yang tak disebutkan namanya kepada detikcom. Di dalam rumah yang cukup luas itu terparkir sekitar 5 mobil.

Dia tak tidak tahu jadwal Sintawati pulang ke rumah. "Biasanya habis rapat langsung ke Malang (Jawa Timur)," kata dia.

Senin, 05 Januari 2015

Jokowi Bohong Besar? Harga BBM Premium Seharusnya Rp 5.714 Perliter

Laporan: Ruslan Tambak
 
RMOL. Pemerintahan Jokowi-JK bohong besar soal hitungan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di Indonesia.

Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono mengatakan, saat ini masyarakat tidak disubsidi, tetapi pemerintah justru malah mendapatkan keuntungan besar dari penjualan premium.

Ia membeberkan hitungan harga BBM subsidi di Indonesia yang mengikuti mekanisme pasar. Dengan menggunakan dasar perhitungan (MOPS) yang diterapkan oleh pemerintah Jokowi JK dengan harga sebesar rata rata Gasoline (BBM) USD 60,203 FOB ditambah Pajak Pertambahan Nilai 10 persen (VAT Local) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5 persen maka didapat harga BBM sebesar USD 69,23345 perbarel.

Dan jika ditambahkan dengan biaya penyimpanan dan margin keuntungan sebesar 5 persen equivalen USD 3,46 perbarel dari harga BBM yang di impor, maka didapati harga BBM sampai ke konsumen sebesar USD 72,69 (dibulatkan). Dengan harga USD 72,69 perbarel untuk harga BBM sesuai mekanisme pasar, maka harga perliter BBM adalah USD 72,69 x 12500 rupiah = 908668 rupiah (asumsi nilai kurus rupiah terhadap dolar AS).

"Maka harga perlitenya BBM sebesar Rp 908668 /159 liter= Rp 5714 perliter," kata Arief dalam keterangannya, Minggu (4/1).

Menurutnya, dengan penetapan harga BBM sebesar Rp 7.600 perliter saat ini, pemerintah mendapatkan keuntungan besar dengan selisih keuntungan Rp 1.886 perliter, ditambah pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp 707.

"Ini merupakan kebohongan publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjual BBM pada masyarakat," tegasnya.

Arief menambahkan, hal ini juga menunjukan bahwa mafia migas masih kuat dalam tata niaga migas di Indonesia. Arrtinya, Tim Reformasi Tata Niaga Migas yang dikomandani Faisal Basri telah gagal menyusun tata niaga migas yang sehat dan bersih dari mafia migas.

"Karena itu Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak pemerintah yang telah melakukan harga BBM dengan mekanisme pasar, untuk transparan dalam menyajikan harga beli BBM dan minyak mentah import dan biaya refinery hinggga margin keuntungannya," tandasnya. [rus]