Kamis, 28 Mei 2015

KY: Sanksi untuk Hakim Agung Timur Manurung Terlalu Ringan

Rivki - detikNews
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) menyatakan tidak puas atas sanksi ringan kepada Ketua Muda Mahkamah Agung (MA) Bidang Pengawasan, Timur Manurung. Seharusnya, sanksi bagi Timur paling minimal berupa skorsing.

"Kami anggap ini terlalu ringan, apalagi dia seorang Ketua Muda MA Bidang Pengawasan yang sekarang menjadi Ketua Muda Kamar Militer," ujar komisioner KY, Imam Anshori Saleh, saat dihubungi, Kamis (28/5/2015).

Menurut Imam sanksi untuk seorang hakim agung yang terbukti bertemu dengan seorang advokat ialah nonpalu atau sanksi tidak boleh bersidang dalam kurun waktu yang ditentukan.

"Minimal nonpalu," ujar Imam.

Sedangkan Ketua KY Suparman Marzuki, yang juga ketua tim investigasi memeriksa kasus Timur Manurung masih menunggu surat sanksi tersebut dari MA. Suparman mengatakan pihaknya akan mempelajari sanksi tersebut.

"Kita tunggu saja dari MA," ucap Suparman di Gedung Sekretariat MA, Jl A Yani siang ini.

Ketua Muda MA Bidang Pengawasan merupakan posisi yang sangat strategis karena bertanggung jawab mengawasi penegakan kode etik hakim kepada 7.000-an hakim di seluruh Indonesia. Bahkan ia juga mengawasi dan bertanggung jawab terhadap tegaknya etika 50-an hakim agung sesama koleganya.

Alih-alih melaksanakan tugasnya, Timur malah menjadi Ketua Muda MA pertama dalam sejarah Indonesia yang diperiksa tim etik MA. Ia diperiksa terkait pertemuan dengan Kwee Cahyadi Kumala dan pengacaranya di sebuah restoran mewah di Jakarta. Saat itu Cahyadi tengah jadi target KPK karena anak buahnya tertangkap tangan KPK tengah menyuap Bupati Bogor dalam kasus alih fungsi hutan. Tidak lama setelah pertemuan itu, Cahyadi dimasukkan bui oleh KPK.

Atas temuan itu, MA lalu membentuk Tim Etik MA yang diketuai oleh Wakil Ketua MA bidang Nonyudisial Suwardi. Seluruh pimpinan MA masuk dalam tim tersebut.

Selasa, 19 Mei 2015

MA Rahasiakan Rekomendasi Grasi Antasari Azhar

Rivki - detikNews
Jakarta - Mahkamah Agung (MA) mengaku telah mengirim pertimbangan grasi mantan Ketua KPK, Antasari Azhar, ke Istana Negara. Namun MA belum menerima jawaban dari Presiden Jokowi.

"Sudah dikirim pada 28 April kemarin," ujar Jubir MA, hakim agung Suhadi, Selasa (19/5/2015).

Saat disinggung apa pertimbangan MA terhadap permohohan grasi Antasari Azhar, Suhadi tidak bisa menjelaskan. Menurutnya itu hal yang sangat rahasia.

"Mengenai pertimbangan itu rahasia dan urusan Ketua MA," ucap Suhadi.

Ketua MA Hatta Ali sendiri masuk dalam majelis PK Antasari yang saat itu tetap menghukum Antasari selama 18 tahun penjara. Suhadi menjelaskan, kemungkinan dalam waktu dekat ini MA akan menerima jawaban dari Jokowi. Namun mengenai kapan kepastiannya Suhadi belum bisa menjelaskan.

"Saya kira tidak lama lagi akan dijawab presiden, karena kasus ini kan sorotan publik," ujar Suhadi.

Grasi sendiri bukanlah upaya hukum, baik upaya hukum biasa ataupun upaya hukum luar biasa. Grasi merupakan hak prerogratif presiden dengan terlebih dahulu mendengar masukan MA. Pertimbangan MA ini tidak mengikat dan bisa diikuti presiden atau diabaikan.

Sebagaimana diketahui, dari 14 hakim/hakim agung, hanya satu yang menyatakan Antasari tidak bersalah yaitu hakim agung Prof Surya Jaya. Menurut Surya, benar Antasari pernah curhat soal teror yang dialaminya kepada Sigit Haryo. Tetapi dalam curhat itu Antasari tidakpernah memerintahkan, menganjurkan atau mengisyaratkan untuk menghabisi nyawa Nasrudin Zulkarnaen. Sehingga kematian Nasrudin tidak memiliki hubungan kausalitas dengan Antasari. (Baca: Hakim Agung Surya Jaya: Antasari Tak Pernah Menganjurkan Pembunuhan)

Namun suara Surya Jaya kalah suara di tingkat kasasi melawan Artidjo Alkostar dan Moegihardjo. Setelah itu, hukuman 18 tahun penjara kepada Antasari dikuatkan di tingkat PK oleh 5 hakim agung yaitu Harifin Tumpa, Djoko Sarwoko, Komariah E Sapardjaya, Imron Anwari dan Hatta Ali.

Senin, 18 Mei 2015

Ketua MA Lantik 10 Ketua Pengadilan Tinggi

Rivki - detikNews
Jakarta - Ketua Mahkamah Agung (MA), Hatta Ali melantik 10 Ketua Pengadilan Tinggi (KPT), dari peradilan umum, agama dan Tata Usaha Negara (TUN). Hatta berpesan agar para KPT bekerja dengan baik dan profesionalitas.

Mereka yang dilantik adalah:

1. I Ketut Gede, KPT Denpasar
2. Abdul Harim Syahran, KPTA Banten
3. Helmy Bakri, KPTA Palangkaraya
4. Baharuddin Muhammad, KPTA Mataram
5. Abu Huraerah, KPTA Maluku Utara
6. Ahmad, KPTA Gorontalo
7. A Mukti Arto, KPTA Bengkulu
8. Sulitstyo, KPT TUN Surabaya
9. Bambang Edy Sutanto, KPT TUN Medan
10. Syamsul Hadi, KPT TUN Makassar.

Dalam pelantikannya di Gedung Sekretariat MA, Jl Ahmad Yani, Jakarta, Senin (18/5/2015), Hatta Ali meminta supaya para KPT menjunjung tugas dengan profesional. Hal itu perlu untuk melakukan reformasi di tubuh peradilan.

Hatta Ali juga berpesan agar para KPT melakukan peningkatan pelayanan publik kepada pengadilan di tingkat bawah. Menurutnya, pelayanan publik harus makin ditingkatkan supaya masyarakat peradilan bisa semakin melek dunia hukum dan mencari keadilan.

"Saya berpesan agar terus tingkatkan pelayanan publik dan fungsi pengawasan," kata Hatta Ali.