Rabu, 26 Agustus 2015

MA Keluarkan Versi Terbaru Putusan Kasasi Nomor 2007

Andi Saputra - detikNews

 Jakarta , Mahkamah Agung (MA) mengeluarkan versi terbaru putusan Nomor 2007 K/Pid.Sus/2007 atas nama terdakwa Sugeng Riyono. Jika sebelumnya yang dihukum adalah Achmad Subaidi selama 1 tahun penjara, dalam edisi revisi yang dihukum adalah Sugeng selama 2 tahun penjara.

Putusan versi lama, perkara nomor 2007 itu atas nama Sugeng Riyono yang diadili di PN Sidoarjo. Namun dalam amar putusan, MA menghukum Subaidi yang diadili di PN Pamekasan. Sugeng didakwa karena kasus pembebasan lahan pengadaan lahan untuk Pasar Induk Agribisnis Sidoarjo senilai Rp 12 miliar. Adapun Subaidi merupakan terpidana kasus korupsi dana KUD dengan kerugian ditaksir Rp 400 juta.

Dalam putusan kasasi nomor 2007 ini, Subaidi-lah yang dihukum selama 1 tahun, bukan Sugeng. Duduk sebagai majelis hakim Djoko Sarwoko dengan anggota Abdul Latief dan Sophian Martabhaya. Dalam putusan yang diketok pada 12 Januari 2012, duduk selaku panitera pengganti Rahayuningsih.
Atas kejanggalan ini, MA melansir putusan versi terbaru di websitenya, Rabu (26/8/2015) pagi ini. Dalam versi terbaru ini, Sugeng ternyata dihukum 2 tahun penjara.

"Menyatakan terdakwa Drs Sugeng Riyono MM terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 2 tahun dan denda Rp 50 juta," demikian lansir website MA dalam putusan kasasi Nomor 2007 K/Pid.Sus/2011 versi terbaru.

Majelis hakim pun berubah yaitu menjadi Djoko Sarwoko, Syamsul Rakan Chaniago, Krisna Harahap, Suhadi dan Leopold Luhut Hutagalung. Dalam putusan yang diketok pada 18 Desember 2012, duduk sebagai panitera pengganti Mulyadi.

Lalu, putusan mana yang benar, apakah versi pertama atau versi kedua?

Misteri Kekacauan Putusan Kasasi Nomor 2007

Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Perkara kasasi Nomor 2007 K/Pid.Sus/2011 dikantongi Sugeng Riyono dalam kasus korupsi pengadaan lahan untuk Pasar Induk Agribisnis Sidoarjo senilai Rp 12 miliar pada 2001. Tapi dalam amarnya, yang dihukum adalah Achmad Subaidi dengan vonis 1 tahun penjara.

"Peristiwa kekacauan putusan kasasi yang dihasilkan oleh Mahkamah Agung (MA) dalam perkara atas nama Sugeng Riyono namun yang dihukum adalah Achmad Subaidi merupakan praktik penyelenggaraan peradilan yang tidak profesional dan dapat menurunkan wibawa badan peradilan dalam hal ini MA," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang dengan detikcom, Rabu (26/8/2015).

Dalam halaman 1 disebutkan identitas terdakwa yang diadili adalah Drs Sugeng Riyono yang lahir di Tanjung Pinang pada 17 Juni 1958. Terdakwa merupakan Mantan Kepala Biro Perlengkapan Provinsi Jawa Timur yang tinggal di Jalan Sutorejo Prima Barat PQ No 35-36, Kelurahan Dukuh Sutorejo RT 05 RW 09, Kecamatan Mulyorejo, Kota Surabaya.

Namun dalam amar putusan di halaman 59 yang dihukum adalah Achmad Subaidi Bin Achmad Marsuki yang terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana bersama-sama korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dan berlanjut. Atas kesalahan Subaidi, MA menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa dengan pidana penjara 1 tahun.

"Peristiwa ini sebenarnya tidak boleh terjadi mengingat dalam Pasal 6A Undang-Undang Mahkamah Agung disebutkan hakim agung adalah orang yang memiliki integritas, kepribadian tidak tercela, adil, profesional, dan berpengalaman di bidang hukum," ujar Bayu.

Putusan ini diketok oleh hakim agung Djoko Sarwoko pada 12 Januari 2012. Djoko dibantu dua hakim anggota dari unsur hakim ad hoc tipikor, yaitu Abdul Latief dan Sophian Martabaya. Djoko telah pensiun, Abdul Latief masih berdinas dan Siphoan telah di-pensiundini-kan karena terbukti memalsu identitas untuk kawin lagi/poligami. Abdul Latief beberapa kali dimintai keterangan oleh Komisi Yudisial (KY) terkait putusan lepasnya terpidana korupsi Soedjiono Timan.

"Peristiwa ini juga dapat dikategorikan sebagai pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dimana salah satu dari 10 prinsip Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim adalah bersikap profesional yaitu suatu sikap moral yang dilandasi oleh tekad untuk melaksanakan pekerjaan yang dipilihnya dengan kesungguhan, yang didukung oleh keahlian atas dasar pengetahuan, ketrampilan dan wawasan luas," papar Bayu.

Jika hakim dalam hal ini termasuk hakim agung mempedomani sikap profesional ini, maka senantiasa akan menjaga dan mempertahankan mutu pekerjaan, serta berusaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kinerja. Sehingga tercapainya setinggi-tingginya mutu hasil pekerjaan, efektif dan efisien. Menurut Bayu, peristiwa ini juga menunjukkan kurang berjalannya pengawasan internal oleh MA terhadap tingkah laku hakim agung dalam mempedomani Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Terbukti sampai saat ini belum ada tindakan pemeriksaan apapun terhadap peristiwa yang memalukan dunia peradilan ini.

"Padahal sesuai dengan Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim pelanggaran terhadap sikap profesional ini oleh hakim agung dapat diklasifikasikan pelanggaran ringan, sedang atau berat, tergantung dari dampak yang ditimbulkannya," ujar Bayu yang baru pulang dari Korea Selatan untuk contitusional short course. 

Jikalau ini adalah kesalahan ketik belaka, maka ini kesalahan kesekian kalinya yang dilakukan MA. Sebelumnya Indoesia pernah digegerkan dengan putusan Yayasan Supersemar yang mengalami kesalahan pengetikan di tingkat kasasi. Seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi MA menulisnya Rp 185 juta.

"Yang lebih penting juga adalah agar MA melakukan evaluasi keseluruhan ke internalnya untuk mencegah peristiwa seperti ini tidak terulang mengingat akan dapat menghambat tercapainya visi badan peradilan Indonesia yaitu terwujudnya badan peradilan Indonesia yang agung dan misi badan peradilan untuk memberikan pelayanan hukum yang berkeadilan kepada pencari keadilan dan meningkatkan kredibilitas dan transparansi badan peradilan," papar pengajar Universitas Jember itu.

Dengan kekacauan putusan Nomor 2007, Sugeng seharusnya dihukum berapa tahun? Apakah hukuman 1 tahun penjara itu untuk Sugeng atau untuk Subaidi? MA diharapkan menjelaskan misteri putusan Nomor 2007 ini.

"Setidaknya penjelasan dan pertangungjawaban MA kepada publik mengapa peristiwa seperti ini masih bisa terjadi," ujar Bayu berharap. 

Rabu, 12 Agustus 2015

Oalah... Ternyata Begini Cara Perwira Bareskrim Peras Pengusaha Karaoke

JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri terus mengembangkan penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan AKBP PN dan kawan-kawan terhadap pengusaha karaoke di Bandung. Namun, sejauh ini tersangka dalam kasus itu baru AKBP PN yang tak lain Kanit III Subdit V Dittipidnarkoba Bareskrim Polri.
"Tersangka baru satu, AKPB PN," kata Kepala Sub Direktorat II Tipikor Bareskrim Polri Kombes Djoko Purwanto, Selasa (11/8).
Djoko menjelaskan, kasus ini berawal ketika AKBP PN bersama tim dan beberapa informan berangkat ke Bandung untuk menyelidiki kasus narkoba di Fix Boutique Karaoke, Jalan Banceuy nomor 8, Jumat 27 Februari 2015 pukul 10.00.  Kemudian pukul 22.00 pada hari yang sama, AKBP PN bersama tim di room karaoke mengamankan perempuan berinisial HT, pegawai Fix Boutique Karaoke karena diduga menjual 10 butir ekstasi.
AKBP PN kemudian melakukan pengembangan dan mengamanan JK, pemilik FB Karaoke.  "Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim membawa saudari HT dan saudara JK ke Hotel K, di wilayah Bandung menggunakan mobil Fortuner warna hitam," kata Djoko.
Selanjutnya, PN dan tim melakukan penggeledahan di rumah JK dan menemukan barang bukti sabu seberat 5 gram.
"Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim kembali ke Hotel K. Di dalam Hotel K, salah satu anggota tim meminta sejumlah uang kepada saudara JK agar saudara JK dan saudari HT dilepaskan dan tidak diproses hukum," katanya.
Namun, ketika itu tidak terjadi kesepakatan. JK dan HT kemudian dibawa ke Jakarta pada Sabtu 28 Februari 2015 pukul 16.00. Mereka SEMPAT beristirahat di Restoran AS, Cikarang, Bekasi, Jabar.
Sekitar pukul 17.00, seseorang berinisial RJW datang menemui AKBP PN. RJW merupakan rekan HT dan JK.
Menurut Djoko, dalam pertemuan itu RJW meminta bantuan kepada AKBP PN agar melepaskan JK dan HT dengan imbalan Rp 2 miliar. "Namun tersangka AKBP PN menolaknya karena barang bukti yang ditemukan ada banyak," kata Djoko.
Setelah itu, RJW menemui JK dan mengatakan bahwa AKBP PN meminta uang Rp 5 miliar untuk menyelesaikan kasus itu. Namun, JK tidak sanggup menyediakan uang Rp 5 miliar.
"Akhirnya dengan terpaksa saudara JK menyanggupi uang sebesar Rp 3 miliar untuk menyelesaikan permasalahannya," ungkap Djoko.
Selanjutnya JK menghubungi temannya, AFR dan DS untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. Karena keadaan mendesak, AFR sanggup menyiapkan emas 4 Kilogram atau setara Rp 2 miliar, sedangkan DS menyiapkan uang USD 80 ribu atau setara Rp 1 miliar.
Kemudian seseorang berinisial E dan IK membawa USD 80 ribu dan 4 kg emas ke Restoran AS, Cikarang untuk  menyerahkannya ke  RJW. "Kemudian RJW menyerahkannya kepada S alias Po (informan) bersama tersangka AKBP PN," katanya.
Setelah AKPB PN menerima suap, JK dan HT pun dilepaskan  dan tak diproses hukum lebih lanjut. AKBP PN dan tim kembali ke Jakarta.
Pada Sabtu 28 Februari 2015 pukul 22.30, AKBP PN di kantornya membagikan emas 1 kg dan uang USD 80 ribu kepada tim yang ikut. Uang itu untuk AKBP PN, Kompol S, Aiptu H, Bripka G, Brigadir KH, S alias Po (informan) masing-masing 100 gram emas dan USD 10 ribu.
"Sisa uang USD 20 ribu dan emas seberat 400 gram dijual. Hasil penjualan dibagi-bagikan kepada anggota dan informan yang ikut ke Bandung," kata Djoko.
Sejauh ini penyidik sudah memeriksa 31 saksi. Barang bukti yang disita berupa uang Rp 531.600.00, USD 15 ribu, 30 keping emas dengan berat masing-masing  100 gram yang totalnya 3 kg, satu unit Toyota Fortuner hitam, serta tujuh handphone. 
PN pun dijebloskan ke tahanan sejak 25 Juni 2015. Dia dijerat dengan pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan, pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(boy/jpnn)

Selasa, 11 Agustus 2015

Nyanyian Gubernur Gatot Bakal Buat Sumut Gempar Selasa, 04 Agustus 2015 , 04:15:00 WIB

Laporan: Ruslan Tambak
RMOL. Gubernur Sumatera Utara (Sumut) Gatot Pujo Nugroho telah ditetapkan KPK sebagai tersangka dan sudah ditahan dalam kasus suap hakim PTUN Medan. Selanjutnya, kalau Gatot bernyanyi diyakini akan membuat Sumut gempar.

Demikian disampaikan Ketua Divisi Advokasi dan Data Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Sumut, Irvan Hamdani Hasibuan dalam perbincangannya dengan redaksi, Selasa (4/8).

Menurutnya, kasus suap hakim PTUN Medan bermula dari kasus dana Bantuan Sosial (Bansos) dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Pemprov Sumut Tahun Anggaran 2012 dan 2013 yang ditangani Kejaksaan Tinggi Sumut.

"Dengan penetapan Gatot sebagai tersangka oleh KPK, ini akan menjadi bola liar," kata Irvan.

Irvan menerangkan, dana Bansos dan BDB yang dikucurkan oleh Pemprov Sumut banyak yang naik secara signifikan. Misalnya dana BDB ke kabupaten/kota pada tahun 2011-2012: Kota Tanjungbalai dari Rp 2,613,650,000 menjadi Rp 74,921,588,000 (2867 persen); Kabupeten Labuhanbatu Utara dari Rp 4,797,440,000 menjadi Rp 124,926,140,000 (2604 persen); Kota Sibolga dari Rp 1,110,720,000 menjadi Rp 28,037,460,000 (2524 persen); Kabupaten Simalungun dari Rp 17,357,840,000 menjadi Rp 169,589,928,000 (977 persen); Kabupeten Asahan dari Rp 16,715,440,000 menjadi Rp 143,842,940,000 (861 persen); dan Kota Tebing Tinggi dari Rp 4,540,560,000 menjadi Rp 37,148,438,000 (818 persen).

Selanjutnya pada tahun anggaran 2012-2013: Kabupeten Karo dari Rp 20,015,336,000 menjadi Rp 76,374,868,000 (382 persen); Kabupaten Asahan dari Rp 143,842,940,000 menjadi Rp 425,662,350,000 (296 persen); Kabupaten Batubara dari Rp 55,713,236,000 menjadi Rp 151,812,502,000 (272 persen), Kabupaten Labuhanbatu dari Rp 37,470,782,800 menjadi Rp 91,523,560,000 (244 persen); Kota Tebing Tinggi dari Rp 37,148,438,000 menjadi Rp 90,734,044,000 (244 persen); Kabupeten Langkat    dari Rp 49,178,924,000 menjadi Rp 100,689,462,000 (205 persen); Kabupaten Pakpak Bharat dari Rp 10,075,440,000 menjadi Rp 19,867,720,000 (197 persen); Kota Sibolga dari Rp 28,037,460,000 menjadi 50,781,230,000 (181 persen); Kabupaten Tapanuli Tengah dari Rp 109,334,145,000 menjadi Rp 197,339,350,000 (180 persen); dan Kabupaten Tapanuli Utara dari Rp 45,416,488,000 menjadi Rp 78,252,244,000 (172 persen).

Jelas Irvan, naiknya dana BDB secara signifikan kepada kabupaten/kota tertentu bukan tanpa alasan. Ini salah satu trik Gatot untuk memenangkan Pilkada Gubernur Sumut pada 2013 lalu. Kepala daerah yang mendukungnya, BDB-nya akan ditambah.

Namun setelah Gatot ditetapkan sebagai tersangka, politisi PKS itu diyakini tidak akan diam. Dia dengan sendirinya akan bernyanyi ke sana sini.

"Dengan sendirinya Gatot akan bernyanyi bagaimana aliran dana BDB itu disalurkan. Dan sejumlah kepala daerah di Sumut akan 'menanti', serta Banggar di DPRD Sumut," bebernya.

"Bayangkan kalau orang nomor satu di Sumut yang mengeluarkan kebijkan itu bernyanyi ke mana mana. Pasti akan seru dan gempar," kata Irvan menambahkan.

Terbongkarnya suap di PTUN Medan dimulai dari kasus Dana Bantuan Sosial dan Bantuan Daerah Bawahan (BDB) Sumatera Utara tahun anggaran 2012 dan 2013 menyeret mantan Kabiro Keuangan Sumut Ahmad Fuad Lubis. Kasus itu disidik Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.

Kasus ini sudah diputus bebas di Pengadilan Tinggi Sumatera Utara. Berbekal putusan PT Sumut, Ahmad Fuad Lubis balik memperkarakan Kepala Kejaksaan Tinggi atas kasus yang menyeretnya melalui Pengacara M. Yagari Bhastara alias Gerry dari kantor pengacara O.C. Kaligis.

Ahmad menggugat kewenangan penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara dalam perkara tersebut ke PTUN. Perkara ini dipegang Ketua PTUN Tripeni Irianto Putro dan Hakim Amir Fauzi, dan Hakim Dermawan Ginting. Ahmad Fuad Lubis pun diputus menang dalam gugatan di PTUN.

Putusan Tripeni tercium aneh oleh KPK. Usai membacakan putusan, Tripeni dan dua hakim, Gerry, serta panitera Syamsir Yusfan yang juga menjabat Sekretaris PTUN Medan, dicokok KPK pada Kamis 9 Juli lalu.

Saat penangkapan, penyidik KPK mengamankan 15 ribu dolar AS dan 5 ribu dolar Singapura dari Ruangan Ketua PTUN Medan. Diduga kuat, mereka menerima uang suap yang diantarkan Gerry, pengacara Ahmad Fuad. [rus]

Selasa, 04 Agustus 2015

Freddy Saragih dan Liliek Mayasari Jabat Komisaris PT Wika yang Baru

JAKARTA -  PT Wijaya Karya (WIKA) melaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) Tahun 2015. Dalam RUPS, ada beberapa agenda yang dibahas, salah satunya terkait perubahan susunan pengurus perseroan.
Corporate Secretary Wika, Suradi menjelaskan, perseroan saat ini telah mempunyai dua komisaris baru. Yakni Freddy Saragih dan Liliek Mayasari. Dua posisi tersebut sebelumnya ditempati oleh Didik Prasetyo dan Soepomo.
Didik Prasetyo telah ditunjuk oleh Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno menjadi Dirut PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI) beberapa bulan lalu, menggantikan Ismed Hasan Putro yang diberhentikan.
"Untuk mengisi kekosongan komisaris, RUPSLB memutuskan mengangkat Freddy Saragih dan Liliek Mayasari sebagai komisaris dan memberhentikan dengan hormat Didik Prasetyo dan Soepomo dalam jajaran dewan komisaris," ujar Suradi di kantornya, Jakarta, Kamis (30/7). (chi/jpnn)

Berikut jajaran komisaris Wika yang baru:
1. Komisaris Utama: Bakti Santoso Luddin.
2. Wakil Komisaris Utama : Mudjiadi.
3. Komisaris: Abdul Rahman Pelu.
4. Komisaris: Liliek Mayasari.
5. Komisaris: Freddy Saragih.
6. Komisaris Independen : Imas Aan Ubudiah.
7. Komisaris Independen : Nurrachman.