RMOL.Melonjaknya harga pertamax yang menembus Rp 9.250 per liter dinilai banyak pihak tidak wajar. Sebab itu, Pertamina diminta transparan.
Pengamat perminyakan Kurtubi menilai, dalam menetapkan harga pertamax harusnya Pertamina memperhatikan kepentingan nasional. Misalnya, bagaimana pelanggan pertamax tidak pindah ke premium. Tapi kenyataaannya, Pertamina selalu menetapkan harga pertamax yang lebih mahal daripada Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing.
“Ini akibatnya jika Pertamina terlalu banyak ambil untung. Kenapa SPBU asing justru bisa menjual lebih murah dan mereka masih untung. Sebaiknya harga pertamax mengacu kepada biaya pokok margin,” ungkap Kurtubi.
Menurutnya, Pertamina harus menjelaskan secara transparan berapa biaya pokok dari harga pertamax dunia. Sebab, kalau pertamax bisa dijual sesuai harga pokok saja, Pertamina tidak akan rugi dan tidak juga untung. Tapi kalau jual di atas harga pokok Rp 100, berarti Pertamina untung seratus perak. Begitu seterusnya.
“Ini yang harus ditanya ke Pertamina berapa biaya harga pokok pertamax, atau dengan harga jual pertamax yang sekarang keuntungannya berapa per liter? Itu yang dimaksud dengan transparan,” ucap Kurtubi.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara menguraikan, ada tiga strategi bisnis yang semestinya ditempuh Pertamina. Pertama, waktu kenaikan harga pertamax mestinya tidak terlalu jauh dengan harga kenaikan dunia.
Kedua, karena Pertamina menguasai pasar mestinya harga produknya bisa lebih rendah dibanding asing. Ketiga, Pertamina lebih independen, tidak ada yang intervensi untuk membuat harga pertamax tetap tinggi sehingga bisa menggiring orang untuk membeli produk asing. Semestinya tidak ada upaya ke arah situ.
Marwan curiga, ini sengaja dibuat supaya orang beli produk asing. Anehnya, pertamax yang lebih banyak market share-nya dibanding SPBU asing justru harganya tidak bisa dikendalikan.
“Kalau Pertamina bisa menguasai mestinya harga pertamax bisa lebih rendah. Kenapa justru harga SPBU asing bisa lebih rendah? Saya kira masalah transparansi lebih penting,” papar Marwan.
Marwan berharap, Pertamina bisa lebih independen menetapkan harga. Jangan ada yang bisa mempengaruhi, lalu harga menjadi lebih tinggi supaya SPBU asing tetap laku. Dia yakin, dengan kemampuan Pertamina menguasai pasar, perseroan itu bisa tetap untung lebih banyak.
“Kalau kita bicara volume lebih tinggi, mestinya mereka juga bisa menurunkan harga lebih rendah dibanding yang lain. Pertamina harus mau dan harus bisa melakukan itu rakyat,” pungkasnya.
Vice President Corporate Communication Pertamina M Harun yang dikonfirmasi menegaskan, pertamax tidak bisa dibandingkan dengan kompetitor. Sebab, tidak hanya oktannya yang dijual, tetapi diinjeksikan aditif untuk menyempurnakan pembakaran dan membersihkan kerak yang ada di engine.
“Ada harga ada kualitas. Disamping itu, volume kita perputarannya cukup tinggi sehingga kita menyesuaikan dengan mekanisme pasar secara periodik. Kompetitor kan volume penjualannya kecil dan ini jadi strategi mereka, karena ketika mereka membeli produk itu masih menggunakan harga yang lama dan stok mereka cukup banyak,” terang Harun.
Sebelumnya Harun juga mengatakan, harga pertamax merupakan harga pasar yang fair. Sebab itu, pertamax tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah.
“Harga pertamax ini sama dengan harga di pasar dunia. Inilah harga minyak yang sebenarnya. Harga yang wajar,” tegasnya.
Menurut Harun, penurunan harga minyak mentah dunia itu tak banyak berpengaruh pada harga pertamax. Sebab, untuk mengolah minyak mentah menjadi pertamax dan bahan bakar jenis lainnya, memerlukan biaya produksi tersendiri. Biaya itu dihitung rata-rata per dua minggu sekali.
Seperti diberitakan, Kementerian BUMN akan menyelidiki kenapa harga BBM non subsidi (pertamax cs) Pertamina lebih mahal ketimbang bensin yang dijual SPBU-SPBU asing.
Menteri BUMN Mustafa Abubakar mengatakan, Pertamina seharusnya berani menangkap peluang bisnis lewat persaingan harga. “Tentu saja akan kita telusuri dan lihat supaya Pertamina jeli menangkap peluang persaingan pasar,” ujar Mustafa, belum lama ini.
Hal ini termasuk mempertimbangkan penerapan harga di tempat lain seperti Shell dan Total. Namun, pihaknya memang belum meneliti lebih jauh mengapa harga Pertamax dipatok lebih tinggi dibandingkan dengan pesaingnya.
Untuk diketahui, Pertamina kembali menaikkan harga bahan bakar minyak non subsidi jenis pertamax terhitung 15 Mei 2011. Harga jual BBM non subsidi itu di Jakarta dan sekitarnya yakni, pertamax: Rp 9.250/liter, pertamax plus: Rp 9.550/liter, Pertamina DEX: Rp 10.000/liter.
Sedangkan SPBU Petronas masih menerapkan harga lebih rendah yakni, primax 92: Rp 9.050/liter, primax 95: Rp 9.300/liter dan Diesel: Rp 9.600/liter. Untuk SPBU Total, yakni performance 92: Rp 9.050/liter, performance 95: Rp 9.500/liter dan performance diesel: Rp 9.600/liter. [RM]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar