Rabu, 19 Februari 2014

Hakim Agung Syamsul Maarif: Ikahi Terbuka dengan Berbagai Perspektif

Prins David Saut - detikNews

Jakarta - Perlahan tapi pasti, Ikatan Hakim Indonesia (Ikahi) mulai berbenah. Sebagai organisasi tunggal hakim di Indonesia, Ikahi mulai merangkul dan mengakomodir seluruh kelompok hakim. Ikahi mengakui tidak mudah merangkul 8 ribu hakim dalam satu wadah.

Berikut hasil wawancara jubir Ikahi, hakim agung Syamsul Maarif saat menerima detikcom di ruang kerjanya, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (17/2/2014):

Bagaimana Ikahi menanggapi keluhan hakim di pelosok?
Waktu rapat kerja 2 bulan lalu, raker (Ikahi) juga menyinggung beberapa masalah. Tapi karena itu wilayah pemerintah-Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemen PAN dan RB). Kita memutuskan melakukan pertemuan Ikahi dengan pemerintah untuk membahas pembinaan aparatur di pengadilan sehingga pengembangannya sesuai kebutuhan.

Kebutuhan di pengadilan dengan lembaga lain tidak sama. Kalau di kementerian semua pegawai negeri, kalau di pengadilan ada pegawai negeri, hakim, panitera, honorer. Kita putuskan audience dengan Kemen PAN dan RB.

Pekan lalu, ada hakim melakukan judicial review soal larangan hakim merangkap jabatan di lembaga yudikatif. Apa komentar Ikahi?
Kalau nggak salah, itu bukan termasuk (tidak termasuk yang dibahas di raker). Tapi concern harus diatur itu benar, langkah kita audiens dengan Kemen PAN dan RB.

Di MA ada Persatuan Tenis Warga Pengadilan (PTWP) dan organisasi lain. Bagaimana Ikahi melihatnya?
Kan lain-lain. Dari segi sejarah PTWP tidak bisa dilepaskan dari pengadilan. Media olah raga hakim itu sampai sekarang tenis. Sangat positif hakim diberi kegiatan olahraga tenis. Itu sudah lama dan menjadi bagian sejarah peradilan.

Ikahi lain lagi, ada pegawai, panitera, karena kegiatannya intelektual, bagian di antaranya varian peradilan. Kemarin di peralihan kepengurusan redaksi, dari laporan yang lama saldo Rp 500 juta. Biayanya cetak besar, pernulan nyetak sekitar 200 juta dan tertutup dengan iuran Ikahi Rp 20 ribu per bulan. Laporan kemarin saldo segitu.

Nggak mau digabung dengan Majalah Mahkamah Agung?
Beda, Majalah Mahkamah Agung itu struktur dan ini (Varia Peradilan) profesi.

Ke depan ide atau seperti apa Ikahi itu?
Ada beberapa pemikiran rapat kerja kemarin. Intinya bagaimana Ikahi lebih optimal sebagai payung organ semua hakim dari berbagai aliran. Sekarang ada hakim inginnya seperti ini, 8.000 Orang nggak mungkin disatukan dalam satu perspektif.

Di bawah pengurusan sekarang kita terbuka dengan berbagai perspektif. Termasuk mengagendakan beberapa pemikiran yang selama ini belum tertampung. Ini sedang diusahakan oleh Ikahi.

Yang lama itu modelnya siapa?
Bukan, artinya inovasi pemikiran selama ini relatif tidak begitu banyak. Wacana dan seterusnya nggak mungkin disumbat. Hakim muda yang membentuk kelompok sendiri meskipun belum menjadi sebuah organissi, itu semuanya harus ditampung.

Tapi kan hakim terpaku dengan doktrin sebagai 'silent corps' atau korps yang hening. Apa banyaknya forum itu tidak melanggar silent corps?
Dari pembicaraan ada kesimpulan itu tidak mutlak. Hakim ketika ingin menjelaskan profesinya ya silakan. Jadi diputuskan Ikahi punya jubir untuk memberikan perspektif dan program agar tidak bervariasi dan menimbulkan kebingungan di publik. Agar satu bidang dengan yang lain tidak ada perbedaan yang tajam.

Ke depan Ikahi menjadi lebih modern?
Saya belum tahu ide itu bagaimana. Tapi Ikahi sebagai organ profesi, iya.

Kan ada MA dan Komisi Yudisial?
Ya tugasnya kan lain-lain. KY kode etik, profesi tugasnya membina anggota, kualitasnya, substansi. Karena itu kita juga membantu sosialisasi kode etik.

Ikahi nggak ada instrumen pasti bagaimana? Kayak diklat seperti itu?
Nggak. Peningkatan kualitas dilakukan dengan berbagai popgram. Kalau kesejahteraan tentu instansi terkait, kalau substansi dan dilakukan MA kita dukung. Terlepas dari itu Ikahi punya sendiri program.

Ikahi jadi lembaga bargaining dan pressure group?
Bukan penekan, karena kita tak punya kekuatan menekan. Tugas utamanya meningkatkan kualitas baik substansi maupun kesejahteraan anggota.

Termasuk soal gaji pokok hakim agung yang masih rendah?
Iya. Termasuk perumahan yang belum selesai, karena itu kewenangan pemerintah ya kita akan jelaskan. Kita akan dialog dengan KY karena menurut kita KY masih sibuk dengan urusan kode etik. Aspek itu yang digarap. KY belum menggarap kesejahteraan hakim. Jadi kita akan audience dengan mereka.

Kita juga putuskan audiens dengan presiden. Itu akan kita jelaskan semua yang kita alami, mulai dari perumahan dan macam-macam. Ini sudah dilakukan MA, tapi kalau kita bantu pasti lebih dipertimbangkan sebagai organisasi.

Bagaimana Ikahi melihat tindakan masyarakat yang anarki terhadap pengadilan?
Salah satu yg kita usulkan adalah UU Contempt of Court. Kalau diskusi sementara tidak muluk seperti di Amerika Serikat. Sidang terbuka tapi siapa pun yg masuk ruangan tapi tinggalkan kartu identitas. Jadi ketertiban dan wibawa sidang itu betul-betul dijaga. Ada satpam yang melihat pengunjung, duduk dengan kaki diangkat langsung dikeluarkan.

Kalau dibandingkan di sini, kan antara bumi dan langit. Code of conduct itu (materi contempt of court) sudah diterima di seluruh dunia. Hakim aman, terdakwa aman, saksi aman, itu saja yg ada dalam bayangan teman-teman.

Opini publik termasuk contemp of court?
Kalau itu sih nggak bisa. Pengadilan sudah biasa dikritik

Intervensi bukan itu?
Nggak, semua sudah ada aturannya.

Bagaimana soal pendampingan Ikahi terhadap anggotanya yang disidangkan di Majelis Kehormatan Hakim (MKH)?
Memang kita sempat diskusikan hak-hak anggota selama ini. Hakim yang diperiksa MKH itu hampir jarang didampingi penasihat hukum. Jadi ada upaya rencana program pendampingan.

Nah kita belum konkritkan apa yang mendampingi pengacara profesional atau Ikahi. Tapi kita memberikan pendampingan, profesi di mana pun harus menjamin hak-hak anggota terpenuhi seperti notaris, dokter, wartawan.

Kalau Ikahi menuntut seperti di atas, jaminan apa yang diberikan untuk rakyat?
Yang diberikan pengadilan adalah ketenangan, ketertiban sidang, sehingga para penegak hukum bisa menjalankan tugas dengan baik. Itu prinsip. Tentang keadilan sendiri justru itu yang akan memfasilitasi agar hakim bisa menjalankan dengan tenang.

Bayangkan kalau ada hakim diteriaki terus, berdiri di atas meja, ya nggak bisa tenang. Justru ini yg harus diperhatikan. Intinya hak dan kewajiban pencari keadilan akan terjamin ketika keadilan tertib, bukan teriak naik meja.

Kebayang nggak dalam sidang, lawannya bisa ditusuk di depan hakim? Dibunuh di depan hakim! Lalu dikejar hakimnya dan dibunuh. Ini siapa yang mau jadi hakim kalau gitu.

Ini belum lagi keluarga hakim, apa salahnya hakim? itu saja. Kita nggak muluk-muluk, ini sebuah pemikiran, bagaimana konkritnya tergantung RUU-nya

Masalah mess Ikahi bagaimana?
Itu keputusan pengurus lalu. Sudah diputuskan ada mess. Untuk sekarang kita optimalkan penggunaannya. Rate menginap di sana harus di bawah hotel umum. Itu kan dana dari Ikahi dan kalau untung ya Ikahi, agar ini optimal.

Belum sampai ada nominal per malamnya menginap di mess Ikahi berapa?
Belum karena diserahkan ke manager hotel. Silakan ikuti rate tapi untuk hakim harus lebih murah dari hotel lainnya.

Jadi ke depan, Ikahi akan reborn?
Bukan reborn, tapi mengoptimalkan kinerja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar