Kamis, 02 Agustus 2012

Tiga calon hakim agung mundur

Kamis, 2 Agustus 2012 12:10 WIB | 43 Views
Sebanyak tiga calon hakim agung (CHA) mengundurkan diri sehingga tidak mengikuti seleksi tahap II (kualitas) karena sakit. (FOTO ANTARA News/)
Jakarta (ANTARA News) - Sebanyak tiga calon hakim agung (CHA) mengundurkan diri sehingga tidak mengikuti seleksi tahap II (kualitas) karena sakit, kata Juru Bicara Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fajar.

"Ada tiga orang peserta seleksi CHA mengundurkan diri dan tidak ikut seleksi kualitas karena alasan sakit," kata Asep Rahmad Hidayat di Jakarta, Kamis.

Asep menyebutkan ketiga peserta CHA yang mundur tersebut berasal dari jalur nonkarir, yakni Dr Edy Setiadi (aakamedisi), Dr Edi Kusuma (advokat) dan Dr Lusia Indrastuti (akamedisi).

Dia mengatakan bahwa pelaksanaan seleksi kualitas telah dilaksanakan pada 1-2 Agustus 2012 ini seharusnya diikuti oleh 81 CHA, namun karena ada tiga yang mundur menjadi 78 peserta.

Para peserta seleksi ini dibagi dua, yakni sebanyak 51 CHA yang berasal dari Indonesia bagian barat mengikuti tes di Pusdiklat MA Ciawi Bogor dan di Badiklat Pemprov Jatim Surabaya untuk 30 peserta yang berasal dari Indonesia bagian timur.

Asep mengemukakan materi seleksi adalah penulisan makalah di tempat, penyelesaian kasus kode etik dan pembuatan putusan kasasi di tempat serta penilaian karya profesi dua tahun terakhir dari masing-masing peserta.

Seleksi kualitas ini dilibatkan juga tim pakar yang terdiri atas akademisi dan mantan hakim agung untuk membantu proses penilaian.

"Komisi Yudisial berencana untuk mengumumkan hasil seleksi tahap II ini di pertengahan Agustus (sebelum Idul Fitri)," kata Asep.

KY melakukan seleksi CHA untuk menggantikan empat hakim agung yang akan pensiun, yakni Mansur Kartayasa yang pensiun per 1 Agustus 2012, H Achmad Sukaja pensiun 1 Oktober , Reghena Purba 1 Desember dan Djoko Sarwoko per 1 Januari 2013 serta kekurangan satu orang seleksi sebelumnya.



Berita Terkait

Rabu, 25 Juli 2012

Tindakan Heroik Serda Nicolas Cegah Perkosaan Patut Dicontoh

Rachmadin Ismail - detikNews

Jakarta Meski penuh risiko, anggota Kopassus Sat-81 Serda Nicolas Sandi berani menolong karyawati yang nyaris diperkosa di Jakarta Pusat. Tindakannya ini selain layak diberi penghargaan, patut juga ditiru oleh anggota TNI lainnya.

"Danjen Kopassus dan Dan Paspampres juga akan memberikan penghargaan kepada prajurit tersebut atas keberaniannya untuk menolong masyarakat yang sedang terancam jiwanya," kata Komandan Sat-81 Antiteror Sidharta Wisnu, kepada detikcom, Rabu (25/7/2012).

Menurut Wisnu, kedua komandannya itu berpesan agar aksi ini tidak hanya berhenti di Nicolas. Perlu kesadaran lebih dari kalangan tentara agar ketertiban di masyarakat tetap tercipta.

"Beliau juga menyampaikan agar semua prajurit Kopassus maupun TNI lainnya supaya dapat mencontoh apa yang sudah dilaksanakan anggota saya," terangnya.

"Agar tercipta rasa aman di lingkungan masyarakat sekaligus mendukung kinerja Kepolisian dalam menjaga keamanan di masyarakat," sambung Wisnu.

Anggota Kopassus Sat-81 Serda Nicolas Sandi berhasil menggagalkan percobaan pemerkosaan terhadap seorang karyawati. Nicolas saat itu mendengar teriakan perempuan meminta tolong dari angkot C01 yang melintas di Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Ia mengejar angkot itu dan meminta si sopir menurunkan karyawati yang nyaris diperkosa itu.

Karyawati itu akhirnya bisa diselamatkan. Sementara para pelaku berhasil dibekuk.

Atas aksi heroik ini, Nicolas bakal diganjar penghargaan.

Selasa, 24 Juli 2012

Komisi Yudisial Minta MA Mutasi 4 Hakim

VIVAnews - Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan Mahkamah Agung memutasi empat hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa Tengah, yang diduga melanggar kode etik.
"Kami minta mereka dipindahkan, tapi jangan bersamaan, harus dipencar," kata Ketua KY, Eman Suparman, di Gedung KY, Jakarta, Senin 18 Juni 2012.

Dia menjelaskan, keempat hakim tersebut berasal dari hakim ad hoc dan hakim karir. Namun, Eman enggan mengungkapkan nama-nama para hakim terindikasi melanggar kode etik itu.

"Menyangkut nama orang itu persoalan yang menyangkut pembuktian nanti. Kalau toh yang disampaikan tidak terbukti seluruhnya kami lagi yang salah. Tapi mereka ada yang ad hoc, ada yang karir. Pelanggarannya apa, saya juga belum bisa kasih tahu," kata Eman.

Meski begitu, KY menyerahkan kepada MA yang memiliki kewenangan untuk menindak. Termasuk, saat ditanya kemungkinan keempat hakim itu dinonaktifkan. "Jadi KY sudah minta MA untuk menindak ini. Penonaktifan, itu terserah mereka karena kewenangan ada di MA. Kalau kami hanya meminta untuk dipindahkan berpencar, jangan bersamaan lokasinya," ujarnya.

Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menyatakan, pihaknya sampai saat ini belum menerima rekomendasi KY terkait permintaan untuk pemutasian berpencar terhadap empat hakim itu. "Rekomendasi KY belum masuk ke kami," ujar Ridwan kepada VIVAnews.

Meski begitu, MA sudah melakukan langkah-langkah pemeriksaan dengan menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang sejak dua minggu lalu. "Terhadap mereka sudah diperiksa sejak 14 hari lalu. MA sudah menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang untuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim-hakim itu," ujarnya.

Namun, Ridwan sendiri belum menerima laporan dari tim pengawas itu mengenai hasil pemeriksaannya. "Belum ada laporan. Karena satu apa dua hakim itu sedang ke luar kota katanya," ucap Ridwan.

Kasasi Ditolak, Hakim Imas Dibui 6 Tahun

VIVAnews - Upaya Hakim Adhoc Pengadilan Hubungan Industrial, Imas Dianasari, agar terbebas dari kasus suap yang menjeratnya kandas. Permohonan kasasi yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung.

"Menolak permohonan terdakwa," kata anggota Majelis Kasasi, Krisna Harahap, saat dihubungi VIVAnews, Selasa 24 Juli 2012. Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Imron Anwari, Krisna Harahap, dan Syamsul Chaniago pada hari ini.

Krisna menjelaskan, dengan putusan ini, maka hakim Imas akan tetap divonis 6 tahun penjara. Selain itu, dia juga diharuskan membayar denda Rp200 juta.

Dalam kasus yang sama, Majelis Kasasi juga menolak permohonan dari Odih Juanda, terdakwa pemberi suap kepada Hakim Imas. "Perkara yang bersangkutan juga ditolak," jelas Krisna. Dengan putusan ini, Odih akan tetap dihukum selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.

Hakim Imas tertangkap tangan saat sedang menerima uang dari Odih pada 30 Juni 2011 di Restoran La Ponyo Cinunuk, Bandung. KPK menemukan ada pemberian Rp352 juta dari Odi yang merupakan kuasa hukum PT Onamba Indonesia.

Pemberian suap dilakukan agar majelis hakim menolak perkara gugatan serikat pekerja terhadap PT Onamba. (umi)

Jumat, 20 Juli 2012

 Jpnn
NUSANTARA - KALSEL
Jum'at, 20 Juli 2012 , 10:41:00


RANTAU -  Naas dialami mobil Innova yang ditumpangi rombongan pejabat Mahkamah Agung RI, yang bermaksud pulang ke Banjarmasin usai melakukan kunjungan kerja di Tanjung dan Amuntai. Mobil rombongan MA tersebut adu kuat dengan sebuah truk pengangkut pasir dari Karang Intan Martapura yang disupiri oleh Nurhidayat (26), warga Desa Baru RT 01 RW 1 Kecamatan Batu Benawa yang bermaksud ke Barabai.  Tabrakan terjadi di Jalan A Yani Kilometer 89 Sei Hirang, Desa Pulau Pinang Induk, Kecamatan Binuang Kamis (19/7) sekira pukul 14.50 wita sore.

Akibat musibah tersebut, dua orang penumpang mobil Innova hitam yakni H Abdul Hadi Limar (66) dan Nani (57) meninggal dunia dalam perjalanan menuju ke Puskesmas Binuang. Sedangkan 5 penumpang lainnya mengalami luka, tadi malam langsung dirujuk ke RS Soedarsono Banjarmasin.

Menurut saksi mata di lapangan menyebutkan, mobil Innova yang disupiri oleh Prayoga (27) warga Jalan Sutoyo Komplek Pondok Indah No 15 Banjarmasin, saat kejadian tertinggal dari rombongan mobil MA. Ketika ingin menyalip, ternyata mobil innova ini terhalang oleh 3 mobil colt di depannya.
 
Ketika ada kesempatan untuk menyusul, mobil Innova ini melesat dengan kencang melewati tiga mobil di depannya. Ternyata, dari arah depan muncul sebuah truk yang dikemudikan oleh Nurhidayat.

Tanpa dapat dihindari lagi, kedua mobil inipun adu kuat, sehingga menyebabkan bumper Innova ringsek dan rusak parah. Sedangkan mobil truk mengalami pecah seluruh kacanya dan penyok bumpernya.

Warga dan pengguna Jalan A Yani yang berada di lokasi kejadian berupaya menolong para korban di mobil Innova. Seluruh penumpang langsung dibawa ke Puskesmas Binuang untuk mendapatkan perawatan. Saat dalam perjalanan itulah, dua korban yakni Abdul Hadi Limar dan Nani, yang bertugas sebagai panitera di Pengadilan Negeri Banjarmasin meninggal dunia.
Sedangkan 5 penumpang lainnya, yakni Proyoga, H Darmining (58) mengalami patah pada tungkai kaki kiri, Mardati  (22) warga Banjarmasin mengalami patah pada tangan kiri, Sihotang (46) warga Jakarta mengalami nyeri kaki kiri, sedangkan Juhriari (46) warga Jakarta mengalami sakit di bagian dadanya.

Setelah mendapatkan perawatan di Puskesmas Binuang, seluruh korban yang mengalami luka dirujuk ke RS AURI sore harinya.

Sedangkan korban yang meninggal di bawa ke rumah keluarganya di Banjarmasin. Kapolres Tapin melalui Kasat Lantas Polres Tapin AKP Purbo Raharja yang dikonfirmasi tadi malam di Mapolres Tapin membenarkan kejadian tersebut.

"Usai menolong seluruh korban yang terluka, kami pun mengamankan supir truk Nurhidayat ke Mapolres Tapin. Begitu juga dengan mobil truk dan Innova langsung kami tarik ke Mapolres Tapin malam itu juga," terang Purbo Raharjo.

Disebutkan Purbo, Nurhidayat hingga tadi malam belum bisa dimintai keterangan karena masih shok atas kejadian tersebut.

Kasubdit Gakkum Ditlantas Polda Kalsel AKBP Danu Kusworo membenarkan telah terjadi lakalantas di daerah Kabupaten Tapin antara mobil rombongan Mahkamah Agung dengan truk. "Benar, mobil yang tabrakan tersebut adalah rombongan dari pejabat Mahkamah Agung yang sedang melakukan kunjungan kerja," ujarnya.(hni/nti)

Selasa, 10 Juli 2012

Legislator minta "political will" pemerintah soal pertanian

Jakarta (ANTARA News) - Masuknya singkong impor dinilai anggota DPR terjadi karena pemerintah belum memiliki keseriusan sepenuhnya di bidang pertanian.

"Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.

Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, tidak adanya political will dari pemerintah ditandai dengan beberapa faktor.

Pertama, alokasi anggaran APBN masih sangat kecil. Setiap tahun rata-rata cuma 1,3% dari total APBN. Di tahun 2012 hanya Rp17,8 triliun saja.

"Bandingkan dengan sektor pendidikan sebesar 20% dari APBN karena sesuai dengan amanah UUD 1945. Dengan dana sekecil itu bagaimana pemerintah akan merealisasikan program Swasembada Pangan 2014, yang meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, dan garam?" kata Viva.

Kedua, Komisi IV DPR setiap pembahasan anggaran menginginlkan agar alokasi anggaran sektor pertanian melalui APBN ditambah dan masuk di RAPBN sebelum pembacaan Nota Keuangan pemerintah oleh presiden di DPR.

Ketiga, Pemerintah tidak serius memperbaiki infrastruktur pertanian dan jaringan irigasi yang sebagian besar berkurang fungsinya dan telah mengalami kerusakan karena sebagian besar masih bangunan warisan pemerintah Orde Baru.

Keempat, Pemerintah tidak menyediakan benih unggul secara masif dalam meningkatkan produksi. Akibatnya petani masih kesulitan dan hasil produksinya menurun.

Kelima, kurang adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementrian dalam fokus pembangunan sektor pertanian.

"Sungguh ironis. Negara khatulistiwa yang kaya dan subur tapi menjadi negara impor," kata Viva. Oleh karena itu, kata Viva,

Dia menyarankan agar pemerintah mmberikan tambahan subsidi kepada petani, terutama subsidi benih dan pupuk.

Viva juga meminta pemerintah melakukan inovasi teknologi pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Misalnya tentang penyediaan benih unggul yang tahan organisme pengganggu tanaman (OPT), pupuk yang berkualitas, masa tanam pendek, dan pengolahan pasca panen.

Haris Ngaku Pernah Setor Rp 250 Juta ke Suami Wa Ode

Ferdinan - detikNews

Jakarta Haris Surahman mengaku pernah menyetor uang Rp 250 juta untuk suami Wa Ode Nurhayati. Uang itu adalah bagian dari commitment fee dengan total Rp 6 miliar untuk mengurus alokasi anggaran dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).

"(Suami Wa Ode) Rp 250 juta, atas permintaan Wa Ode," kata Haris saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/7/2012).

Menurut pengakuan Haris, suami Wa Ode yang dimaksud adalah Syarif Achmad. Hakim kemudian menanyakan apakah orang yang dimaksud sama dengan Syarif Achmad yang mengenalkan Haris ke Wa Ode. "Iya sama," jawab Haris.

Di awal kesaksiannya, Haris mengaku mengetahui Wa Ode karena sama-sama menjadi caleg dari Kendari pada tahun 2009. Haris menjelaskan, pertemuan dengan Wa Ode Nurhayati dan Syarif Achmad pada bulan Oktober 2010 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta.

Dalam pertemuan itu Haris menyampaikan pesan Fahd yang meminta bantuan untuk meloloskan alokasi anggaran Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Wa Ode, sebut Haris menyanggupi namun meminta Haris menyerahkan proposal pengajuan daerah penerima DPID.

Selain itu, Wa Ode meminta commitment fee sebesar 5-6 persen dari total dana DPID di tiga Kabupaten Aceh yang dimintakan Fahd. "Ya sudah urus saja 5-6 persen selesaikan di depan," kata Haris menirukan jawaban Wa Ode.

Wa Ode anggota DPR dari Fraksi PAN ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dia juga dikenakan pasal pencucian uang dan disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.

'Hakim Karaoke' Putu Suika Akhirnya Dipecat

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Putu Suika akhirnya dipecat karena terbukti melanggar kode etik hakim. Putu Suika terbukti mendapat fasilitas karaoke oleh pihak berperkara.

"Karaokenya ada ceweknya nggak?" tanya anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Imam Soebchi, yang digelar di gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012). Mendapat pertanyaan ini, Putu diam saja, tidak menjawab.

Setelah melalui musyawarah, Putu akhirnya dipecat dari korps Cakra. Dia terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik hakim.

"Majelis menjatuhkan putusan, menolak semua pembelaan untuk seluruhnya. Menjatuhkan hukuman dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," ucap Ketua MKH Suparman Marzuki saat membacakan putusan tersebut.

Majelis berpendapat tidak ada hal baru yan terungkap dalam sidang pembelaan kali ini. Hal yang memberatkan hakim yaitu Putu memberikan keterangan yang berbelit-belit dan terlapor telah benar-benar melanggar kode etik.

"Hal yang meringankan yaitu Putu sebentar lagi pensiun dan mengakui kesalahannya," ujar Suparman.

Usai mendengar putusan ini, Putu hanya terdiam. Saat dimintai pendapatnya oleh wartawan, Putu ngeloyor pergi meninggalkan ruangan. "No comment," ujar Putu singkat.

Kasus ini terjadi pada 2010 saat Putu menangani perdata perbuatan melawan hukum tentang perjanjian harta di luar nikah. Dalam perjalanan kasus tersebut, Putu menerima fasilitas karaoke dari pihak berperkara. Dalam pembelaannya, Putu menyebut-nyebut Ketua PN Denpasar terlibat dalam perkara tersebut.

Jual Beli Perkara, Hakim Anton Budi Santoso Diskorsing 2 Tahun

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Anton Budi Santoso, diskorsing 2 tahun karena melakukan praktik jual beli perkara. Dia melakukan tawar menawar putusan dan disetujui putusannya seharga Rp 50 juta.

"Hakim terlapor terbukti melanggar kode etik. Dihukum dimutasi ke PN Semarang sebagai hakim non palu selama 2 tahun tanpa mendapat remunerasi," kata kata ketua majelis MKH, Suparman Marzuki, di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012).

Kasus ini bermula saat Anton tengah mengadili kasus perdata pada tahun 2010. Lalu dia bertemu dengan kuasa hukum tergugat, Budi Wijaya. Dalam pertemuan tersebut, Anton tawar menawar putusan. Lantas Budi menawarkan harga putusan Rp 50 juta dan diiyakan oleh Anton. Nah, siapa nyana, percakapan ini direkam oleh Budi dan rekaman percakapan itu dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Atas dasar rekaman inilah, karier Anton tersandung.

"Hal yang meringankan yaitu Anton menyesali dan mengakui kesalahannya serta memberikan keterangan tidak berbelit-belit. Hal yang memberatkan yaitu perbuatan Anton merusak citra peradilan," ujar Suparman.

Selama persidangan MKH, Anton terlihat gugup. Dia mengaku sangat menyesali perbuatannya. Hakim yang berusia 40 tahun ini mengaku khilaf saat itu.

"Saya yang minta tapi yang nyebutin nominalnya pihak sana. Saya ya, ya saja. Akhirnya, ya terserah pihak sana. Sana nyebutinnya Rp 50 juta, ya saya iya saja," bela Anton.

Menanggapi putusan ini komisioner KY Taufiqurahman Sahuri mengaku puas. Menurutnya putusan ini sudah setimpal.

"Itu hukuman berat. Berarti sebulan cuma menerima gaji (pokok) Rp 1,5 juta. Berat kan?" tanya balik Taufiq usai sidang.

Jumat, 06 Juli 2012

Kembalikan Aset Century, MA Siapkan Fatwa

VIVAnews - Keinginan Kejaksaan Agung untuk merampas aset Bank Century senilai Rp6 triliun di Hong Kong tampaknya mendapat angin segar. Sebab, Mahkamah Agung siap mengeluarkan izin atau fatwa seperti yang ditunggu Kejagung.

Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, MA telah menerima laporan soal izin pemulangan aset Century tersebut.
"Ya, yang diterima MA adalah permintaan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia memohon petunjuk dalam konteks eksekusi perampasan aset Century di Hong Kong," kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Rabu 4 Juli 2012.

Djoko mengatakan, MA telah memfasilitasi rapat-rapat untuk memberikan jalan keluar. Rapat itu dilakukan antara Kejaksaan Negeri Jakpus dengan Kepala PN Jakpus. "Minggu depan juga masih akan ada rapat lagi dengan mereka," kata Djoko.

Pada sebenarnya, kata Djoko, Kejaksaan tidak perlu meminta izin MA untuk mengeksekusi aset Century di Hong Kong. Namun, jika memang diperlukan, maka MA siap mengeluarkan izin tersebut.

"Surat izin atau fatwa, ya saya kira itu soal mudah. Jika diperlukan, akan dikeluarkan surat yang diminta itu," ucapnya.

Djoko menyadari, surat izin atau fatwa itu diperlukan, karena lokasi eksekusi berada di luar Indonesia. Apabila pihak Hong Kong memintanya, Kejaksaan sudah siap dengan surat izin dari MA itu.

"Tetapi secara umum dalam kondisi normal (sebetulnya) tidak perlu ada izin dari MA," kata hakim agung itu.

Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan, pihaknya menunggu fatwa dari Mahkamah Agung untuk memulangkan aset Bank Century yang ada di Hongkong ke Indonesia.

"Karena itu agak menyimpang dari acara selama ini, kan harus dilaporkan kepada Mahkamah Agung dulu baru Mahkamah Agung nanti akan membicarakan, mengeluarkan semacam fatwa atau apa," kata Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 3 Juli 2012.

Penyimpangan yang dimaksudnya, pengadilan hanya berwenang mengeluarkan putusan atau penetapan terkait kasus yang diperkarakan. Sementara untuk perintah perampasan, pengadilan tidak berhak mengeluarkannya.

"Selama ini kan belum ada. Jadi harus ada semacam fatwa yang akan dijadikan dasar penetapan secara khusus yang bersifat perintah perampasan aset," ujarnya.

Darmono menegaskan untuk fatwa tersebut, dia mengaku juga sudah berkoordinasikan dengan MA. Kini, mereka tinggal menunggu petunjuk dari MA. "Sabar saja," ucapnya.
Bekukan Aset
Darmono, dalam rapat dengar pendapat dengan DPR beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa pemerintah tinggal melengkapi sejumlah persyaratan demi mendapatkan hak mengambil alih aset Century di Hong Kong. Dia menyebut Departement of Justice Hong Kong telah membekukan aset tersebut sesuai dengan putusan PN Jakarta Pusat.

Namun demikian, perampasan tidak dapat dilakukan begitu saja karena belum padunya pemahaman antara pihak Hong Kong dan pemerintah RI terkait putusan PN tersebut.

Darmono menambahkan nilai aset Bank Century milik Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi di Hong Kong sekitar Rp6 triliun. Dia mengemukakan aset itu terdiri dari dana tunai Rp86 miliar, aset-aset dalam bentuk surat berharga senilai US$388,86 juta dan Sin$650,60 ribu. (ren)

Kamis, 05 Juli 2012

Pidana Gayus Tambunan Ditambah Jadi 8 Tahun

VIVAnews - Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus pajak Gayus Tambunan menjadi 8 tahun penjara. Pengadilan tidak dapat mentolerir perbuatan mantan pegawai pajak itu.

"Kami sependapat bahwa korupsi terdakwa merupakan perbuatan gabungan yang berdiri sendiri-sendiri dan berlanjut dengan pencucian uang," kata juru bicara PT DKI Jakarta Ahmad Sobari kepada VIVAnews, Kamis 5 Juli 2012. Ahmad juga bertindak sebagai salah satu anggota Majelis Hakim Banding untuk kasus Gayus tersebut.

Adapun putusan ini dbacakan 21 Juni 2012 dengan Ketua Majelis Hakim Yusran Thawab. Sementara anggota Majelis Hakim adalah Ahmad Sobari, Nasaruddin Tappo, As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.

Alasan PT DKI Jakarta memperberat hukuman Gayus, imbuh Ahmad, perbuatan terdakwa tidak dapat ditolerir dalam pergaulan bermasyarakat. "Karena mencari keuntungan sendiri dan sudah dilakukan terdakwa berulang kali," jelas Ahmad.

Padahal, kata dia, uang pajak yang dikorup terdakwa seharusnya bisa dipakai untuk kesejahteraan rakyat. "Selain itu sebagai tindakan preventif, mencegah PNS lain melakukan hal yang sama," imbuhnya.

Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor memvonis Gayus Halomoan Tambunan enam tahun penjara karena bersalah melakukan sejumlah korupsi seperti suap, menerima gratifikasi, dan pencucian uang.
Selain pidana penjara, Gayus juga diperintahkan membayar uang denda Rp1 miliar. Baca berita lengkap di tautan ini. (sj)

Selasa, 26 Juni 2012

MA Cabut SK Pengangkatan Hakim Tipikor Semaran

http://images.hukumonline.com/frontend/lt4fe888007ee08/lt4fe88dabc1c2e.jpg
Jika terbukti melakukan pelanggaran, bisa saja keputusan promosi dianulir.

Ridwan Mansur, Kepala Biro Hukum dan Humas MA diruang kerjanya. Foto: Ash
Disorot banyak kalangan terkait maraknya vonis bebas di Pengadilan Tipikor Semarang, Mahkamah Agung (MA) akhirnya bersikap tegas. MA memutuskan untuk mencabut Surat Keputusan (SK) atas nama Lilik Nuraeni sebagai hakim Pengadilan Tipikor Semarang. Tidak hanya dicabut SK-nya, Lilik juga dipindahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Tondano, Sulawesi Utara. MA juga memutuskan tidak akan mengangkat Lilik sebagai hakim Pengadilan Tipikor dimanapun dia bertugas.

“Tidak ada perkara tipikor, tidak akan keluarkan SK Tipikor (atas nama Lilik Nuraeni). Di sana (PN Tondano) Lilik tidak boleh mengadili perkara tipikor. SK hakim tipikor sudah mati di Semarang, harus tidak diangkat lagi, harus ada sanksi,” ujar Juru Bicara MA, Djoko Sarwoko, Senin (25/6).

Dengan pencabutan SK ini, Lilik sudah tidak berhak atas tunjangan sebagai hakim Pengadilan Tipikor. Namun, hakim yang diduga melakukan pelanggaran kode etik oleh Komisi Yudisial (KY) ini tetap mendapatkan kenaikan jabatan alias promosi di PN Tondano (kelas IB) sebagai Wakil Ketua PN. Padahal, saat bertugas di PN Semarang (kelas IA) Lilik hanya hakim biasa.

Menurut Djoko, pihaknya bisa saja merevisi surat pengangkatan atau mencopot Lilik sebagai Wakil Ketua PN Tondano jika ada hasil pemeriksaan yang membuktikan adanya pelanggaran etika. “Bagaimana lagi, sudah dikenai sanksi tapi masih, seolah-olah tidak mau tahu,” ujarnya.

Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansur mengatakan promosi dan demosi dalam jajaran kehakiman adalah hal yang biasa terjadi. Jika ternyata dalam pemeriksaan hakim tersebut mempunyai masalah pelanggaran dalam kinerja bisa saja keputusan promosi dianulir.

“Ya banyak terjadi begitu, banyak yang sudah dipromosikan kemudian ditemukan hal-hal yang sifatnya pelanggaran, hakim itu bisa (diturunkan pangkatnya),” ujarnya.

Dia menegaskan pemeriksaan Badan Pengawasan MA terhadap empat orang hakim Pengadilan Tipikor Semarang belum ada hasil. Sejauh ini, Bawas MA telah menurunkan tim hakim tinggi pengawas ke Pengadilan Tipikor Semarang untuk melakukan pemeriksaan. “Ya, itu masih belum ada hasilnya masih dalam proses pengawasan Bawas MA. Nanti hasilnya akan kita sampaikan,” janjinya.

Sebagaimana diketahui, rekomendasi ini didasarkan atas investigasi yang dilakukan KY pekan lalu. Hasil investigasi itu menemukan sejumlah indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan hakim adhoc Pengadilan Tipikor Semarang. Indikasinya, hakim tersebut dinilai tidak fair karena sering membebaskan terdakwa terutama elit politik di wilayah Jawa Tengah.

Seperti, kasus korupsi APBD yang terjadi di Sragen pada 2003-2010. Pengadilan Tipikor Semarang telah membebaskan mantan Bupati Sragen Untung Wiyono. Padahal dalam kasus yang sama, terdakwa lainnya justru divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor Semarang.

Sejak resmi beroperasi Januari 2011, Pengadilan Tipikor Semarang tercatat telah membebaskan tujuh terdakwa korupsi. Dari tujuh terdakwa, enam diantaranya dibebaskan oleh majelis hakim yang diketuai Lilik Nuraeni. Sebagai catatan, Lilik adalah hakim karier.

Tujuh terdakwa itu adalah terdakwa kasus suap Heru Djatmiko (Kakanwil Wilayah V PT Hutama Karya), terdakwa kasus korupsi proyek sistem informasi administrasi kependudukan online di Kabupaten Cilacap Oei Sindhu Stefanus, terdakwa kasus korupsi ganti rugi tanah pembangunan Jalan Tol Semarang-Solo di Desa Jatirunggo Agus Soekmaniharto, dan terdakwa kasus pembobolan Bank Jateng Yanuelva Etliana.

Lalu, terdakwa kasus suap Kendal Hendy Boedoro, terdakwa kasus korupsi kas daerah Kabupaten Sragen Untung Wiyono, dan terdakwa kasus korupsi proyek pengadaan alat pemancar fiktif RRI di Purwokerto Teguh Tri Murdiono. (Hukum On Line)

Senin, 25 Juni 2012

5 Kasus Menarik yang Jadi Yurisprudensi MA

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Pernahkah Anda melakukan jual beli dengan ada unsur paksaan? Jika iya, Anda bisa menggugat karena jual beli itu bisa batal. Hal di atas merupakan 1 dari 5 kasus yang menjadi yurisprudensi Mahkamah Agung (MA).

Seperti dilansir panitera MA, Senin (25/6/2012) kelima putusan berikut menjadi putusan yang bisa dijadikan pedoman hakim dalam memutus perkara serupa:

1. Jual Beli dengan Unsur Paksaan

Kasus bermula saat Budi Haliman Halim yang merupakan pemilik sah lembaga pendidikan Arise Shine Ces. Belakangan, pada 8 Agustus 2006, Yayasan Hwa Ing Fonds dan Lo Iwan Setia Dharma mempolisikan Budi dengan tuduhan pelanggaran hak cipta. Laporan ini ditindaklanjuti dengan menahan Budi.

Selama dalam tahanan, Yayasan Hwa Ing Fonds memaksa Budi menjual merek tersebut sebesar Rp 400 juta sedangkan kepada Lo Iwan Setia Dharma sebesar Rp 400 juta dan disetujui. Meski belakangan, uang Rp 400 juta tersebut tidak pernah dibayarkan. Adapun untuk pidananya, Yayasan Hwa Ing Fonds dan Lo Iwan Setia Dharma berdamai dan tidak meneruskan laporannya.

Apakah jual beli merek tersebut sah? Menurut MA hal tersebut tidak sah dan batal demi hukum. MA menilai pada saat dibuatnya perjanjian jual beli budi sedang ditahan oleh polisi karena laporan dari Yayasan Hwa Ing Fonds dan Lo Iwan Setia Dharma untuk menekan Budi agar mau membuat atau menyetujui perjanjian jual beli tersebut.

Hal ini adalah merupakan 'Misbruik van Omstandigheiden' yang dapat mengakibatkan perjanjian dapat dibatalkan, karena tidak lagi memenuhi unsur-unsur pasal 1320 KUH.Perdata yaitu tidak ada kehendak yang bebas dari pihak Penggugat.

2. Cerai Tidak Menghapus Utang

Perceraian mengakibatkan banyak konsekuensi hukum. Salah satunya utang-piutang yang terjadi saat ikatan pernikahan masih berlangsung. Jika pasangan suami istri cerai, maka utang ditanggung siapa?

Menjawab hal di atas, MA mengambil contoh perceraian yang terjadi di Pengadilan Agama (PA) Semarang. Sepasang suami istri pada 2003 mempunyai utang Rp 1 miliar. Belakangan mereka cerai sehingga terjadi sengketa siapa yang menanggung utang tersebut. Lantas pada 6 September 2008 MA membuat keputusan bahwa utang tersebut dilunasi dari harta gono-gini.

"MA berpendapat utang yang dibuat oleh para pihak pada saat perkawinan sedang berlangsung, maka hutang tersebut menjadi beban dan tanggung jawab bersama, sehingga sita jaminan terhadap harta bersama (gono-gini) adalah sah dan berharga," ujar MA.

3. Kasus Pemilukada MK

Orang selalu mencari celah hukum. Tidak terkecuali ketidakpuasan atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang akhirnya dibawa ke peradilan umum.

Kasus bermula saat Dirwan Mahmud menjadi peserta pemilukada Bengkulu Selatan. Dalam putaran pertama, Dirwan menang karena memperoleh 51,7 persen suara. Namun hal ini dibatalkan oleh MK karena Dirwan pernah dihukum pidana pada 1985 silam.

Lantas, Dirwan pun menggugat putusan MK ini ke PN Manna, Bengkulu, agar putusan MK itu adalah batal dan harus dianggap tidak pernah ada. Upaya ini ditolak oleh PN Manna dan MA. Apa alasan MA?

"MA tidak berwenang menilai dan menguji putusan MK. Walaupun MA dapat memahami persoalan yang dihadapi Dirwan yaitu dengan tidak bolehnya yang bersangkutan mengikuti pemilukada, seolah-olah terhadap diri Dirwan telah terjadi kematian perdata. Namun dalam menyelenggarakan kewenangannya sebagai lembaga peradilan umum, MA tidak dapat melakukan koreksi atau menguji suatu putusan dari lembaga Yudikatif lain seperti MA," tulis putusan MA.

4. Lelang atas Lelang

Kasus bermula saat terjadi sengketa rumah di Jalan Panjaitan No 153 A Medan, Sumatera Utara sebagai buntut perebutan harta warisan. Lalu rumah tersebut dibeli oleh Hassan Chandra pada 1982.

Belakangan kasus ini berbuntut panjang. Baik ahli waris dan Hassan saling mengajukan sita eksekusi atas rumah tersebut. Terdapat dua putusan pengadilan yang memerintahkan eksekusi lelang. Apa sikap MA?

"Pembatalan suatu lelang yang telah dilakukan berdasarkan adanya putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, tidak dapat dibatalkan," ujar MA.

Menurut MA, pembeli lelang terhadap obyek sengketa berdasarkan Berita Acara Lelang dan Risalah Lelang yang didasarkan atas putusan yang telah berkekuatan hukum tetap adalah pembeli lelang yang beritikad baik dan oleh karena itu harus dilindungi.

"Apabila di kemudian hari ada putusan yang bertentangan dengan putusan yang berkekuatan hukum tetap dan menyatakan putusan yang berkekuatan hukum tetap tersebut tidak mengikat, maka putusan itu tidak bisa dipakai sebagai alasan unntuk membatalkan lelang. Yang dapat dilakukan adalah menuntut ganti rugi atas obyek sengketa dari pemohon lelang," beber MA.

5. Perselisihan Organisasi Wartawan

Kasus bermula saat Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) cabang Papua Barat pecah hingga menggelar Munaslub. Lalu pihak yang kalah menggugat ke Pengadilan Negeri Manokwari kalah. Tidak terima, kubu yang kalah melakukan banding ke Pengadilan Tinggi Jayapura pada 11 Desember 2009 dan mengabulkan permohonan banding.

Lalu kasus pun masuk ke MA dan pada 18 November 2010 telah diputuskan dengan mengabulkan permohonan kasasi yang memperbaiki putusan PN Manokwari. Apa alasan MA?

"MA berpendapat apabila terjadi kemelut di tubuh PWI oleh karena penyelesaiannya sudah diatur dalam AD/ ART dan Kode Etik Jurnalistik, serta dipertanggungjawabkan dalam kongres maka kemelut tersebut tidaklah dapat dinilai sebagai perbuatan melawan hukum sebagaimana dimaksud dalam pasal 1365 KUH.Perdata," ujar panitera MA, Soeroso Ono.

Jumat, 15 Juni 2012

Hakim: Kapten Bambang Aniaya Polisi Bisa Sulut Pertikaian TNI-Polri

Andi Saputra - detikNews

Jakarta Pengadilan Militer II/10 Semarang menghukum Kapten TNI AD Bambang Wahyudiono selama 1 bulan penjara karena mengeluarkan pistol dan menganiaya anggota polisi. Menurut majelis hakim, tindakan Kapten Bambang mencemarkan nama baik Kodam IV/Diponegoro. Bahkan bisa menyulut pertikaian antara TNI dengan Polri.

"Perbuatan terdakwa dapat menyulut pertikaian antara institusi TNI AD dan Polri," ujar ketua majelis hakim Mayor Chk (K) Siti Alifah seperti dilansir website Mahkamah Agung (MA), Jumat (15/6/2012).

Hal yang memberatkan lainnya yaitu perbuatan Kapten Bambang bertentangan dengan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Majelis hakim juga menilai perbuatan terdakwa yang sangat emosional menunjukan sifat terdakwa yang pemarah, egois dan arogan mau menang sendiri sehingga dengan semaunya memukul dan menyakiti orang lain.

"Akibat sifat dan perbuatan terdakwa yang emosional telah merugikan orang lain termasuk mencemarkan Kodam IV/Diponegora, dimana kesatuan terdakwa yaitu Babinminvetcaddam IV/Diponegoro juga ikut tercemar dengan perbuatan dan perilaku terdakwa," ungkap putusan yang diketok pada 16 Mei 2012 lalu.

Menurut majelis hakim yang juga beranggotakan Mayor Chk Asmawi dan Mayor Laut Koerniawaty, seharusnya perbuatan tersebut tidak perlu terjadi. Terlebih sebagai seorang perwira dapat menjadi contoh bagi bawahannya dan lebih bisa mengendalikan emosi serta menjaga kehormatan dirinya. Mengapa Kapten Bambang melakukan hal tersebut?

"Terdakwa melakukan tindak pidana ini karena terdakwa takut dikeroyok oleh massa yang ada di warung tersebut," ujarnya.

Adapun hal yang meringankan terdakwa yaitu Kapten Bambang belum pernah dipidana, menyesali perbuatannya dan telah meminta maaf kepada korban. "Terdakwa juga pernah tugas operasi Timor-Timur pada tahun 1988," ungkapnya.

Rabu, 13 Juni 2012

5 Kasus Ribut Antar Tetangga yang Berujung ke Proses Hukum

asp - detikNews

Jakarta Hidup bertetangga gampang-gampang susah. Bila komunikasi buntu, bisa berujung ke ranah hukum. Kasus terakhir terjadi di perumahan elite Citra Gran Cibubur, Bekasi, karena dipicu hewan piaraan anjing.

Berikut kasus ribut antar tetangga yang sampai ke ranah hukum seperti direkam detikcom, Senin (11/6/2012):

1. Kasus Seng Rumah

Di Pekanbaru, seorang bidan, Susanti, harus berurusan dengan pengadilan karena masalah pagar seng. Bahkan telah sampai ke pengadilan tertinggi, Mahkamah Agung (MA).

Kisah ini bermula saat Susanti merasa terganggu ulah tetangganya Wan Syamsul Herman yang membuat pagar seng di depan rumahnya. Syamsul memagari tanahnya dengan seng dan kayu seadanya. Pemagaran ini dinilai menganggu mata pencaharian Susanti.

Sebab gara-gara pagar tersebut, orang enggan datang ke praktik sang bidan. Akibatnya, Susanti menebas seng dan membabat tiang pancang pagar dengan menggunakan parang dan kapak. Tidak terima pagar sengnya dirusak, Syamsul pun mempolisikan Susanti.

Pada Februari 2009, PN Pekanbaru menjatuhkan vonis 8 bulan dengan masa percobaan 15 bulan. Putusan ini bertahan hingga kasasi MA.

2. Kasus Jalan Setapak

Peristiwa bermula saat dr Noer Muh Mujib Sp.PD bertengkar dengan tetangganya, Hu Sunjan. Mereka tinggal bertetangga di Jalan Kamboja No 13 Pejagalan, Sumenep, Jawa Timur. Posisi rumah Hu Sunjan berada di tepi jalan, sedangkan rumah dokter Mujib di belakangnya.

Hu Sunjan kadang menutupi jalan kecil ke rumah dokter spesialis penyakit dalam itu dengan tong sampah atau kerikil sehingga pasien tidak nyaman ke rumah dokter. Sunjan juga menyebar cerita miring tetangganya itu.

Tidak terima, maka sang dokter mengirimkan pesan pendek lewat ponsel pada 23 April 2008 yang meminta Hu Sunjan menghentikan upaya menghasut tersebut.

Mendapat SMS ini, Hu Sunjan lalu melaporkan ke Polres Sumenenp dan Mujib pun diproses secara hukum. Pada 10 Maret 2010, Pengadilan Negeri (PN) Sumenep membebaskan Mujib dari seluruh dakwaan. Tapi JPU ngotot dan melayangkan kasasi ke MA. Tetapi MA menolak kemauan jaksa itu.

3. Dituduh Mencuri Bambu

Kisah hukum bambu ini berawal pada April 2009 saat Ketut Caraka mengambil bambu ampel. Lalu pada 2 Mei 2009 sekitar pukul 15.00 WITA, Ketut Caraka menyuruh istrinya Ketut Pani untuk mengambil bambu yang sudah ditebang itu.

Ketut Sukadana, tetangga Ketut, tiba-tiba mengaku sebagai pemilik bambu merasa dirugikan sebesar Rp 100 ribu. Dia pun membawa pasutri itu ke meja hijau. Bahkan kedua petani ini sempat merasakan penjara selama 27 hari.

Pengadilan Negeri (PN) Singaraja, Bali, menghukum pasutri itu dengan hukuman penjara 1,5 bulan. Sepasang petani ini banding dan dikabulkan majelis hakim PT Denpasar dengan membebaskan mereka. Tak terima, jaksa kasasi. MA memutus dengan membebaskan keduanya pada 6 Maret 2012 lalu.

4. Komplek Bea Cukai, Jakarta Utara

Hidup bertetangga yang diwarnai keributan juga terjadi di Komplek Bea Cukai, Sukapura, Cilincing, Jakarta Utara. Yaitu antara Nur Aini Lubis dengan Barita Pardede yang rumahnya hanya berselang 2 rumah saja.

Syahdan, ada 29 November 2011 keduanya saling lapor ke Polsek Cilincing dan Nur Aini dijadikan tersangka pada 19 Desember 2011. Nur Aini diancam dengan pasal 315 KUHP tentang penghinaan di muka umum dengan ancaman maksimal 4,5 bulan penjara.

Beda Nur Aini, beda pula versi Barita. Menurut mantan karyawati Kedubes Meksiko di luar negeri ini, pertengkaran keduanya telah berlangsung lama.

"Saya orang berpendidikan, malu seperti ini terus berlarut-larut. Tapi dia mengulangi lagi. Terpaksa saya membawa kasus ini ke pengadilan hanya ingin memberikan efek jera kepada dia. Supaya jangan mengulangi lagi," papar Barita.

5. Kasus Citra Gran Cibubur

Kehidupan Erlinda di Citra Gran Cibubur, Bekasi, terusik dengan kehadiran 8 anjing milik tetangganya, Setiadi. Menurut suami Erlinda, Bambang Heru, anjing-anjing itu mengganggu kenyamanan di tempat tinggal. Apalagi, anak dia yang masih kecil sakit karena bulu anjing. Anaknya sampai ketakutan karena anjing itu.

Sedang pihak Setiadi mengaku, dia sudah lebih dahulu tinggal di kompleks itu sejak 2004. Sejak saat itu pula tidak pernah ada yang komplain, hingga pada 2009 keluarga Erlinda datang. Dia juga menuding Erlinda melempari rumahnya dengan batu.

Setiadi memolisikan Erlinda dengan pasal 355 KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Kasus ini masih didalami oleh Polsek Pondok Gede, Bekasi.

MA: Pembobolan ATM oleh Call Center Palsu Bukan Tanggung Jawab Bank

Andi Saputra - detikNews

 Jakarta Pernah mempunyai pengalaman kartu ATM tertelan mesin kemudian Anda menelepon call center? Periksalah dengan benar bahwa itu adalah call center resmi milik bank. Sebab bila call center itu palsu, uang di ATM Anda malah terkuras habis. Apalagi bank tidak bertanggung jawab atas uang yang digondol penipu tersebut.

Hal ini terungkap dalam putusan kasasi yang diajukan oleh nasabah Bank Mandiri, Muhajidin Tahir. Seperti dilansir dalam putusan kasasi MA, Rabu (13/6/2012), kasus tersebut bermula saat istri Muhajidin hendak mengambil uang dari rekening suaminya lewat ATM yang berlokasi di Pengadilan Negeri (PN) Gowa pada 16 Oktober 2010.

"Namun kartu tersebut tertelah hingga datang orang yang menawarkan bantuan. Orang tersebut meminta istri Muhajidin menghubungi call center," bunyi putusan setebal 22 halaman ini.

Lantas, istri Muhajidin bercakap-cakap dengan orang di nomor yang dianggap call center tersebut tanpa memastikan identitas petugas call center tersebut. "Belakangan diketahui orang yang bercakap-cakap tersebut call center palsu," tulis putusan MA di halaman 3.

Dalam percakapan tersebut, istri Muhajidin memberikan nomor PIN ATM ke call center palsu tersebut. Usai bercakap-cakap, istri Muhajidin meninggalkan ATM dengan kartu ATM masih tertinggal dalam mesin. Alangkah kagetnya Muhajidin dan istrinya ketika keesokan harinya mengecek tabungannya di kantor Bank Mandiri setempat, saldo Rp 45 juta miliknya amblas.

Merasa dirugikan, Mujahidin menggugat Bank Mandiri lewat Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) Makassar. Putusan BPSK tertanggal 26 April 2011 menghukum Bank Mandiri mengganti seluruh uang yang diambil call center palsu tersebut.

Tidak terima, lalu Bank Mandiri mengajukan keberatan ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Pada 28 Juli 2011, majelis hakim PN Makassar menguatkan putusan BPSK dan mengharuskan Bank Mandiri mengganti seluruh uang Muhajidin. Masih tidak terima, Bank Mandiri mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Apa kata MA?

"Membatalkan putusan PN Makassar. Menyatakan keputusan BPSK Makassar tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata ketua majelis hakim Rehngene Purba. Putusan yang diketok pada 27 Februari lalu ini juga diadili oleh dua hakim agung lainnya, Syamsul Ma'arif dan Djafni Djamal.

MA-Hoge Raad Belanda Sepakat Perkuat Kerjasama

Eddi Santosa - detikNews

 

Den Haag Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia dan De Hoge Raad der Nederlanden (HR) sepakat untuk memperkuat kerjasama melalui pembentukan Memorandum of Understanding (MoU) antara kedua pihak.

Demikian salah satu hasil pertemuan antara Ketua MA Hatta Ali dengan Presiden HR Gerts Corsten yang berlangsung di Den Haag, Selasa (12/6/2012) waktu setempat.

Ketua MA didampingi oleh Duta Besar RI Luar Biasa Berkuasa Penuh untuk Kerajaan Belanda Retno Lestari Priansari Marsudi.

Dalam pertemuan tersebut antara lain dibahas tema yang akan dituangkan dalam MoU, yaitu tema kelembagaan meliputi struktur lembaga, manajemen kasus, arus masuk kasus ke MA, tema yuridis, dan tema operasional.

Di samping itu juga mekanisme kerja implementasi MoU antara lain melalui pembentukan Kelompok Kerja (pokja) yang didasarkan pada tiga tema tersebut, demikian Dubes dalam keterangan pers kepada detikcom.

Pertemuan juga menyepakati untuk segera mengomunikasikan nama-nama anggota pokja dari masing-masing pihak.

Ditambahkan bahwa kerjasama antara MA-HR telah berlangsung dengan baik sejauh ini. MoU ini akan menandai dilakukan kerjasama lebih kuat dan lebih terstruktur antara kedua lembaga tersebut.

"Untuk semakin memperkuat hubungan antara MA-HR, Presiden Hoge Raad beserta jajarannya diharapkan juga dapat melakukan kunjungan ke Indonesia pada akhir tahun 2012," pungkas Dubes.

Selasa, 12 Juni 2012

Pelaksanaan Eksekusi Harus Perhatikan KUHAP

INILAH.COM, Jakarta - Komisi III DPR mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) agar memperhatikan ketentuan pasal 197 KUHAP dalam pelaksanaan eksekusi.

Hal tersebut menyusul maraknya putusan Mahkamah Agung (MA) yang batal demi hukum namun tetap akan dilakukan eksekusi oleh pihak jaksa.

Wakil Ketua Komisi III Tjatur Sapto Edy usai Rapat Dengar Pendapat antara Kejagung RI dengan Komisi III di gedung DPR, Senin (11/6/2012) mengingatkan agar Jaksa Agung berpegangan pada KUHAP dalam pelaksanaan eksekusi.

"Supaya Jaksa Agung memperhatikan soal pelaksanaan putusan itu. Melaksanakan putusan melihat batas waktu berdasarkan pasal 197 KUHAP. Intinya kita melakukan pengawasan, salah satunya pelaksanaan pasal 197 KUHAP," tegas Tjatur.

Tjatur juga meminta kepada jaksa-jaksa agar mematuhi KUHAP dalam melaksanakan eksekusi atas putusan MA. DPR sendiri akan melakukan pengawasan langsung terhadap persoalan eksekusi ini.

"Untuk memperhatikan tata cara dan batas waktu pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan sesuai dengan ketentuan pasal 197 Kuhap," kata politisi PAN tersebut.

Sementara itu, menanggapi desakan ini Jaksa Agung Basrief Arief memastikan akan tetap melakukan eksekusi terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Kita akan tetap mengekskusi putusan yang berkekuatan hukum tetap," kata Basrief.

Dan untuk putusan yang batal demi hukum, basrief memastikan akan mematuhi aturan KUHAP. [gus]

Jumat, 01 Juni 2012

Usai Diputus MA, Pulau Berhala Diperebutkan di MK

Salmah Muslimah - detikNews

Jakarta Perebutan Pulau Berhala antara Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) versus Provinsi Jambi telah diputus Mahkamah Agung (MA) dengan putusan pulau tersebut milik Kepri. Namun perebutan belum selesai sebab gelanggang dipindahkan ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Kedua provinsi bertetangga ini saling menggugat tiga UU sekaligus yaitu UU No 25/2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri, UU No 31/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga dan UU No 54/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

"Insya Allah putusan ketiga UU ini tidak akan saling bertentangan," kata ketua majelis panel, Anwar Usman, dalam sidang di Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Jumat (1/6/2012).

Dalam sidang pendahuluan ini, hakim konstitusi Fadhil Sumadi meminta berbagai perbaikan permohonan. Sebab permohonan tersebut belum dijelaskan secara lugas apa saja kerugian para pemohon dengan UU tersebut.

"Uraian mengenai pertentangan itu tidak ada. Apa kaitan pembagian administrasi pemerintahan dengan perspektif historis? Apa hubungannya antara ciri Nusantara dengan administrasi? Apa maksudnya perjuangan secara kolektif?" ujar Fadhil memberikan nasihat.

Adapun hakim konstitusi lain, M Alim menyatakan, MK tidak bisa membatalkan UU tanpa ada pelanggaran terhadap UUD 1945. Sebab kedudukan MK setara dengan DPR dan presiden.

"Dalam posisi yang sama, MK tidak bisa membatalkan UU. MK hanya bisa menyatakan bertentangan dengan UUD 1945. Di sini, MK tidak berhak membatalkan UU, hanya berhak menyatakan bertentangan dengan UUD 1945," ujar Alim. Sidang akan dilanjutkan pada Rabu, 13 Juni 2012.

Dalam sidang ini, Pemprov Jambi menggugat UU No 25/2002 tentang Pembentukan Provinsi Kepri dan UU No 31/2003 tentang Pembentukan Kabupaten Lingga. Sedang Pemprov Kepri menggugat UU No 54/1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi, dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur.

Sengketa Pulau Berhala ini berlangsung sejak 1982 silam. Sebelum Kepri menjadi provinsi tersendiri, pulau tersebut dipertahankan Provinsi Riau. Namun usai pemekaran provinsi, Pulau Berhala menjadi sengketa.

Pulau Berhala memiliki topografi bergunung dengan hutan lebat dan pantai dengan pasir yang putih bersih. Pada awal dan akhir tahun, pantai Pulau Berhala menjadi tempat persinggahan penyu untuk bertelur.

Kondisi pulau sangat alami dan belum memiliki penduduk. Saat ini pulau dijaga oleh TNI AL.

Pembawa shabu 6,9 kg divonis 20 tahun

Jumat, 1 Juni 2012 00:21 WIB | 951 Views
Medan (ANTARA News) - Seorang warga Aceh, Noerdin Muhammad Amin (41) alias Tudin divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis, karena terbukti membawa shabu-shabu seberat 6,9 kg dalam kotak pembungkus kue.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumut, Dwi Meily Nova menuntut terdakwa Noerdin dengan ancaman hukuman mati.

Majelis Hakim PN Medan diketuai M Ramli Amat Darasah dalam amar putusannya menyebutkan, terdakwa tersebut juga dihukum membayar denda senilai Rp8 miliar.

Selain itu, terdakwa juga dipersalahkan melanggar Pasal 114 (2) Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa tidak ikut membantu program pemerintah dalam memberantas narkoba.

Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui segala kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan melanggar hukum tersebut.

Bahkan, usai pembacaan vonis yang disampaikan oleh majelis hakim PN Medan itu, terdakwa Noerdin menangis dan meneteskan air mata karena dirinya terbebas dari ancaman hukuman mati yang dituntut JPU.

Keluarga Noerdin yang datang dari Provinsi Aceh turut menyaksikan sidang tersebut juga ikut menangis tersedu-sedu karena mengetahui terdakwa hanya dihukum 20 tahun penjara.

Ruangan sidang di Pengadilan Negeri kelas I Medan itu, berubah penuh isak tangis dan bercampur haru.


Dituntut Hukuman Mati

Sebelumnya, JPU dari Kejati Sumut, Dwi Meily Nova menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Noerdin Muhammad Amin karena membawa shabu-shabu seberat 6,9 kg.

Perbuatan membawa narkoba yang dilakukan terdakwa terungkap saat berada di terminal keberangkatan Domestik Bandara Polonia Medan, Jumat 4 November 2011.

Seperti biasanya, sebelum penumpang menaiki pesawat terbang, setiap barang bawaan akan diperiksa dengan menggunakan mesin X-Ray yang disediakan petugas keamanan di Bandara Polonia.

Namun, ketika barang berupa tas hitam dan kotak kue milik terdakwa itu melewati mesin X-Ray, seperti ada kecurigaan dari petugas, sehingga mengamankannya ke sebuah ruangan yang ada di bandara tersebut.

Kemudian saat barang tas dan kotak kue milik terdakwa itu diperiksa petugas Bea Cukai, ternyata berisi tujuh bungkus plastik klip bening tembus pandang yang berisi shabu-shabu.

Bahkan, kata JPU, isi ketujuh bungkusan yang berwarna bening itu, setelah ditimbang mencapai berat 6,955 kg shabu-shabu.

Selanjutnya terdakwa warga Desa Awegutah Kecamatan Pesangan Matang Glumpang II Kabupaten Bireuen Aceh Utara, Lhokseumawe bersama barang bukti narkotika itu diserahkan kepada Seksi Panindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Medan.

Seterusnya terdakwa yang hanya berpendidikan SMP itu, dibawa ke kantor Dit Narkoba Polda Sumut guna proses lebih lanjut.

Tujuan terdakwa yang diamankan petugas di Bandara Polonia Medan itu ke Jakarta. (M034/E008)

Pembawa shabu 6,9 kg divonis 20 tahun

Jumat, 1 Juni 2012 00:21 WIB | 891 Views
Medan (ANTARA News) - Seorang warga Aceh, Noerdin Muhammad Amin (41) alias Tudin divonis 20 tahun penjara di Pengadilan Negeri (PN) Medan, Kamis, karena terbukti membawa shabu-shabu seberat 6,9 kg dalam kotak pembungkus kue.

Sebelumnya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Sumut, Dwi Meily Nova menuntut terdakwa Noerdin dengan ancaman hukuman mati.

Majelis Hakim PN Medan diketuai M Ramli Amat Darasah dalam amar putusannya menyebutkan, terdakwa tersebut juga dihukum membayar denda senilai Rp8 miliar.

Selain itu, terdakwa juga dipersalahkan melanggar Pasal 114 (2) Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.

Hal-hal yang memberatkan terhadap terdakwa tidak ikut membantu program pemerintah dalam memberantas narkoba.

Sedangkan hal-hal yang meringankan adalah terdakwa mengakui segala kesalahannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatan melanggar hukum tersebut.

Bahkan, usai pembacaan vonis yang disampaikan oleh majelis hakim PN Medan itu, terdakwa Noerdin menangis dan meneteskan air mata karena dirinya terbebas dari ancaman hukuman mati yang dituntut JPU.

Keluarga Noerdin yang datang dari Provinsi Aceh turut menyaksikan sidang tersebut juga ikut menangis tersedu-sedu karena mengetahui terdakwa hanya dihukum 20 tahun penjara.

Ruangan sidang di Pengadilan Negeri kelas I Medan itu, berubah penuh isak tangis dan bercampur haru.


Dituntut Hukuman Mati

Sebelumnya, JPU dari Kejati Sumut, Dwi Meily Nova menuntut hukuman mati terhadap terdakwa Noerdin Muhammad Amin karena membawa shabu-shabu seberat 6,9 kg.

Perbuatan membawa narkoba yang dilakukan terdakwa terungkap saat berada di terminal keberangkatan Domestik Bandara Polonia Medan, Jumat 4 November 2011.

Seperti biasanya, sebelum penumpang menaiki pesawat terbang, setiap barang bawaan akan diperiksa dengan menggunakan mesin X-Ray yang disediakan petugas keamanan di Bandara Polonia.

Namun, ketika barang berupa tas hitam dan kotak kue milik terdakwa itu melewati mesin X-Ray, seperti ada kecurigaan dari petugas, sehingga mengamankannya ke sebuah ruangan yang ada di bandara tersebut.

Kemudian saat barang tas dan kotak kue milik terdakwa itu diperiksa petugas Bea Cukai, ternyata berisi tujuh bungkus plastik klip bening tembus pandang yang berisi shabu-shabu.

Bahkan, kata JPU, isi ketujuh bungkusan yang berwarna bening itu, setelah ditimbang mencapai berat 6,955 kg shabu-shabu.

Selanjutnya terdakwa warga Desa Awegutah Kecamatan Pesangan Matang Glumpang II Kabupaten Bireuen Aceh Utara, Lhokseumawe bersama barang bukti narkotika itu diserahkan kepada Seksi Panindakan dan Penyidikan Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe A2 Medan.

Seterusnya terdakwa yang hanya berpendidikan SMP itu, dibawa ke kantor Dit Narkoba Polda Sumut guna proses lebih lanjut.

Tujuan terdakwa yang diamankan petugas di Bandara Polonia Medan itu ke Jakarta. (M034/E008)

Kapolda: 57 masalah tanah berpotensi picu konflik

Kamis, 31 Mei 2012 23:57 WIB | 1215 Views
Konflik horizontal sering terjadi di sejumlah daerah, karena faktor penyelesaian masalah yang tidak tuntas. Ketika ada masalah baru muncul lagi, sehingga begitu cepat menjadi besar."
Berita Terkait
Padang (ANTARA News) - Kapolda Sumatera Barat Brigjen Polisi Wahyu Indra Pramugari mengatakan sekitar 57 masalah lahan di Sumbar, berpotensi menimbulkan konflik sosial, sehingga perlu menjadi perhatian semua elemen masyarakat di daerah.

Kapolda Sumbar Brigjen Polisi Wahyu Indra Pramugari mengungkapkan hal ini pada Apel Bersama Deteksi dan Cegah Dini, di Padang, Kamis. Hadir dalam kesempatan itu, Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Ketua DPRD provinsi Yultekhnil, bupati/wali kota, Danrem 032 Wirabraja, tokoh Adat, Babinkamtibmas, Babinsa, wali nagari, kepala desa dan lurah se-Sumbar.

Kapolda menyebutkan, masalah lahan yang berpotensi menimbulkan anarkis itu, terdapat sekitar 41 tentang Hak Guna Usaha (HGU) di Pasaman Barat dan Agam serta wilayah lainnya.

Selain itu, sekitar 16 masalah Izin Usaha Pertambangan (IUP) terdapat pada sejumlah kabupaten dan kota, di antaranya Solok dan Solok Selatan.

Menurut dia, guna melakukan upaya pencegahan agar tidak timbul masalah anarkis harus ada tim yang melibatkan berbagai elemen untuk mempertemukan berbagai pihak tersebut.

Sebab, melalui upaya mediasi diyakini akan dapat mencegah potensi konflik yang ada, sehingga tak menggangu ketertiban dan keamanan masyarakat.

"Menjaga gangguan kantibmas tentu bukan saja tugas personel kepolisian, tapi diperlukan peran serta masyarakat terhadap lingkungan dan wilayahnya," ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Wahyu mengatakan, forum bersama ini akan semakin dikembangkan sampai tingkat kabupaten/kota, bahkan ke tingkat kecamatan dan nagari, desa serta lurah.

Apel bersama yang gagas Polda Sumbar, baru merupakan tonggak awal dan ke depan setiap wilayah dapat membentuk forum deteksi dan pencegahan dini.

Terkait, persoalan yang dapat memicu timbulkanya konflik sosial sudah sampai ke pelosok Sumbar, makanya soliditas dan sinergitas berbagai elemen sangat dibutuhkan.

Melalui forum bersama tingkat terendah nantinya dapat diberi masukan dan pendalaman kepada jajaran pemerintah nagari dan tokoh masyarakat, bagaimana langkah-langkah dalam deteksi dan cegah dini tersebut.

"Intinya adanya forum bersama deteksi dan cegah dini yang berhadapan langsung dengan masyarakat, harus memberi manfaat terhadap ketertiban dan ketentraman," ujarnya.

Komandan Korem 032/Wirabraja Kolonel Inf. Amrin mengatakan, situasi yang aman merupakan modal dasal dalam pelaksanaan kegiatan ekonomi, pembangunan maupun bidang keagamaan.

Selain itu, diminta semua elemen pemerintahan dan masyarakat jangan membiarkan masalah-masalah kecil sampai meluas. Makanya, penyelesaian setiap masalah harus sampai tuntas.

"Konflik horizontal sering terjadi di sejumlah daerah, karena faktor penyelesaian masalah yang tidak tuntas. Ketika ada masalah baru muncul lagi, sehingga begitu cepat menjadi besar," ujarnya.

Justru itu, tambah Danrem, kembali aktifkan sistem keamanan lingkungan di wilayah masing-masing, sehingga ada dapat mendeteksi dan mencegah terhadap setiap potensi ganguan keamanan masyarakat. (ANT)

Hakim penjarakan bandar narkoba 11 tahun

Kamis, 31 Mei 2012 21:29 WIB | 658 Views
Vonis penjara yang dijatuhkan itu sesuai dengan hukuman bagi para bandar narkoba berdasarkan pasal 114 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika
Berita Terkait
Makassar (ANTARA News) - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar memvonis Indra Lesmana Siregar alias Tigor selama 11 tahun penjara atas perbuatannya yang terbukti menjadi bandar peredaran narkoba di Makassar.

"Vonis penjara yang dijatuhkan itu sesuai dengan hukuman bagi para bandar narkoba berdasarkan pasal 114 Undang-undang Nomor 35 tahun 2009 tentang narkotika," tegas Ketua Majelis Hakim, Nathang Lambe di Makassar, Kamis.

Ia mengatakan terdakwa Tigor yang diperhadapkan dalam meja persidangan tersangkut kasus narkotika jenis sabu-sabu sebanyak 120 gram yang telah diperjualbelikannya.

Tigor sendiri merupakan bandar narkoba yang selama ini menjadi target aparat kepolisian lantaran dikenal seringkali memasok barang terlarang di Makassar.

Tigor berhasil dibekuk Satuan Narkoba Polrestabes Makassar 29 November 2011 lalu di Komplek Puri Taman Sari, Kecamatan Rappocini, Makassar. Dari tangan terdakwa polisi berhasil menyita barang bukti 120 gram sabu-sabu senilai Rp200 juta lebih.

Selain itu polisi juga mengamankan sejumlah barang lainnya seperti alat timbangan digital yang digunakan terdakwa dalam menimbang barang haram tersebut sebelum diedarkan atau diperjual belikan.

Terdakwa berhasil dibekuk, setelah Satuan Barkoba Polrestabes Makassar mendapatkan informasi dari AA yang lebih awal diciduk di Jalan Ance Daeng Ngoyo, Kecamatan Panakkukang. AA diduga merupakan salah satu kurir yang memasarkan barang milik Tigor.

Dalam amar putusan Nathang lambe didampingi dua hakim anggota lainnya yakni Jony Simanjuntak dan Frenky T, terdakwa juga dikenakan denda senilai Rp1 miliar serta subsidair enam bulan kurungan penjara.

"Jika terdakwa tidak dapat melunasi pembayaran denda, maka penggantinya adalah kurungan enam bulan penjara," ucapnya.

Hukuman yang membelit bandar sabu ini, lebih ringan dibandingkan dengan amar tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Arie Chandra, dimana terdakwa dituntut 13 tahun penjara.

"Kami pikir-pikir terlebih dulu untuk mengajukan proses banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Sulsel dan tergantung keputusan terdakwa karena yang bersangkutan selama proses persidangan tanpa didampingi pengacara," terangnya.
(T.KR-MH/Z003)

Rabu, 09 Mei 2012

Divonis Hakim, Nunun Berharap Dibebaskan

VIVAnews - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu 9 Mei 2012, dijadwalkan akan membacakan vonis untuk terdakwa suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004, Nunun Nurbaetie Daradjatun. Menurut jadwal, sidang pembacaan vonis Nunun akan digelar mulai pukul 10.00 WIB.

Menalui pengacaranya, Ina Rachman, istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun itu berharap dibebaskan dari segala dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum. "Namun apapun yang menjadi keputusan majelis hakim, kami akan sangat menghargainya," kata pengacara Nunun, Ina Rachman, kepada VIVAnews.

Menurut doa, yang terpenting bagi kliennya adalah kesehatan, sehingga mampu mengikuti pembacaan putusan hakim itu. "Kami tim pengacara hanya mempersiapkan kesehatan ibu agar sanggup mengikuti sidang putusan," ujarnya.

Pengacara Nunun lainnya, Mulyaharja, menilai harapan bebas bukan sesuatu yang muluk. Menurutnya, dakwaan dan tuntutan Jaksa hanya bersandar pada keterangan Ari Malangjudo yang pernah punya hubungan dengan kepada bekas buronan yang ditangkap di Thailand itu. Apalagi hubungan keduanya kurang baik.

"Sehingga secara yuridis kesaksian AM tidak punya nilai apalagi tidak berkesesuaian dengan saksi saksi lain, dan juga telah dibantah oleh keterangan ibu NN sendiri selaku terdakwa," tandasnya.

Sebelumnya, JPU menuntut Nunun empat tahun penjara. Selain itu Jaksa juga meminta Majelis Hakim menjatuhkan hukuman denda pada Nunun sebesar Rp200 juta.

Dalam pembacaan tuntutan di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Senin 23 April 2012, Jaksa yang diketuai M Rum menilai Nunun terbukti melanggar Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 5 ayat (1) huruf b yang mengatur pidana menyuap.

KPK Berharap Hakim Nyatakan Nunun Bersalah Menyuap Anggota Dewan

Fajar Pratama - detikNews

Jakarta Nasib tersangka Nunun Nurbaetie akan diputus hari ini oleh majelis hakim pengadilan negeri Tipikor. KPK selaku penuntut umum berharap hakim akan memutus Nunun bersalah, sebagaimana tuntutan mereka.

"Kami berharap apa yang dituntut KPK dikabulkan oleh hakim," tutur Jubir KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (8/5/2012) malam.

Sebelumnya, Jaksa KPK menilai Nunun Nurbaetie telah terbukti menyuap anggota DPR terkait kemenangan Miranda Gultom sebagai Deputi Gubernur Senior BI. Jaksa menuntut sosialita ini selama 4 tahun penjara, denda Rp 200 juta plus sita Rp 1 miliar.

Surat tuntutan ini dibacakan secara bergantian oleh enam orang jaksa yang diketuai oleh M Rum di Pengadilan Tipikor, Jl HR Rasuna Said, Jaksel, Senin (23/4/2012).

"Meminta majelis hakim untuk menyatakan terdakwa bersalah telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidan korupsi," ujar M Rum.

Selain hukuman badan, jaksa juga menuntut istri mantan Wakapolri Adang Daradjatun ini membayar uang denda. Jumlahnya mencapai Rp 200 juta dan meminta uang Rp 1 miliar yang dicairkan oleh sekretaris Nunun, Sumarni, dirampas untuk negara.

Jaksa menilai Nunun melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf b UU Pemberantasan Korupsi. Ancaman maksimal untuk pasal ini adalah 5 tahun penjara dan hukuman minamal 1 tahun penjara.

Perjalanan Dinas Sedot 1,6 Persen APBN

 Jpnn
JAKARTA - Anggaran perjalanan dinas eksekutif terus membengkak dari tahun ke tahun. Pada 2009 realisasinya mencapai Rp 15,2 triliun. Sedangkan pada 2012 anggaran yang dialokasikan untuk perjalanan dinas kementerian/lembaga sudah mencapai Rp 23,9 triliun. Jumlah itu sekitar 1,6 persen dari nilai total APBN 2012 sebesar Rp 1.418 triliun.


"Pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY, kelihatannya tidak akan mau melakukan pemangkasan perjalanan dinas kementerian atau lembaga. Jangankan memperketat anggaran perjalanan dinas, SBY malah membeli pesawat kepresidenan sendiri," sindir Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kemarin (8/5).

Uchok menjelaskan, dari Rp 23,9 triliun itu, sebanyak Rp 18 triliun dialokasikan untuk perjalanan dinas PNS. Sebelumnya persoalan tersebut telah diakui sendiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar.

"Penafsiran saya, PNS mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 18 triliun itu dan alokasi anggaran Rp 5,9 triliun untuk pejabat publik, seperti menteri, anggota DPR, dan Sekjen kementerian atau lembaga. Jadi, totalnya sebesar Rp 23,9 triliun," terang Uchok.

Dia menyebut bahwa kecenderungan untuk memperbesar anggaran kunjungan kerja (kunker) itu memang luar biasa. Pada 2009 alokasinya sebesar Rp 2,9 triliun. Tapi, melalui APBN Perubahan 2009, angka tersebut melonjak jadi Rp 12,7 triliun. "Bahkan membengkak jadi Rp 15,2 triliun pada realisasinya," ungkap Uchok.

Hal yang sama, lanjut Uchok, terjadi pada 2010. Saat itu APBN menetapkan anggaran sebesar Rp 16,2 triliun dan pada APBN Perubahan 2010 membengkak jadi Rp 19,5 triliun.

Semangat untuk menambah anggaran kunker semakin terasa pada 2011. Usul yang muncul pada RAPBN adalah Rp 20,9 triliun. "Tapi, pemerintah dan DPR justru menaikkan jadi Rp 24,5 triliun pada APBN 2011 yang disahkan," ucap Uchok. Tanpa ada perubahan yang berarti, perjalanan dinas kementerian/lembaga untuk RAPBN 2012 ini mencapai Rp 23,9 triliun.

Menurut Uchok, anggaran perjalanan dinas kementerian/lembaga atau perjalanan dinas PNS tersebut seharusnya dipangkas DPR saat melakukan pembahasan APBN bersama pemerintah. Dengan kata lain, banyak alokasi perjalanan dinas PNS yang berasal dari persetujuan DPR sendiri. "Kalau DPR tidak menyetujui, misalnya, perjalanan dinas PNS sebesar Rp 18 triliun itu tidak akan pernah ada dalam APBN," tandasnya.

Tapi, Uchok pesimistis DPR akan memotong anggaran perjalanan dinas PNS. Soalnya, anggaran perjalanan dinas DPR juga sangat besar. Pada 2012 ini anggaran kunker DPR Rp 140 miliar. "Terlalu besar dan mahalnya alokasi anggaran DPR ini menjadikan DPR enggan melakukan pemangkasan anggaran PNS," tegas dia.

Padahal, imbuh Uchok, setiap tahun selalu terjadi penyimpangan anggaran perjalanan dinas PNS. Hasil audit BPK menemukan adanya penyimpangan Rp 73,5 miliar yang mencakup 35 kementerian/lembaga pada 2009. Kemudian, pada 2010, temuan semakin meningkat menjadi Rp 89,5 miliar oleh 44 kementerian/lembaga. "Aparat penegak hukum harus menyeret oknum kementerian atau lembaga yang melakukan penyalahgunaan perjalanan dinas," cetusnya.

Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier mengakui bahwa sebagian besar perjalanan dinas memang tidak begitu efektif. Bahkan hanya menjadi biaya jalan-jalan sekaligus mendapatkan pemasukan (income). "Sudah  begitu, sering dibengkakkan waktunya. Sehari bikin laporan lima hari," ungkap Fuad setelah menjadi pembicara di Rumah Perubahan 2.0 kemarin.

Fuad menyarankan DPR dan pemerintah bersama-sama melakukan reformasi total terhadap APBN. Harus ada rasionalisasi di semua pos anggaran. "Hanya dengan cara itu APBN bisa kembali digunakan untuk membangun. Bukan habis untuk pegawai birokrasi saja," sindirnya. (pri/c9/agm)

Status Hakim jadi Awal Persoalan

 Jpnn
JAKARTA- Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Masur mengatakan, pihaknya menyadari keberadaan hakim merupakan pejabat negara yang harus diperhatikan kesejahteraan dan hak-haknya.


"Kami memiliki kesamaan pandangan dengan KY terkait apa yang menjadi tuntutan para hakim, dan tentu persoalan status para hakim ini yang menjadi awal persoalannya," ungkapnya, kemarin (7/5).

Seperti diketahui, MA, KY, Kemenkeu, Kementerian Setneg, dan Kemenpan RB telah sepakat membentuk Tim Kecil untuk merumuskan status hakim serta tunjangan yang seharusnya menjadi hak pejabat negara tersebut.

Sementara mengenai tuntutan kesejahteraan para hakim, lanjut Ridwan, hal tersebut dengan sendirinya akan menyusul jika status tersebut dimiliki oleh para hakim. Hanya saja, ia mengaku tak mengetahui persis berapa nominal kemungkinan kenaikan kesejahteraan yang sedang digodok dalam Tim tersebut.

“Saat ini, MA sebagai leading sector dari tim kecil ini tengah mempersiapkan sejumlah narasi yang akan diusulkan dalam pembahasan internal. Dalam persiapan pertemuan tersebut, sangat  diperlukan sejumlah panduan dalam format Term of Reference (TOR), terutama terkait penentuan jumlah kenaikan kesejahteraan hakim," paparnya.

Bulan lalu, Ketua Muda Pembinaan MA, Widayatno dalam pertemuan antara lima lembaga negara itu mengatakan, tuntutan yang dilakukan oleh para hakim terkait status pejabat negara, tunjangan, dan fasilitas yang sehuarus didapat para hakim itu akan ditindaklanjuti oleh Tim Kecil gabung dari kelima lembaga tersebut.

"Tim ini nantinya tidak hanya membahas masalah gaji dan tunjangan, tetapi juga mengembalikan statusnya (hakim, red) sesuai dengan UU Kekuasaan Kehakiman, yaitu sebagai pejabat negara," ujarnya.(ris)


Selasa, 08 Mei 2012

Gara-gara Cekcok dengan Istri Polisi, Ade Ditahan Polres Sukabumi

Indra Subagja - detikNews

Jakarta Ade Abidin (56) bak jatuh tertimpa tangga. Sudah istrinya Sutiasih (58) luka-luka karena kecelakaan, dia pun mesti meringkuk di tahanan. Pangkal musababnya, dia terlibat kecelakaan dengan seorang perempuan yang ternyata istri salah seorang pimpinan kepolisian di Polsek Salabintana, Sukabumi.

Peristiwa ini terjadi pada Minggu (22/4) lalu. Saat itu, Ade dan istrinya tengah melintas di kawasan Jl Veteran, Kota Sukabumi. Ade melaju dengan kecepatan sedang. Namun, tiba-tiba dari arah berlawanan, datang sebuah mobil Honda Jazz yang dikendarai istri polisi tersebut.

Mobil istri polisi itu hendak menyalip mobil box yang ada di depannya. Mobil Jazz itu menyalip dengan mengambil jalur yang dilalui Ade. Tak menyangka ada mobil yang tiba-tiba mengambil jalurnya dari arah berlawanan, Ade yang mengendari motor Honda Beat mengerem mendadak.

"Bapak rem-nya pakem, tapi ibu jatuh dari motor," kata Sutiasih sambil terisak menuturkan pengalaman buruknya, Selasa (8/5/2012).

Kaki istrinya mengalami luka-luka karena terjatuh dari motor itu. Nah, yang membuat Ade naik pitam, sang istri polisi itu tidak berhenti melihat dia dan istrinya jatuh dari motor. Padahal jelas-jelas, sang istri polisi itu yang mengambil jalur.

"Bapak langsung mengajak ibu naik motor lagi, dan mengejar mobil itu," terang Sutiasih.

Setelah bergegas, mobil itu pun kena dikejar. Tapi saat diminta menepi, sang istri polisi itu malah mengacungkan jari tengah.

"Bapak makin marah waktu ibu itu malah ngacungin jari tengahnya," tutur Sutiasih.

Dia, sebenarnya sudah meminta suaminya yang bekerja wiraswasta itu untuk tidak emosi. Kondisi dia pun hanya luka ringan di bagian kaki. Tapi suaminya ngotot, karena kesal dengan sikap istri polisi itu yang malah tancap gas tidak meminta maaf bahkan menghentikan mobilnya.

"Mobil itu langsung dipepet dan diminta berhenti. Begitu turun dari motor bapak langsung nyamperin mobil itu. Tapi bapak malah ditarik jaketnya, bapak nepis tangan ibu itu, kemudian menampar si ibu. Tapi itu benar tidak sengaja karena emosi. Terus orang-orang datang misahin," terang Sutiasih yang tak berhenti menangis memikirkan nasib suaminya.

Atas saran orang-orang di sekitar, akhirnya dia dan suaminya pergi. Namun di perjalanan, tiba-tiba dua orang berpakaian preman datang dan menghentikan kendaraannya. Kedua orang itu mengaku polisi. Sutiasih dan suaminya diminta ikut ke Polsek Salabintana.

"Kita ikut saja, katanya mau ada yang mau diselesaikan. Tahunya, si ibu itu istrinya polisi. Terus kita ditemuin sama Kapolsek, enggak lama kita dibawa ke Polres Sukabumi," jelasnya.

Di Polsek, dia bersama suaminya dipersalahkan atas dugaan penganiayaan. Polisi sama sekali tidak menyinggung soal kecelakaan lalu lintas yang menimpa dia dan suaminya. Tidak lama, Minggu malam itu dia dibawa ke Mapolres Sukabumi.

"Semalaman didiamkan, enggak diperiksa apa-apa. Ibu sama bapak tidur di kursi, nginep di kantor polisi," imbuhnya.

Kemudian, pada Senin (23/4) siang, suaminya diperiksa. Akhirnya pada sore hari disebut suaminya resmi ditahan.

"Ibu sampai pingsan di kantor polisi, salah apa ibu sama bapak. Ibu terus pulang salat minta tolong sama Allah," jelasnya.

Ade resmi ditahan atas dugaan penganiayaan. Sutiasih mengaku tidak tahu soal itu. Saat diperiksa pun dia hanya tanda tangan saja. Hanya saja, seorang penyidik menyuruhnya meminta maaf kepada pimpinan Polsek Salabintana.

"Kalau dimaafkan, suami saya bisa bebas," tutur Sutiasih sedih.

Sayangnya, detikcom yang mencoba melakukan konfirmasi kepada Polsek Salabintana tidak mengangkat telepon. SMS yang dikirimkan pun tidak berbalas.

Kapolres Sukabumi AKPB W Urif Laksana yang pada Senin (7/5) sempat dikonfirmasi detikcom mengaku tidak tahu soal kasus itu. "Nanti saya cek dulu," imbuhnya.

Sedang pada pagi ini, saat dikonfirmasi, Urif tidak mengangkat teleponnya.

Sedang seorang penyidik yang dikonfirmasi detikcom, namun meminta namanya tidak disebut menyebut. Ade dijerat pasal 351 KUHP. Alasan penahanan karena rumah Ade yang jauh dari Polres dan takut melarikan diri.

Selasa, 13 Maret 2012

Surat Terbuka Dosen IPB untuk Presiden SBY
Sabtu, 21 Januari 2012 , 10:43:00 WIB

RMOL

PRESIDEN SBY/IST

  

SEMOGA surat elektronik ini menjumpai Anda dalam keadaan sehat, dan tidak sedang dirundung resah dengan keadaan negeri ini, seperti saya sedang resah oleh karenanya.

Yth Presiden RI, pekan-pekan ini negeri ini menyaksikan gejolak gerakan anarkhis yang tak terhitung jumlahnya di desa-desa dan aras bawah lapisan sosial negeri ini. Sekiranya Anda dulu saat belajar di IPB sempat mempelajari ilmu-ilmu sosiologi pedesaan, maka Anda akan segera paham bahwa akar persoalan itu sesungguhnya bukan kekerasan biasa. Gejolak ini berakar kuat pada krisis pedesaan di pelosok-pelosok negeri yang bertali-temali dengan krisis penguasaan sumber-sumber penghidupan (tanah, air, hutan, dsb). Sayangnya, waktu terlalu cepat dan anda tidak sempat berkenalan dengan sosiologi pedesaan.

Dengan ini, hendak dikatakan bahwa krisis yang terjadi bukanlah krisis ekonomi biasa, tetapi krisis itu berkaitan erat dengan suasana kebatinan sosiologis rakyat Indonesia di pedesaan yang penghidupannya merasa terancam.

Krisis pedesaan itu sebenarnya bertali-temali dengan krisis kependudukan dan krisis ekologi yang menambah warna krisis pedesaan semakin kelam. Dalam suasana krisis yang kelam tersebut, rakyat menghadapi jalan buntu kemana mereka hendak memastikan jaminan hak-hak hidup mereka. Jalan buntu yang lebih membuat frustrasi adalah tak ada jalan kemana mereka mengadu, karena negara [dengan seluruh perangkatnya] menjadi terlalu asing bagi mereka. Negara menjadi asing karena negara lebih suka mendengar bukan suara orang-orang desa, melainkan suara lain dari pihak yang selama ini berseberangan dengan orang-orang desa (suara pemodal yang berselingkuh dengan para rent-seeker negeri ini).

Yth Presiden RI, bila rakyat menjadikan anarkhisme dan radikalisme sebagai habitus/cara-hidup (terlebih dibumbui dengan kekerasan dan perilaku kriminal) seperti yang mereka tunjukkan hari-hari ini pada laporan media TV-TV nasional, itu tentu bukanlah sifat orang-orang negeri ini yang sebenar-benarnya yang dikenal santun dan penuh harmoni. Kekerasan dan anarkhi juga bukan cita-cita moral para founding fathers kita tatkala mereka menyusun Pembukaan UUD 1945 yang masih kita junjung tinggi bersama.

Namun, kekerasan demi kekerasan yang mereka tunjukkan adalah sekedar reaksi atas kekerasan demi kekerasan yang menghampiri mereka setiap hari, yang telah dilakukan oleh pihak lain yang seharusnya justru melindungi mereka.

Kekerasan oleh rakyat menjadi absah, karena negara mendahului melakukan kekerasan dan anarkhisme melalui keputusan-keputusan yang menekan orang-orang desa. Eksklusi yang menyebabkan eliminasi sumber-sumber penghidupan orang desa (betapapun lemahnya legitimasi mereka berada di suatu kawasan) tak pernah dicarikan solusi hukum yang memadai. Bahkan keputusan hukum semakin meminggirkan mereka. Sesungguhnya mereka (orang-orang desa itu) hanya ingin bisa hidup cukup, tak berlebihan.

Yth Presiden RI, kita boleh berbeda pendapat, tetapi saya memandang bahwa negara telah lebih dahulu melakukan kekerasan bergelombang dari waktu ke waktu yang sistemik dan sistematis melalui Undang-Undang sektoral yang banyak melukai hati anak-anak negeri ini [sebut saja UU investasi, UU Perkebunan, UU Minerba, UU sumberdaya air dsb] dan keputusaan-keputusan regulatif turunannya yang muaranya adalah pemberian legitimasi dan hak-hak khusus kepada sektor swasta (kapitalis) yang sudah lama dikenal sebagai pihak yang sering berseberangan dengan orang desa (petani, nelayan, dan pelaku ekonomi kecil).

Saya menyebut kekerasan negara yang dilegitimasi oleh UU (undang-undang) dan regulasi turunan (yang sering dihasilkan secara konspiratif-terselubung oleh para pihak kepentingan ekonomki-kapital) sebagai pemicu penting kekerasan oleh rakyat yang saat ini berlangsung di negeri ini.

Yth Presiden RI, mohon Anda memahami pandangan saya bahwa sektor swasta-kapitalis (terutama skala raksasa dan trans-national corporation) sebagai "anak-emas" negeri ini telah juga lebih dahulu melakukan kekerasan dengan mengakumulasi material berlebihan dari tanah air akibat pengagungan etika-etika moral yang sebenarnya kurang cocok bagi negeri penuh harmoni ini.

Moral ekonomi berintikan etika yang dibangun sektor kapitalis adalah maksimisasi profit, akumulasi modal, ekspansi usaha (tak peduli meminggirkan ekonomi rakyat kecil yang telah ada lebih dahulu ada ataupun menghancurkan lingkungan hidup) tanpa pandang bulu, pengagungan terhadap individualisme dan greediness. Keangkuhan serta ketamakan para kapitalis dalam menguasai sumberdaya alam dan merusakkan materi-materi yang ada di negeri ini (kehancuran hutan dan masyarakat di dalamnya oleh ekspansi modal adalah salah satu contohnya) adalah kekerasan yang nyata dan tidak terbantahkan.

Yth Presiden RI, dengan demikian saya menyebut situasi krisis di Indonesia tercinta yang terjadi hari-hari ini adalah KEKERASAN NEGARA, KEKERASAN KAPITALIS, dan KEKERASAN RAKYAT yang bersatu padu mewarnai peradaban negeri yang katanya dipenuhi oleh rasa kasih-sayang ini.

Hulu dari segala kekerasan itu sebenarnya sangat sederhana, karena kekerasan-kekerasan itu adalah cara untuk mendapatkan sejumput kesempatan bertahan hidup di negeri ini, secara wajar. Namun kewajaran itu tak pernah tercapai, maka KEBERTAHANAN HIDUP HARUS DIREBUT DENGAN CARA KEKERASAN nan SADISTIS yang dilakukan baik oleh NEGARA, SWASTA maupun kini oleh RAKYAT. Sebuah situasi yang sangat mengenaskan bila hal ini terjadi di negeri ini.

Yth Presiden RI, marilah kita merenung, tidakkah situasi ini representasi sebuah PELURUHAN PERADABAN yang mengkhawatirkan bagi bumi-nusantara yang dikenal sangat beretika santun, penuh keadilan, dan tata-krama? Ataukah, Anda melihat hal-hal ini sebagai kewajaran sehingga Anda sekedar mengutus tim ini dan tim itu sekedar untuk "mengobati luka permukaan"?

Yth Presiden RI, daku sangat berharap Anda melakukan langkah konkrit mendasar dengan mengubah keadaan ini dari akar-akar persoalannya, bukan dari gejala yang tampak di permukaan saja. Daku sangat berharap Anda menunjukkan keberpihakan kepada orang- orang desa dan rakyat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak dari segelintir pemodal di negeri ini.

Yth Presiden RI, sebagai anak-bangsa, daku mengajak Anda berpikir dan bertindak lebih nyata dan lebih dalam lagi untuk menyikapi persoalan krisis bangsa ini. Sengaja kutulis surat elektronik ini dalam kalimat yang egaliter, bukan berarti daku tak menghormati Anda. Daku menghormati Anda sebagai presiden RI, karenanya kutulis surat ini kepada Anda, bukan kepada yang lain, karena kutahu hanya Presiden RI yang bisa menangani ini semua.

Surat elektronik ini kubuat dalam suasana kebatinan sebagai sesama anak bangsa yang memikirkan dan merasakan keresahan secara bersama-sama, dan prihatin kemana sebenarnya negeri ini akan dibawa.

Marilah kita berpikir lebih adil dan seimbang, mari kita ciptakan kedamaian dan suasana kebatinan yang menyejukkan seluruh komponen anak bangsa. Semoga Anda diberkahi kekuatan untuk bertindak lebih jauh bagi negeri ini oleh Allah SWT. Amien.

Salam negeri tercinta

Arya Hadi Dharmawan
Dosen Fakultas Ekologi Manusia IPB
Warga Negara RI - tinggal di Bogor Jawa Barat

Tembusan: kepada rakyat Indonesia melalui jaringan beberapa milis.

Baca juga:

Tangkal Terorisme dengan OYK
Tim Seleksi KPU dan Bawaslu Harus Transparan!
Sembilan Pertanyaan yang Harus Dijawab Menteri Pertanian
Serpong City Paradise Semakin Tidak Aman!
Pernyataan Menteri Marty Natalegawa Menyesatkan!
HARGA BBM NAIK
Buruh Transportasi dan Pelabuhan Ancam Mogok Besar-besaran di Pelabuhan Tanjung Priuk
Selasa, 13 Maret 2012 , 07:11:00 WIB

Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi

ILUSTRASI/IST

  

RMOL. Penolakan kenaikan bahan bakar minyak (BBM) terus datang silih berganti dari berbagai kalangan.

Setelah berbagai aksi dari kalangan mahasiswa dan aktivis dilakukan serta pernyataan keras disampaikan kalangan buruh pabrik, kini giliran serikat buruh transportasi dan pelabuhan yang akan menolak kebijakan pemerintah SBY tersebut. Di antara serikat buruh yang menolak kebijakan ini adalah Serikat Buruh Transportasi Perjuangan Indonesia (SBTPI),  Serikat Pekerja Transportasi Jalan Raya  (SPTJR), Serikat Pekerja Pelabuhan Indonesia  (SPPI), Serikat Buruh Jaya Readymix (SBJR), dan Serikat Pekerja Koja.

"Kami sudah membulatkan tekad untuk melawan rencana pemerintah dalam bentuk pemogokan besar-besaran di pelabuhan Tanjung Priuk," kata Humas aksi, Rosid, beberapa saat lalu (Selasa, 13/3).

Banyak kalangan menilai kebijakan ini akan sangat berdampak pada daya beli masyarakat. Tidak heran bila semua kalangan, terutama buruh, tegas menolak kebijakan ini. Sebab bila harga BBM jadi dinaikkan maka inflasi akan naik. Dengan demikian, otomatis upah buruh yang sempat dinaikkan akan menjadi percuma saja. [ysa]

Baca juga:

Aktivis Berkhianat, Presiden Panik Lalu Gunakan Cara Penjajah
Pengamat Energi: Daripada Dibakar, Mendingan Subsidi Dialihkan
TOLAK BBM NAIK
Buruh: Turunkan SBY Karena Langgar Konstitusi
Ketum PB PMII Baru Dengar Selentingan, Tapi Belum Dapat Undangan