JAKARTA - Anggaran perjalanan dinas eksekutif terus membengkak dari tahun ke tahun. Pada 2009 realisasinya mencapai Rp 15,2 triliun. Sedangkan pada 2012 anggaran yang dialokasikan untuk perjalanan dinas kementerian/lembaga sudah mencapai Rp 23,9 triliun. Jumlah itu sekitar 1,6 persen dari nilai total APBN 2012 sebesar Rp 1.418 triliun.
"Pemerintah, dalam hal ini Presiden SBY, kelihatannya tidak akan mau melakukan pemangkasan perjalanan dinas kementerian atau lembaga. Jangankan memperketat anggaran perjalanan dinas, SBY malah membeli pesawat kepresidenan sendiri," sindir Koordinator Investigasi dan Advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Uchok Sky Khadafi kemarin (8/5).
Uchok menjelaskan, dari Rp 23,9 triliun itu, sebanyak Rp 18 triliun dialokasikan untuk perjalanan dinas PNS. Sebelumnya persoalan tersebut telah diakui sendiri oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB) Azwar Abubakar.
"Penafsiran saya, PNS mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp 18 triliun itu dan alokasi anggaran Rp 5,9 triliun untuk pejabat publik, seperti menteri, anggota DPR, dan Sekjen kementerian atau lembaga. Jadi, totalnya sebesar Rp 23,9 triliun," terang Uchok.
Dia menyebut bahwa kecenderungan untuk memperbesar anggaran kunjungan kerja (kunker) itu memang luar biasa. Pada 2009 alokasinya sebesar Rp 2,9 triliun. Tapi, melalui APBN Perubahan 2009, angka tersebut melonjak jadi Rp 12,7 triliun. "Bahkan membengkak jadi Rp 15,2 triliun pada realisasinya," ungkap Uchok.
Hal yang sama, lanjut Uchok, terjadi pada 2010. Saat itu APBN menetapkan anggaran sebesar Rp 16,2 triliun dan pada APBN Perubahan 2010 membengkak jadi Rp 19,5 triliun.
Semangat untuk menambah anggaran kunker semakin terasa pada 2011. Usul yang muncul pada RAPBN adalah Rp 20,9 triliun. "Tapi, pemerintah dan DPR justru menaikkan jadi Rp 24,5 triliun pada APBN 2011 yang disahkan," ucap Uchok. Tanpa ada perubahan yang berarti, perjalanan dinas kementerian/lembaga untuk RAPBN 2012 ini mencapai Rp 23,9 triliun.
Menurut Uchok, anggaran perjalanan dinas kementerian/lembaga atau perjalanan dinas PNS tersebut seharusnya dipangkas DPR saat melakukan pembahasan APBN bersama pemerintah. Dengan kata lain, banyak alokasi perjalanan dinas PNS yang berasal dari persetujuan DPR sendiri. "Kalau DPR tidak menyetujui, misalnya, perjalanan dinas PNS sebesar Rp 18 triliun itu tidak akan pernah ada dalam APBN," tandasnya.
Tapi, Uchok pesimistis DPR akan memotong anggaran perjalanan dinas PNS. Soalnya, anggaran perjalanan dinas DPR juga sangat besar. Pada 2012 ini anggaran kunker DPR Rp 140 miliar. "Terlalu besar dan mahalnya alokasi anggaran DPR ini menjadikan DPR enggan melakukan pemangkasan anggaran PNS," tegas dia.
Padahal, imbuh Uchok, setiap tahun selalu terjadi penyimpangan anggaran perjalanan dinas PNS. Hasil audit BPK menemukan adanya penyimpangan Rp 73,5 miliar yang mencakup 35 kementerian/lembaga pada 2009. Kemudian, pada 2010, temuan semakin meningkat menjadi Rp 89,5 miliar oleh 44 kementerian/lembaga. "Aparat penegak hukum harus menyeret oknum kementerian atau lembaga yang melakukan penyalahgunaan perjalanan dinas," cetusnya.
Sementara itu, mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier mengakui bahwa sebagian besar perjalanan dinas memang tidak begitu efektif. Bahkan hanya menjadi biaya jalan-jalan sekaligus mendapatkan pemasukan (income). "Sudah begitu, sering dibengkakkan waktunya. Sehari bikin laporan lima hari," ungkap Fuad setelah menjadi pembicara di Rumah Perubahan 2.0 kemarin.
Fuad menyarankan DPR dan pemerintah bersama-sama melakukan reformasi total terhadap APBN. Harus ada rasionalisasi di semua pos anggaran. "Hanya dengan cara itu APBN bisa kembali digunakan untuk membangun. Bukan habis untuk pegawai birokrasi saja," sindirnya. (pri/c9/agm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar