Selasa, 28 April 2015

MK Putuskan Penetapan Tersangka Masuk Objek Praperadilan

 Jpnn
JAKARTA - Penetapan tersangka akhirnya resmi masuk ke dalam objek sengketa praperadilan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi yang diajukan oleh Bachtiar Abdul Fatah. 
Terpidana kasus bio remediasi Chevron ini sebelumnya mengajukan permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 
Dalam putusannya, mahkamah menyatakan bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan," ujar Ketua MK Arif Hidayat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK, Selasa (28/4).
Menurut mahkamah, hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai mekanisme pengawasan terhadap proses penegakan hukum. Hal ini terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Sementara, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap HAM seseorang. Karena itu, sewajarnya warga negara diberi kesempatan untuk menguji penetapan tersangka melalui praperadilan.
"Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang penyidik," ucap Hakim Anwar Usman membacakan pertimbangan mahkamah.
Dalam putusannya mahkamah juga menambahkan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dengan frasa "minimal dua alat bukti". Sehingga menegaskan bahwa proses penetapan dan penyidikan seseorang sampai menjadi tersangka harus didahului dengan adanya dua alat bukti. 
Suara mahkamah tidak bulat dalam putusan ini. Dari sembilan hakim, tiga berpendapat bahwa penetapan tersangka bukan bagian dari obyek praperadilan. Hakim-hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim dan Aswanto. (dil/jpnn)

Wow, Kini Penetapan Tersangka Masuk Objek Praperadilan

Jpnn
JAKARTA - Penetapan tersangka akhirnya resmi masuk ke dalam objek sengketa praperadilan. Hal itu setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan secara sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP). 
Uji materi ini diajukan oleh terpidana kasus bio remediasi Chevron, Bachtiar Abdul Fatah. 
Dalam putusannya mahkamah menyatakan bahwa Pasal 77 huruf a KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
"Sepanjang tidak dimaknai termasuk penetapan tersangka, penggeledahan dan penyitaan," ujar Ketua MK Arif Hidayat membacakan putusan dalam sidang di Gedung MK, Selasa (28/4).
Menurut mahkamah, hakikat keberadaan pranata praperadilan adalah sebagai mekanisme pengawasan terhadap proses penegakan hukum. Hal ini terkait erat dengan jaminan perlindungan hak asasi manusia (HAM).
Sementara, penetapan tersangka adalah bagian dari proses penyidikan yang merupakan perampasan terhadap HAM seseorang. Karena itu, sewajarnya warga negara diberi kesempatan untuk menguji penetapan tersangka melalui praperadilan.
"Hal tersebut semata-mata untuk melindungi seseorang dari tindakan sewenang penyidik," ucap Hakim Anwar Usman membacakan pertimbangan mahkamah.
Dalam putusannya mahkamah juga menambahkan Pasal 1 angka 14, Pasal 17, dan Pasal 21 ayat (1) KUHAP dengan frasa "minimal dua alat bukti". Sehingga menegaskan bahwa proses penetapan dan penyidikan seseorang sampai menjadi tersangka harus didahului dengan adanya dua alat bukti. 
Suara mahkamah tidak bulat dalam putusan ini. Dari sembilan hakim, tiga berpendapat bahwa penetapan tersangka bukan bagian dari obyek praperadilan. Hakim-hakim itu adalah I Dewa Gede Palguna, Muhammad Alim dan Aswanto. (dil/jpnn)

Rabu, 22 April 2015

Effendi Simbolon Sebut Kemampuan Jokowi Sangat Terbatas

 Jpnn
JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Effendi MS Simbolon mengkritik sikap Presiden Joko Widodo yang menyalahkan anak buahnya dalam kasus terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) untuk uang muka kendaraan pejabat negara.
"Analoginya, dalam suatu sistem tidak ada pembantu yang salah. Yang penerima mandat dari rakyat yang 52 persen kan Jokowi-JK. Kan dia yang terbitkan Perpres mobil itu. Masa disalahkan pembantunya," kata Effendi Simbolon, di Gedung DPR, Senayan Jakarta, Selasa (21/4).
Belakangan berkembang juga isu tak sedap, bahwa perpres tersebut oleh pemerintah disebut-sebut sebagai orderan DPR. Menurut Anggota Komisi I DPR ini, itu cara yang sangat tidak bertanggung jawab. "Kalau saya Ketua DPR, saya marah. Sayangnya, Ketua DPR-nya juga memble sih," tegas dia.
Selain itu, Effendi juga mengkritik peranan para pembisik di belakang Jokowi. "Kemampuan Jokowi sangat terbatas, dibarengi lagi oleh lingkungan pembisiknya. Maka seperti inilah jadi bangsa ini. Akumulasi ini semua," pungkasnya.(fas/jpnn)

Enam Bulan Jokowi Hanya Diisi Gejolak yang Mencemaskan

Jpnn
JAKARTA - Kinerja enam bulan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla terus mendapat sorotan. Kali ini penilaian datang dari Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam Indonesia (PB HMI).
“Sepanjang semester pertama ini kepemimpinan Jokowi-JK belum memperlihatkan hasil yang berdampak luas bagi rakyat kebanyakan,” kata Ketua Umum PB HMI Arief Rosyid Hasan kepada INDOPOS (grup JPNN) di Jakarta, kemarin (21/4).
Menurut Arief, semester ini justru ditandai dengan banyak gejolak sosial-ekonomi yang mencemaskan.    Dia pun meningigatkan, pemerintah perlu mencermati dampak psikologis dan terutama dampak ekonomi bagi rakyat dari kebijakan yang diambil.
Selain itu, pemerintah harus segera menunjukkan loyalitas sepenuhnya kepada konstitusi negara dan amanat rakyat Indonesia yang telah memberi mandat, bukan kepada kepentingan lain yang datang dari pihak manapun.
  
Atas nama PB HMI, dirinya juga mendesak kepada Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) agar selalu memberi masukan kepada presiden dan wakil presiden untuk selalu memegang teguh konstitusi dan mengutamakan peningkatan kualitas hidup rakyat banyak.
  
Wantimpres juga diminta agar mendukung demokratisasi dan kewargaan aktif, dalam hal ini melibatkan mahasiswa dalam setiap agenda kebijakan pemerintah, dan berkenan menempatkan diri sebagai penyambung lidah bagi gerakan mahasiswa.
  
“Khususnya Wantimpres agar mengagendakan pertemuan rutin dan berkelanjutan dengan kelompok mahasiswa sebagai forum musyawarah bagi isu-isu yang berkembang di publik. Dan Wantimpres agar memfasilitasi pertemuan rutin dan berkelanjutan bersama Presiden RI, sebagai forum deliberasi dalam pelaksanaan pembangunan bangsa,” dorongnya. (dli)

Kamis, 16 April 2015

Dua Insiden Warnai Pembaretan Jokowi Sebagai Warga Kehormatan TNI

Herianto Batubara - detikNews
Jakarta - Dua insiden mewarnai pembaretan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai warga kehormatan pasukan khusus TNI pagi ini. Selain terbakarnya pesawat tempur F-16, seorang prajurit TNI juga jatuh dari atas gedung saat melakukan aksi demonstrasi pembebasan sandera.

Peristiwa itu terjadi selepas Jokowi mendapatkan baret dan jaket dari Panglima TNI Jenderal Moeldoko di Lapangan Merah Plaza Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Kamis (16/4/2014) pagi.

Didampingi Moeldoko, KSAD Jenderal Gatot Nurmantyo, KSAL Laksamana Ade Supandi, KSAU Marsekal Agus Supriatna, Jokowi menyaksikan demonstrasi pembebasan sandera oleh pasukan TNI.

Namun saat beraksi, seorang prajurit TNI yang berpakaian serba hitam tampak tersangkut tali saat hendak meluncur dari atas gedung. Dan tiba-tiba, bruk! Prajurit itu terjatuh dan nyaris tertabrak mobil tim demonstrasi yang melintas kencang.

Prajurit itu tampak tak sadarkan diri. Prajurit TNI lainnya kemudian berlarian menyelamatkannya dan membawanya ke dalam ambulans yang standby di lokasi.

Jokowi melihat peristiwa itu dengan mata kepalanya sendiri. Ia tampak berbincang dengan Moeldoko dan Gatot Nurmantyo menanyakan peristiwa tersebut.

Selain itu, satu pesawat F-16 gagal terbang dari Bandara Halim Perdanakusuma pagi tadi karena terbakar di bagian ekor. Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supriatna mengatakan pesawat tersebut merupakan hibah dari Amerika.