Tingginya itensitas hujan memicu luberan lahar dingin ke permukiman penduduk.
SURABAYA POST – Terjangan banjir lahar dingin Bromo semakin meluas. Bahkan, wilayah selatan Kota Probolinggo mulai dijamah lahar, menyusul ambrolnya Dam Dawuhan di Desa Patalan, Kecamatan Wonomerto.
Sejak pintu air itu ambrol, aliran lahar dingin telah menerebos masuk Kali Legundi, lalu meluber ke sejumlah kelurahan di Kecamatan Wonoasih, Kecamatan Kedopok, dan Kecamatan Kademangan.
Dampaknya luar biasa, ratusan rumah warga tergenang dan puluhan hektare areal pertanian rusak akibat dialiri lumpur setebal 30 hingga 60 sentimeter (cm) yang bercampur material pasir dan batu.
Sejauh ini, banjir lahar dingin Bromo belum ada laporan korban jiwa. Namun, musibah ini telah sempat mengganggu aktivitas rutin masyarakat, serta melahirkan kerugian material yang cukup besar. Seperti rusaknya barang berharga masyarakat akibat banjir lahar dan kerusakan tanaman bernilai ekonomis.
Banjir lahar yang mulai menjamah wilayah kota akibat abrolnya dam itu dikhawatirkan semakin meluas. "Setelah kami teliti, banjir bandang dari Kali Legundi diakibatkan jebolnya Dam Dawuhan," ujar Walikota Probolinggo HM Buchori, Sabtu 5 Februari 2011.
Bendung Tunggak atau yang lebih populer dengan Dam Dawuhan itu jebol sepanjang 30 meter dengan kedalaman 10 meter, akhir Januari lalu.
Sebelumnya, walikota dan sejumlah kepala satuan kerja (Satker) sempat meninjau Dam Dawuhan. "Jebolnya sisi dam hanya bisa diperbaiki dengan dana dari pusat. Kami akan mencoba melobi pemerintah untuk secepatnya memperbaiki dam yang jebol itu," ujarnya.
Jika dam yang sisinya "menganga" lebar itu tidak secepatnya diperbaiki, kawasan Kota Probolinggo sewaktu-waktu bakal dilanda banjir lahar dingin Bromo lagi. "Soalnya, curah hujan sekarang ini sedang tinggi-tingginya sampai Maret mendatang sesuai prakiraaan BMKG," ujar walikota.
Dam Dawuhan sendiri sebagai pemicu banjir bandang di Kota Probolinggo sebenarnya punya sejarah panjang. Sungai baru akibat jebolnya Dam Dawuhan awalnya memang sungai, tetapi sudah sejak zaman Belanda tidak difungsikan. "Belanda menutup pecahan sungai dari Dam Dawuhan itu untuk menghindari banjir bandang di wilayah kota yang menjadi pusat pemerintahan kolonial Belanda," ujar Kepala Dinas PU Kota Probolinggo, Sanusi Sapuan.
Belakangan, Pemprov Jatim pun melanjutkan kebijakan pemerintah Belanda dalam mengatur aliran air di Kali Patalan itu. "Aliran sungai kecil itu oleh Pemprov Jatim ditutup, sehingga aliran air hanya mengarah ke Kali Paser yang bermuara di Desa Pesisir, Kecamatan Sumberasih, Kabupaten Probolinggo," ujar Kepala Dinas PU Pengairan Kabupaten Probolinggo, Rachmad Waluyo.
Siap Panen, Sawah Jadi Lautan Pasir
Ambrolnya Dam Dawuhan tidak hanya "menghidupkan" sungai kecil yang mati sejak zaman Belanda. Tragisnya lagi, lahar ikut merusak lahan pertanian di sejumlah desa yang dilalui sungai tersebut.
Camat Wonomerto, Suwarno melaporkan, sekitar 70 hektare sawah di Desa Patalan, Tunggakcerme, dan Jebeng rusak akibat diterjang lahar dingin dari Bromo. Sawah-sawah itu berubah menjadi "lautan pasir" dan lumpur tebal.
Dan sungai kecil yang dilalui lahar dingin itu kini telah berubah menjadi sungai besar, selebar sekitar 10-15 meter dengan arus deras. Setelah menerjang kawasan sawah, sungai baru itu menyambung ke Kali Tunggak di Desa Tunggakcerme.
Aliran Kali Tunggak menembus Desa Tempuran, Kecamatan Bantaran, kemudian Kareng Kidul, Kecamatan Wonomerto hingga ke Kali Legundi di belahan selatan Kota Probolinggo.
Terjangan banjir dari Kali Legundi meluluhlantakkan areal persawahan di Kota Probolinggo. Di Kelurahan Kareng Lor, sekitar 15 hektare areal persawahan rusak berat. Sebagian sawah berubah menjadi "lapangan" pasir dan lumpur tebal.
"Banyak petani di Kareng Lor yang menangis gara-gara areal padinya yang siap panen terbenam dalam lumpur tebal," ujar Ahmad Hudri, warga Kareng Lor.
Puluhan petani tidak tahu lagi bagaimana caranya menyingkirkan endapan pasir dan lumpur setebal 30-60 cm itu dari areal sawahnya.
Sebenarnya, meski aliran banjir lahar dingin sudah beralih ke Kota Probolinggo, tidak berarti kawasan Kabupaten Probolinggo bebas banjir. Buktinya, sekitar 10 hektare areal sawah di Desa Pesisir juga dipastikan puso alias gagal panen. "Petani di Pesisir sekarang ini lagi panen pasir, bukan lagi panen padi," ujar Jalal, warga setempat.
Belum lagi areal pertanian yang rusak di Desa Sumurmati, Kecamatan Sumberasih yang mencapai sekitar 10 hektare. "Saya sempat stres menyaksikan 1 hektare padi saya yang baru berumur dua bulan tertimbun pasir setebal setengah meter," ujar Karsono, seorang petani. (art)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar