Senin, 26 September 2011

Pimpinan Pengadilan Harus Teken Pakta Integritas

Minggu, 25 September 2011
Hukum on line
Pakta integritas ini harus dibarengi dengan penegakannya berupa penjatuhan sanksi yang tegas.


MA telah terbitkan surat edaran yang mengatur pakta integritas bagi pimpinan pengadilan. Foto: SGP

Mahkamah Agung (MA) belum lama ini menerbitkan surat edaran yang mengatur tentang pakta integritas bagi pimpinan pengadilan. Surat Edaran MA yang ditandatangani Ketua MA pada Agustus 2011 itu mewajibkan setiap pimpinan pengadilan untuk menandatangani pakta integritas saat dilantik.

“SEMA pakta integritas bagi pimpinan pengadilan sudah kita buat pada Agustus 2011 dan mulai harus dijalankan,” kata Ketua MA Harifin A Tumpa di Gedung MA Jakarta, Jum’at kemarin (23/9). 

Ia menegaskan SEMA itu mewajibkan setiap pelantikan pimpinan/ketua pengadilan untuk menandatangani pakta integritas. Artinya jika seorang ketua pengadilan telah terbukti melakukan perbuatan tercela, dia harus mengundurkan diri dan diproses hukum.     

“Setiap pelantikan pimpinan/ketua pengadilan harus menandatangani pakta integritas dan bersedia mundur dan diproses hukum (pidana) jika menyangkut ranah hukum,” kata Harifin.

Dihubungi terpisah, Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri menyambut baik kebijakan MA tentang pakta integritas. “Itu sangat positif, kebijakan yang kreatif yang sangat mendukung pengawasan MA,” kata Taufiq kepada hukumonline, Sabtu (24/9).

Ia berharap kebijakan itu berjalan dengan baik. “Mudah-mudahan kebijakan itu berjalan dengan baik,” harapnya.

Sementara Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) Hasril Hertanto menilai kebijakan penandatanganan bagi pimpinan pengadilan hanya menyangkut persoalan administrasi pengadilan.

“Ketua atau wakil ketua pengadilan lebih cenderung pada pertanggungjawaban administratif kepada pengadilan yang dipimpinnya yang tidak bisa mempertanggungjawabkan putusan hakim. Kan kinerja hakim tidak dinilai atas dasar unit kerja administrasi, tetapi dilihat putusannya, suap-menyuap kan terkait putusan hakim,” kritik Hasril.       

Ia menilai adanya kebijakan penandatangan pakta integritas bagi hakim yang akan memangku jabatan pimpinan pengadilan tak akan berpengaruh signifikan ketika ada putusan hakim yang dipersoalkan masyarakat pencari keadilan.

“Jika pakta integritas menyangkut lambannya kecepatan dan ketepatan pelayanan pengadilan masih berarti positif, misalnya maraknya pungutan liar (pungli) di pengadilan,” kata Hasril.

Menurutnya, pakta integritas tanpa ada penegakan hukum yang baik dan masif tak berpengaruh apa-apa. Sebab, aturan PP No 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS belum sepenuhnya dilaksanakan.

“Ada pelaku pungli di pengadilan tidak ditindak atau ditertibkan, apalagi cuma pakta integritas, pakta integritas ini memang bagus, tetapi harus dibarengi dengan penegakannya dengan adanya ketegasan menjatuhkan sanksi baik administratif maupun pidana,” sarannya.    

Meski demikian, seharusnya pakta integritas itu tak hanya diperuntukkan bagi pimpinan pengadilan, tetapi juga diberlakukan bagi panitera atau sekretaris pengadilan. Sebab, merekalah yang menjalankan fungsi administrasi yang juga menjadi tanggung jawab pimpinan pengadilan.

“Jadi tidak cukup pakta integritas hanya diperuntukkan bagi ketua dan wakil ketua pengadilan, tetapi juga bagi panitera atau sekretaris pengadilan,” sarannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar