Pewarta: Indra Arief Pribadi
Jakarta (ANTARA News) - Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengkritik aksi pengendara voorjider saat mengawal pemimpin atau pejabat, yang menurutnya kadang berlebihan sehingga menimbulkan antipati masyarakat.
"Tak perlulah pakai sirine yang menguing-nguing dan dengan
sejumlah personel yang banyak. Tidak musim lagi seperti itu, kita yang
penting kerja," kata Jokowi pada perayaan ulang tahun Wahid Institue di
Jakarta, Kamis.
Menceritakan kisah dirinya, Jokowi mengaku menolak fasilitas
lengkap pengawalan sesuai protokoler yang diberikan kepadanya. Dia
mengaku hanya menggunakan satu unit kendaraan pengawal, dari lima unit
yang disediakan.
"Saya pakai satu, itu jika memang saya sedang perlu, jika tidak ya tidak usah," jelasnya.
Menurut Jokowi, rakyat kini sudah bosan dengan representasi
pemimpin yang menunjukkan kesenjangan tinggi dan juga upaya pencitraan
yang hanya kamuflase untuk mendapat dukungan.
Hal yang sangat dibutuhkan rakyat, kata Jokowi, adalah hasil dari kinerja para pemimpin.
Dia juga mengkritik kebiasaan pejabat atau lembaga pemerintahan
yang kerap berupaya mengaburkan fakta di masyarakat dalam membuat
laporan dengan permainan kata dan struktur informasi yang tidak jelas.
"Misalnya, waktu saya datang awal ke Jakarta, katanya data
kemiskinan hanya tiga persen. Saya tidak percaya itu, saya cek langsung
ke pemerintahan. Ternyata memang benar, tiga persen yang kategori
miskin, namun ada kategori 'rentan miskin' yang sampai 30 persen,"
katanya.
Setelah diperiksa langsung ke lapangan, Jokowi mendapati fakta
perbedaan kategori miskin dan "rentan miskin" itu ternyata tipis sekali.
Dia menyebutnya sebagai "permainan data".
"Seharusnya tidak bolehlah seperti itu, kalau memang faktanya
miskin sampai 30 atau bahkan 50 persen, ya sudah ungkap saja fakta itu,
biar pemimpinnya berpikir," ujar Jokowi.
Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta sendiri, kata dia, kini sedang berupaya keras mengurangi
kesenjangan kalangan kaya dan miskin dengan berbagai program seperti
Kartu Jakarta Pintar dan Kartu Jakarta Sehat.
Blog ini berisi berbagai macam berita yang diberitakan oleh Kantor Berita, maupun Media yang lain terutama yang ada di Indonesia dan beralamatkan di Jln H. Enang No. 28 Cisalak
Jumat, 27 September 2013
Jumat, 20 September 2013
MA Tidak Kunjung Rampung Periksa Hakim PK Sudjiono
RMOL. Mahkamah Agung (MA) belum merampungkan pemeriksaan Hakim
Agung yang menangani perkara peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan yang
hingga kini berstatus buronan.
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur menjelaskan, MA masih mempelajari putusan PK Sudjiono Timan. Upaya ini dilaksanakan dengan memeriksa Hakim Agung yang menangani PK bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tersebut.
“Fokus pemeriksaan dilakukan terhadap anggota majelis hakim PK, Sri Murwahyuni,” katanya.
Pemeriksaan Sri menjadi perhatian lantaran Hakim Agung ini mengajukan pendapat berbeda atau disenting opinion saat memutus PK tersebut. Dia satu-satunya anggota majelis yang tidak mengabulkan PK Sudjiono.
Sri yang dimintai keterangan ikhwal pemeriksaannya, menolak memberi keterangan. Dia menyerahkan sepenuhnya putusan atas perkara ini kepada tim pemeriksa yang dibentuk Ketua MA Hatta Ali.
Ridwan menyatakan, tim pemeriksa tengah melanjutkan pemeriksaan pada hakim-hakim lainnya. Majelis hakim PK kasus ini diketuai Suhadi. Anggota majelis hakim terdiri dari Andi Samsan Nganro, Abdul Latif, Sophian Martabaya, dan Sri Murwahyuni, serta Panitera Pengganti Juyamto.
“Sudah ada pendalaman dan beberapa pemeriksaan lanjutan pada hakim-hakim dan pihak terkait perkara,” kata Ridwan.
Ridwan bilang tim yang diketuai Hakim Agung Timur Manurung itu bekerja sangat hati-hati. Menurutnya, materi pemeriksaan Hakim-hakim Agung itu menyangkut bagaimana majelis PK menimbang legal standing ahli waris selaku pemohon PK, status terdakwa yang sedang buron, hingga mekanisme pengambilan putusan yang mengabulkan alias memutus terdakwa bebas.
Keterangan-keterangan tersebut, hingga kemarin, masih didalami. Dia mengaku belum bisa menyimpulkan, apakah hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya suap dan sejenisnya.
Sebab, pemeriksaan yang berkutat pada apa pertimbangan hakim menerima permohonan PK Sudjiono yang sedang buron, berikut teknis pengambilan putusan belum selesai.
Ridwan menyatakan, masih ada pihak lain yang perlu diklarifikasi. Pihak-pihak lain itu antara lain, panitera pengganti serta pemohon PK. Dia mengaku, pemeriksaan hakim yang menangani PK Sudjiono Timan berlangsung profesional. Jika ada kesalahan prosedur dan dugaan tindak pidana, MA akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan.
Dihubungi secara terpisah, Hakim Agung Gayus Lumbuun secara pribadi menilai, putusan PK Sudjiono Timan bisa batal demi hukum. Lantaran itu, dia meminta tim eksaminasi menganalisis kemungkinan kesalahan penerapan hukum acara seperti diatur Pasal 263 dan 268 KUHAP, termasuk penerapan surat edaran Ketua Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.
Gayus menambahkan, dalam persidangan permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (pengadilan asal) dengan jelas terungkap, terpidana tidak hadir karena telah ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang) dan hanya dihadiri kuasa hukumnya serta istrinya.
“Ini bertentangan dengan Pasal 263 dan Pasal 268 KUHAP yang mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum. Atau putusan itu dianggap tidak pernah ada atau never existed, sehingga menjadikan kedudukan perkara ini kembali pada putusan kasasi,” tandasnya.
Hakim ad hoc tipikor MA Krisna Harahap menegaskan, kehadiran terpidana dalam pengajuan PK adalah keharusan. Sebab, Pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHAP menyatakan, hakim, jaksa dan terpidana harus menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pada kesempatan itu, terpidana mendapat kesempatan menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat. “Dengan demikian, pengajuan PK dari tempat pelarian dapat dihindari,” tandas Krisna.
Menurut Kepala Biro Humas Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fadjar, KY menunggu hasil pemeriksaan internal MA. Sekalipun demikian, KY sudah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran kode etik. Ia menolak membeberkan pelapor kasus PK buronan terpidana korupsi Rp 369 miliar tersebut.
“Kami sedang melakukan penelusuran,” kata Asep.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, sampai kemarin, Kejaksaan belum menerima salinan putusan PK Sudjiono Timan.
“Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor perkara ini, sama sekali belum menerima salinan putusan PK dari MA,” ujar Untung.
Kilas Balik
Sudah Buron, Asetnya Akan Dikembalikan
Aset Sudjiono Timan yang telah disita untuk negara akan dikembalikan, karena Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan istri buronan itu, dikabulkan. Tapi, Kejaksaan Agung belum merumuskan teknis pengembalian aset Sudjiono pasca putusan PK.
Menurut Jaksa Agung Basrief Arif, eksekusi aset buronan itu sudah dilaksanakan. Mekanisme penyitaan aset sebesar 98 juta dolar AS atau sekitar Rp 369 miliar itu, ditempuh melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
“Pelelangan asetnya dilaksanakan oleh PPA,” kata Basrief, beberapa waktu lalu.
Hasil lelang aset milik buronan itu pun telah diserahkan ke negara melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu. Jadi, sebutnya, Kejaksaan hanya menginventarisasi aset-aset milik Sudjiono.
Basrief enggan membeberkan aset apa saja yang dilelang melalui PPA. Namun, dia mengatakan, aset yang disita dari Sudjiono ditaksir sudah mencapai Rp 50 miliar-Rp 60 miliar. Nominal tersebut diambil dengan cara menagih kewajiban perusahaan yang menerima dana dari BPUI.
Diketahui, perusahaan yang menerima pinjaman dana BPUI ialah Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar.
Di luar upaya penagihan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, penyitaan dan pengumpulan aset juga dilakukan melalui kolega Sudjiono yang didakwa korupsi bersama-sama bos BPUI itu. Kolega-kolega Sudjiono itu antara lain Agus Anwar, Hadi Rusli, Hario Suprobo, Witjaksono Abadiman dan Roberto V Ongpin.
Basrief menambahkan, koordinasi Kejagung dengan Kemenkeu untuk menginventarisir aset Sudjiono yang telah disita, sudah dilaksanakan. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan jaksa selaku kuasa hukum negara untuk mengembalikan aset Sudjiono.
Menurutnya, Kejaksaan hanya berusaha mematuhi putusan PK. Walaupun putusan PK itu memicu kontroversi berkepanjangan, katanya, Kejaksaan tidak mau gegabah mengajukan PK di atas PK. “Kita hanya melaksanakan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Lagi pula, tidak ada aturan PK di atas PK,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Basrief, Kejaksaan menunggu salinan putusan PK yang mengabulkan gugatan terpidana 15 tahun tersebut. Dia menambahkan, salinan putusan PK tersebut akan dipelajari. Dianalisis untuk kepentingan penegakan hukum.
Sudjiono Timan didakwa menyalahgunakan kewenangan sebagai Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Penyelewengan terjadi ketika dia memberikan dana pinjaman pemerintah kepada sejumlah koleganya, tapi pembayarannya macet.
Akibat tindakannya, Sudjiono didakwa merugikan keuangan negara sekitar Rp 120 miliar dan 98,7 juta dolar AS. Atas perkara ini, Sudjiono pun dijadikan tersangka korupsi.
Sebelum keluar putusan PK, MA pernah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Pada putusan kasasi, MA membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 25 November 2002.
Majelis Kasasi perkara Sudjiono Timan ini diketuai Bagir Manan. Anggota majelis hakim kasasi adalah Artidjo Alkostar, Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil. Majelis kasasi menyatakan, Sudjiono bersalah karena melakukan korupsi.
MA pun menjatuhi hukuman 15 tahun penjara kepada Sudjiono Timan. Bos BPUI itu juga dikenai kewajiban membayar denda Rp 15 juta serta membayar uang pengganti sebesar 98 juta dolar AS atau setara dengan Rp 369.446.905.115.
Tapi, Kejari Jaksel gagal mengeksekusi Sudjiono karena sudah kabur duluan. Dia kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) karena saat akan dieksekusi tak ada di rumahnya.
Pemeriksaan Internal Jangan Seperti Jeruk Makan Jeruk
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR M Nurdin meminta, pengusutan dugaan pelanggaran dalam pengambilan putusan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan dilakukan Mahkamah Agung (MA) secara transparan.
Menurut Nurdin, apapun hasil penelusuran tim pemeriksa internal MA, hendaknya disampaikan kepada publik. Jika ada indikasi pelanggaran, idealnya disampaikan apa pelanggaran tersebut sampai terang benderang.
Sebaliknya, jika disimpulkan tidak ada pelanggaran, perlu disampaikan juga apa yang mendasari keputusan tersebut.
Dia mengingatkan, penelusuran oleh jajaran internal MA bersifat administratif semata. Agar hasil penelusuran itu obyektif, hasil penelusuran internal perlu ditindaklanjuti dengan penelusuran pihak eksternal, yakni Komisi Yudisial (KY).
“Agar tidak ada kesan jeruk makan jeruk di sini,” kata politisi PDIP ini, kemarin.
Sebagai lembaga pengawas hakim, katanya, KY memiliki kompetensi menindaklanjuti semua temuan internal MA.
“Ada Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi MA. Mereka bisa menindaklanjuti semua temuan internal dengan investigasi yang lebih konkret,” tandas bekas Sekjen Polri ini.
Artinya, menurut Nurdin, penanganan eksternal menjadi penting mengingat KY mempunyai kompetensi untuk merekomendasikan sanksi lebih konkret. Lantaran itu, dia berharap, KY tidak ragu-ragu menentukan sikap dalam menindaklanjuti perkara ini. Terlebih, saat ini KY sudah menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran dalam penanganan PK Sudjiono Timan.
Hakim Agung Kenapa Kabulkan PK Buronan Ya...
Fadli Nasution, Koordinator PMHI
Koordinator Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai, pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan melabrak prosedur. Bagaimana mungkin, seorang terpidana yang buron bisa mengajukan PK.
“Ironis, kenapa ada Hakim Agung menerima permohonan PK terdakwa yang nyata-nyata berstatus buronan. Saya berharap, tim pemeriksa internal Mahkamah Agung mampu menemukan dugaan pelanggaran etika hakim di balik itu,” tegas Fadli, kemarin.
Sebab, menurut Fadli, permohonan PK yang diwakili istri terpidana, tidak dikenal dalam perundangan. Sinyalemen ini tentunya bisa dikualifikasikan dalam bentuk dugaan pelanggaran etika hakim.
“Jelas ada dugaan pelanggaran,” tandasnya.
Dia meminta, legal standing Hakim Agung menerima permohonan PK ini perlu dijelaskan secara terbuka. Tim pemeriksa juga diminta tidak menutup-nutupi hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Fadli menegaskan, bagaimana bisa permohonan PK pihak buronan mendapat putusan kabul. Keraguannya atas independensi penanganan perkara ini juga diperkuat disenting opinion satu Hakim Agung yang menolak PK tersebut.
“Itu menunjukkan pondasi penanganan PK tidak kuat atau justru memberi kesan dipaksakan. Ini berbahaya bagi kelangsungan hukum,” tandasnya.
Dia berharap, sekalipun ada tim internal MA yang menelusuri persoalan ini, perlu ada tim penyeimbang yang mengawasi dan mengontrol kinerja tim pemeriksa.
“Saya berharap Komisi Yudisial mengambil langkah strategis dalam menyelesaikan masalah ini,” tekan Fadli. [Harian Rakyat Merdeka]
Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur menjelaskan, MA masih mempelajari putusan PK Sudjiono Timan. Upaya ini dilaksanakan dengan memeriksa Hakim Agung yang menangani PK bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tersebut.
“Fokus pemeriksaan dilakukan terhadap anggota majelis hakim PK, Sri Murwahyuni,” katanya.
Pemeriksaan Sri menjadi perhatian lantaran Hakim Agung ini mengajukan pendapat berbeda atau disenting opinion saat memutus PK tersebut. Dia satu-satunya anggota majelis yang tidak mengabulkan PK Sudjiono.
Sri yang dimintai keterangan ikhwal pemeriksaannya, menolak memberi keterangan. Dia menyerahkan sepenuhnya putusan atas perkara ini kepada tim pemeriksa yang dibentuk Ketua MA Hatta Ali.
Ridwan menyatakan, tim pemeriksa tengah melanjutkan pemeriksaan pada hakim-hakim lainnya. Majelis hakim PK kasus ini diketuai Suhadi. Anggota majelis hakim terdiri dari Andi Samsan Nganro, Abdul Latif, Sophian Martabaya, dan Sri Murwahyuni, serta Panitera Pengganti Juyamto.
“Sudah ada pendalaman dan beberapa pemeriksaan lanjutan pada hakim-hakim dan pihak terkait perkara,” kata Ridwan.
Ridwan bilang tim yang diketuai Hakim Agung Timur Manurung itu bekerja sangat hati-hati. Menurutnya, materi pemeriksaan Hakim-hakim Agung itu menyangkut bagaimana majelis PK menimbang legal standing ahli waris selaku pemohon PK, status terdakwa yang sedang buron, hingga mekanisme pengambilan putusan yang mengabulkan alias memutus terdakwa bebas.
Keterangan-keterangan tersebut, hingga kemarin, masih didalami. Dia mengaku belum bisa menyimpulkan, apakah hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya suap dan sejenisnya.
Sebab, pemeriksaan yang berkutat pada apa pertimbangan hakim menerima permohonan PK Sudjiono yang sedang buron, berikut teknis pengambilan putusan belum selesai.
Ridwan menyatakan, masih ada pihak lain yang perlu diklarifikasi. Pihak-pihak lain itu antara lain, panitera pengganti serta pemohon PK. Dia mengaku, pemeriksaan hakim yang menangani PK Sudjiono Timan berlangsung profesional. Jika ada kesalahan prosedur dan dugaan tindak pidana, MA akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan.
Dihubungi secara terpisah, Hakim Agung Gayus Lumbuun secara pribadi menilai, putusan PK Sudjiono Timan bisa batal demi hukum. Lantaran itu, dia meminta tim eksaminasi menganalisis kemungkinan kesalahan penerapan hukum acara seperti diatur Pasal 263 dan 268 KUHAP, termasuk penerapan surat edaran Ketua Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.
Gayus menambahkan, dalam persidangan permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (pengadilan asal) dengan jelas terungkap, terpidana tidak hadir karena telah ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang) dan hanya dihadiri kuasa hukumnya serta istrinya.
“Ini bertentangan dengan Pasal 263 dan Pasal 268 KUHAP yang mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum. Atau putusan itu dianggap tidak pernah ada atau never existed, sehingga menjadikan kedudukan perkara ini kembali pada putusan kasasi,” tandasnya.
Hakim ad hoc tipikor MA Krisna Harahap menegaskan, kehadiran terpidana dalam pengajuan PK adalah keharusan. Sebab, Pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHAP menyatakan, hakim, jaksa dan terpidana harus menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).
Pada kesempatan itu, terpidana mendapat kesempatan menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat. “Dengan demikian, pengajuan PK dari tempat pelarian dapat dihindari,” tandas Krisna.
Menurut Kepala Biro Humas Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fadjar, KY menunggu hasil pemeriksaan internal MA. Sekalipun demikian, KY sudah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran kode etik. Ia menolak membeberkan pelapor kasus PK buronan terpidana korupsi Rp 369 miliar tersebut.
“Kami sedang melakukan penelusuran,” kata Asep.
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, sampai kemarin, Kejaksaan belum menerima salinan putusan PK Sudjiono Timan.
“Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor perkara ini, sama sekali belum menerima salinan putusan PK dari MA,” ujar Untung.
Kilas Balik
Sudah Buron, Asetnya Akan Dikembalikan
Aset Sudjiono Timan yang telah disita untuk negara akan dikembalikan, karena Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan istri buronan itu, dikabulkan. Tapi, Kejaksaan Agung belum merumuskan teknis pengembalian aset Sudjiono pasca putusan PK.
Menurut Jaksa Agung Basrief Arif, eksekusi aset buronan itu sudah dilaksanakan. Mekanisme penyitaan aset sebesar 98 juta dolar AS atau sekitar Rp 369 miliar itu, ditempuh melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
“Pelelangan asetnya dilaksanakan oleh PPA,” kata Basrief, beberapa waktu lalu.
Hasil lelang aset milik buronan itu pun telah diserahkan ke negara melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu. Jadi, sebutnya, Kejaksaan hanya menginventarisasi aset-aset milik Sudjiono.
Basrief enggan membeberkan aset apa saja yang dilelang melalui PPA. Namun, dia mengatakan, aset yang disita dari Sudjiono ditaksir sudah mencapai Rp 50 miliar-Rp 60 miliar. Nominal tersebut diambil dengan cara menagih kewajiban perusahaan yang menerima dana dari BPUI.
Diketahui, perusahaan yang menerima pinjaman dana BPUI ialah Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar.
Di luar upaya penagihan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, penyitaan dan pengumpulan aset juga dilakukan melalui kolega Sudjiono yang didakwa korupsi bersama-sama bos BPUI itu. Kolega-kolega Sudjiono itu antara lain Agus Anwar, Hadi Rusli, Hario Suprobo, Witjaksono Abadiman dan Roberto V Ongpin.
Basrief menambahkan, koordinasi Kejagung dengan Kemenkeu untuk menginventarisir aset Sudjiono yang telah disita, sudah dilaksanakan. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan jaksa selaku kuasa hukum negara untuk mengembalikan aset Sudjiono.
Menurutnya, Kejaksaan hanya berusaha mematuhi putusan PK. Walaupun putusan PK itu memicu kontroversi berkepanjangan, katanya, Kejaksaan tidak mau gegabah mengajukan PK di atas PK. “Kita hanya melaksanakan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Lagi pula, tidak ada aturan PK di atas PK,” ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Basrief, Kejaksaan menunggu salinan putusan PK yang mengabulkan gugatan terpidana 15 tahun tersebut. Dia menambahkan, salinan putusan PK tersebut akan dipelajari. Dianalisis untuk kepentingan penegakan hukum.
Sudjiono Timan didakwa menyalahgunakan kewenangan sebagai Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Penyelewengan terjadi ketika dia memberikan dana pinjaman pemerintah kepada sejumlah koleganya, tapi pembayarannya macet.
Akibat tindakannya, Sudjiono didakwa merugikan keuangan negara sekitar Rp 120 miliar dan 98,7 juta dolar AS. Atas perkara ini, Sudjiono pun dijadikan tersangka korupsi.
Sebelum keluar putusan PK, MA pernah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Pada putusan kasasi, MA membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 25 November 2002.
Majelis Kasasi perkara Sudjiono Timan ini diketuai Bagir Manan. Anggota majelis hakim kasasi adalah Artidjo Alkostar, Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil. Majelis kasasi menyatakan, Sudjiono bersalah karena melakukan korupsi.
MA pun menjatuhi hukuman 15 tahun penjara kepada Sudjiono Timan. Bos BPUI itu juga dikenai kewajiban membayar denda Rp 15 juta serta membayar uang pengganti sebesar 98 juta dolar AS atau setara dengan Rp 369.446.905.115.
Tapi, Kejari Jaksel gagal mengeksekusi Sudjiono karena sudah kabur duluan. Dia kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) karena saat akan dieksekusi tak ada di rumahnya.
Pemeriksaan Internal Jangan Seperti Jeruk Makan Jeruk
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR M Nurdin meminta, pengusutan dugaan pelanggaran dalam pengambilan putusan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan dilakukan Mahkamah Agung (MA) secara transparan.
Menurut Nurdin, apapun hasil penelusuran tim pemeriksa internal MA, hendaknya disampaikan kepada publik. Jika ada indikasi pelanggaran, idealnya disampaikan apa pelanggaran tersebut sampai terang benderang.
Sebaliknya, jika disimpulkan tidak ada pelanggaran, perlu disampaikan juga apa yang mendasari keputusan tersebut.
Dia mengingatkan, penelusuran oleh jajaran internal MA bersifat administratif semata. Agar hasil penelusuran itu obyektif, hasil penelusuran internal perlu ditindaklanjuti dengan penelusuran pihak eksternal, yakni Komisi Yudisial (KY).
“Agar tidak ada kesan jeruk makan jeruk di sini,” kata politisi PDIP ini, kemarin.
Sebagai lembaga pengawas hakim, katanya, KY memiliki kompetensi menindaklanjuti semua temuan internal MA.
“Ada Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi MA. Mereka bisa menindaklanjuti semua temuan internal dengan investigasi yang lebih konkret,” tandas bekas Sekjen Polri ini.
Artinya, menurut Nurdin, penanganan eksternal menjadi penting mengingat KY mempunyai kompetensi untuk merekomendasikan sanksi lebih konkret. Lantaran itu, dia berharap, KY tidak ragu-ragu menentukan sikap dalam menindaklanjuti perkara ini. Terlebih, saat ini KY sudah menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran dalam penanganan PK Sudjiono Timan.
Hakim Agung Kenapa Kabulkan PK Buronan Ya...
Fadli Nasution, Koordinator PMHI
Koordinator Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai, pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan melabrak prosedur. Bagaimana mungkin, seorang terpidana yang buron bisa mengajukan PK.
“Ironis, kenapa ada Hakim Agung menerima permohonan PK terdakwa yang nyata-nyata berstatus buronan. Saya berharap, tim pemeriksa internal Mahkamah Agung mampu menemukan dugaan pelanggaran etika hakim di balik itu,” tegas Fadli, kemarin.
Sebab, menurut Fadli, permohonan PK yang diwakili istri terpidana, tidak dikenal dalam perundangan. Sinyalemen ini tentunya bisa dikualifikasikan dalam bentuk dugaan pelanggaran etika hakim.
“Jelas ada dugaan pelanggaran,” tandasnya.
Dia meminta, legal standing Hakim Agung menerima permohonan PK ini perlu dijelaskan secara terbuka. Tim pemeriksa juga diminta tidak menutup-nutupi hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Fadli menegaskan, bagaimana bisa permohonan PK pihak buronan mendapat putusan kabul. Keraguannya atas independensi penanganan perkara ini juga diperkuat disenting opinion satu Hakim Agung yang menolak PK tersebut.
“Itu menunjukkan pondasi penanganan PK tidak kuat atau justru memberi kesan dipaksakan. Ini berbahaya bagi kelangsungan hukum,” tandasnya.
Dia berharap, sekalipun ada tim internal MA yang menelusuri persoalan ini, perlu ada tim penyeimbang yang mengawasi dan mengontrol kinerja tim pemeriksa.
“Saya berharap Komisi Yudisial mengambil langkah strategis dalam menyelesaikan masalah ini,” tekan Fadli. [Harian Rakyat Merdeka]
Selasa, 10 September 2013
Polisi Harus Usut Tuntas Sprindik Palsu Jero Wacik
Oleh: Bayu Hermawan
INILAH.COM, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengusut tuntas beredarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Palsu yang menyebut Menteri ESDM, Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus suap di SKK Migas.
"Iya memang harus diusut tuntas siapa pelakunya. KPK lebih baik menyerahkan pengusutan kepada Kepolisian agar energi KPK tidak habis," ujarnya di Jakarta, Senin (9/9/2013).
Eva melanjutkan, keberhasilan pengusutan pelaku spirindik palsu tersebut akan menjadi pelajaran buat siapapun untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Politisi PDIP itu optimis jika kepolisian mampu mengusut tuntas aktor pembuat dan penyebar sprindik palsu tersebut.
"Dengan diserahkan ke Kepolisian, konsentrasi KPK tidak terpecah. Bisa dilacak spindik itu, harus ditindak lanjuti, jangan sampai tidak dilanjuti," tegasnya
Jika sprindik palsu tersebut tidak diusut, kedepannya dikawatirkan akan membahayakan eksistensi KPK dan berdampak pada pencemaran nama baik orang lain. "Iya itu bisa jadi pelajaran, biar kepolisian yang usut tuntas sprindik palsu itu," tandasnya.[bay]
INILAH.COM, Jakarta - Anggota Komisi III DPR, Eva Kusuma Sundari mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus mengusut tuntas beredarnya Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Palsu yang menyebut Menteri ESDM, Jero Wacik sebagai tersangka dalam kasus suap di SKK Migas.
"Iya memang harus diusut tuntas siapa pelakunya. KPK lebih baik menyerahkan pengusutan kepada Kepolisian agar energi KPK tidak habis," ujarnya di Jakarta, Senin (9/9/2013).
Eva melanjutkan, keberhasilan pengusutan pelaku spirindik palsu tersebut akan menjadi pelajaran buat siapapun untuk tidak melakukan perbuatan yang tidak terpuji. Politisi PDIP itu optimis jika kepolisian mampu mengusut tuntas aktor pembuat dan penyebar sprindik palsu tersebut.
"Dengan diserahkan ke Kepolisian, konsentrasi KPK tidak terpecah. Bisa dilacak spindik itu, harus ditindak lanjuti, jangan sampai tidak dilanjuti," tegasnya
Jika sprindik palsu tersebut tidak diusut, kedepannya dikawatirkan akan membahayakan eksistensi KPK dan berdampak pada pencemaran nama baik orang lain. "Iya itu bisa jadi pelajaran, biar kepolisian yang usut tuntas sprindik palsu itu," tandasnya.[bay]
Hakim Tipikor Dilaporkan Ke Komisi Yudisial
Oleh: Firman Qusnulyakin
INILAH.COM, Jakarta - Indar Atmanto, terdakwa penyalahgunaan frekuensi PT Indosat Tbk oleh PT Indosat Mega Media (IM2), mendatangi gedung Komisi Yudisial hari ini melaporkan hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memutus bersalah dirinya, Indosat, dan IM2 pada 8 Juli 2013 lalu.
Pengaduan Indar, dilakukan, menyusul aduan serupa yang dilakukan oleh asosiasi-asosiasi pemangku kepentingan di sektor telekomunikasi yang tergabung dalam Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada pertengahan Juli lalu.
Majlis hakim IM2 yang diadukan ke Komisi Yudisial adalah Ketua Majelis Antonius Widijantono, dua hakim karir Anas Mustaqiem dan Aviantara, serta dua hakim ad hoc Anwar dan Ugo.
Menurut Indar, Para terlapor tidak berlaku adil, tidak berprilaku jujur, tidak berdisiplin tinggi, maupun tidak professional dalam menjalankan tugasnya.
Mereka disebut keliru dalam menerapkan Azas Hukum dengan tidak mempertimbangkan bahwa perkara ini merupakan sengketa administrasi telekomunikasi seperti dinyatakan dipertimbangan putusan yang merujuk pada Pasal 34 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), bukan perkara tindak pidana korupsi, sehingga penyelesaiannya harus tunduk pada undang-undang di bidang telekomunikasi dan di bidang penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali dengan mengutamakan cara-cara penyelesaian administration penal, bukan dengan surat dakwaan.
“Pelanggaran atas Pasal 34 UU Telekomunikasi,jika ada, yang menjadi pertimbangan terlapor adalah berkaitan dengan administrasi, dimana sanksinya disebutkan pada Pasal 45 dan juga pasal 46 UU Telekomunikasi yang sama, berupa sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan ijin setelah diberikan teguran terlebih dahulu," papar Luhut Pangaribuan SH, kuasa hukum Indar.
Selain itu Majelis Hakim tidak mengindahkan sama sekali pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sebagai regulator yang memiliki kewenangan berdasar UU Telekomunikasi, dengan mengabaikan Surat Menteri Kominfo tanpa terlebih dahalu menjelaskan pertimbangannya. “Dalam 2 suratnya, Menkominfo telah dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang dilanggar dalam perjanjian kerjasama antara Indosat dan IM2,” kata Indar, Senin (9/9/2013).
Terlapor juga dalam putusannya juga mengabaikan fakta persidangan, dengan mengabaikan Alat Bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan bukti surat. Terlebih lagi mengabaikan keterangan ahli a de charge yang diajukan oleh terdakwa dan penasehat hukum tanpa terlebih dahulu menjelaskan pendapat Ahli mana yang PELAPOR tidak sependapat.
Tindakan Terlapor tersebut di atas yang mengesampingkan alat-alat bukti surat, keterangan saksi dan keterangan ahli telah melanggar ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP dimana Majelis Hakim telah bersikap parsial dengan mengabaikan keterangan Ahli yang diajukan terdakwa.
Disamping itu Terlapor juga telah berprilaku tidak jujur dengan mengubah keterangan ahli yang sudah dikemukakan dibawah sumpah dimuka persidangan, dan juga telah mengabaikan perubahan Surat Dakwaan yang dilakukan JPU dimana hal ini merupakan pelanggaran Pasal 144 ayat (1) KUHAP dimana dengan perubahan ini maka terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas diri PELAPOR.
Akibatnya, terlapor membuat kesalahan fatal dengan membuat kesimpulan yang tidak didasarkan kepada fakta-fakta persidangan, baik berupa keterangan saksi, surat maupun keterangan ahli. [ton]
INILAH.COM, Jakarta - Indar Atmanto, terdakwa penyalahgunaan frekuensi PT Indosat Tbk oleh PT Indosat Mega Media (IM2), mendatangi gedung Komisi Yudisial hari ini melaporkan hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) yang memutus bersalah dirinya, Indosat, dan IM2 pada 8 Juli 2013 lalu.
Pengaduan Indar, dilakukan, menyusul aduan serupa yang dilakukan oleh asosiasi-asosiasi pemangku kepentingan di sektor telekomunikasi yang tergabung dalam Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) dan Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) pada pertengahan Juli lalu.
Majlis hakim IM2 yang diadukan ke Komisi Yudisial adalah Ketua Majelis Antonius Widijantono, dua hakim karir Anas Mustaqiem dan Aviantara, serta dua hakim ad hoc Anwar dan Ugo.
Menurut Indar, Para terlapor tidak berlaku adil, tidak berprilaku jujur, tidak berdisiplin tinggi, maupun tidak professional dalam menjalankan tugasnya.
Mereka disebut keliru dalam menerapkan Azas Hukum dengan tidak mempertimbangkan bahwa perkara ini merupakan sengketa administrasi telekomunikasi seperti dinyatakan dipertimbangan putusan yang merujuk pada Pasal 34 UU No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (UU Telekomunikasi), bukan perkara tindak pidana korupsi, sehingga penyelesaiannya harus tunduk pada undang-undang di bidang telekomunikasi dan di bidang penerimaan negara bukan pajak sesuai dengan asas lex specialis derogat legi generali dengan mengutamakan cara-cara penyelesaian administration penal, bukan dengan surat dakwaan.
“Pelanggaran atas Pasal 34 UU Telekomunikasi,jika ada, yang menjadi pertimbangan terlapor adalah berkaitan dengan administrasi, dimana sanksinya disebutkan pada Pasal 45 dan juga pasal 46 UU Telekomunikasi yang sama, berupa sanksi administrasi dalam bentuk pencabutan ijin setelah diberikan teguran terlebih dahulu," papar Luhut Pangaribuan SH, kuasa hukum Indar.
Selain itu Majelis Hakim tidak mengindahkan sama sekali pendapat resmi dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) sebagai regulator yang memiliki kewenangan berdasar UU Telekomunikasi, dengan mengabaikan Surat Menteri Kominfo tanpa terlebih dahalu menjelaskan pertimbangannya. “Dalam 2 suratnya, Menkominfo telah dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada yang dilanggar dalam perjanjian kerjasama antara Indosat dan IM2,” kata Indar, Senin (9/9/2013).
Terlapor juga dalam putusannya juga mengabaikan fakta persidangan, dengan mengabaikan Alat Bukti berupa keterangan saksi, keterangan ahli dan bukti surat. Terlebih lagi mengabaikan keterangan ahli a de charge yang diajukan oleh terdakwa dan penasehat hukum tanpa terlebih dahulu menjelaskan pendapat Ahli mana yang PELAPOR tidak sependapat.
Tindakan Terlapor tersebut di atas yang mengesampingkan alat-alat bukti surat, keterangan saksi dan keterangan ahli telah melanggar ketentuan Pasal 197 ayat (1) huruf d KUHAP dimana Majelis Hakim telah bersikap parsial dengan mengabaikan keterangan Ahli yang diajukan terdakwa.
Disamping itu Terlapor juga telah berprilaku tidak jujur dengan mengubah keterangan ahli yang sudah dikemukakan dibawah sumpah dimuka persidangan, dan juga telah mengabaikan perubahan Surat Dakwaan yang dilakukan JPU dimana hal ini merupakan pelanggaran Pasal 144 ayat (1) KUHAP dimana dengan perubahan ini maka terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) atas diri PELAPOR.
Akibatnya, terlapor membuat kesalahan fatal dengan membuat kesimpulan yang tidak didasarkan kepada fakta-fakta persidangan, baik berupa keterangan saksi, surat maupun keterangan ahli. [ton]
Kamis, 05 September 2013
Kebocoran Soal Tes CPNS Biasanya Melibatkan Kepala Daerah
SELEKSI CPNS 2013 dengan
sistem lembar jawaban kerja (LJK) akan digeber 3 November mendatang.
Upaya pengamanan dan pengawasan pun sudah dilakukan pemerintah dengan
melibatkan institusi terkait.
Namun, mantan Deputi SDM Aparatur
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
(KemenPAN-RB) Ramli Naibaho yang kini menjadi dosen di Institut
Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) memprediksikan, pengadaan CPNS tahun
ini tetap akan diwarnai kebocoran.
Dia pun memberikan beberapa tips untuk
meminimalisir tingkat kebocoran tersebut. Berikut petikan wawancara
wartawan JPNN Mesya Mohammad dengan Ramli, kemarin (3/9.
Pelaksanaan seleksi CPNS 2013
tinggal dua bulan lagi. Dari analisa Anda, sudah memadaikah standar
pengamanan dan pengawasan yang disusun pemerintah saat ini?
Sejauh ini sudah cukup, apalagi Badan
Kepegawaian Negara (BKN) ikut juga. Tapi meski begitu, pengawasan dan
pengamanan itu tidak artinya kalau pemerintah tidak memperhatikan
aspirasi masyarakat.
Maksudnya apa Pak?
Aspirasi disini adalah seluruh laporan
baik lewat surat, pemberitaan media, LSM, dan lainnya harus ditanggapi.
Saya kira ini dulu yang harus difokuskan pemerintah. Saya juga yakin,
selama proses pendaftaran CPNS berlangsung, banyak laporan pengaduan
masyarakat yang masuk. Kalau ini tidak ditanggapi pemerintah, akan jadi
pemicu maraknya kecurangan. Pada pelaksanaan CPNS 2009, 2010, dan 2012
ada kebocoran di daerah-daerah. Saat itu kita turunkan tim pusat untuk
menyelidiki kasus kebocoran tersebut. Selain itu ratusan pengaduan masuk
dan itu kami langsung sikapi. Dengan begitu, masyarakat akan terpacu
untuk melakukan pengawasan pada seleksi CPNS. Di sisi lain, para calo
CPNS akan keder karena tahu ada sanksi berat bagi yang sengaja main-main
selama proses seleksi.
Masuknya laporan masyarakat ini memberikan
keuntungan bagi pemerintah karena bisa memetakan daerah mana yang
potensial bocor dan tidak. Yang rawan bocor, pengawasannya harus ekstra
ketat dan yang tidak, pengawasannya standar-standar saja.
Kira-kira berapa prosentase kebocoran soal?
Dari pengalaman saya, prosentase
kebocorannya adalah 15 persen. Biasanya kebocoran itu terjadi karena
melibatkan kepala daerah. Di tahun politik ini, kemungkinan 20-25 daerah
akan bocor karena bupati/walikotanya ingin menarik perhatian
masyarakat. Sehingga pemerintah harus mewaspadai masalah ini.
Dalam pengawasan seleksi CPNS, pemerintah melibatkan LSM yakni ICW, kepolisian, dan BIN. Cukup aman tidak Pak?
Tahun-tahun sebelumnya institusi tersebut
tetap dilibatkan. Namun kebocoran tetap terjadi karena memang peranan
kepala daerah dalam hal ini sangat besar. Ada kepala daerah yang baik
dan punya komitmen menciptakan rekrutmen yang bersih, tapi ada juga yang
sengaja membocorkan karena ada kepentingan besar sebagai latar
belakangnya. Master soal akan tetap aman ketika masih dikunci Lemsaneg
(Lembaga Sandi Negara). Namun begitu pindah tangan ke daerah,
potensi-potensi kebocoran itu terbuka lebar.
Jadi untuk antisipasinya bagaimana Pak?
Pemerintah harus lebih memperketat
pengawasan saat penggadaan dan distribusi lembar di titik-titik rawan
bocor. Tim pengawas harus dari berbagai unsur. Kalau di daerah punya
tim pengawas, tim pusat harus tetap mendampingi agar mereka tidak berani
macam-macam. Itupun jumlah personilnya harus cukup banyak agar satu
sama lainnya bisa saling mengawasi.
Keterlibatan LSM dalam pengawasan sangat penting. Namun, sebaiknya jangan LSM pusat saja yang dirangkul. LSM di daerah setempat harus diajak karena mereka lebih tahu kondisi di lapangan. Ada baiknya dibentuk konsorsium LSM yang tugasnya melakukan pengawasan selama seleksi.
Keterlibatan LSM dalam pengawasan sangat penting. Namun, sebaiknya jangan LSM pusat saja yang dirangkul. LSM di daerah setempat harus diajak karena mereka lebih tahu kondisi di lapangan. Ada baiknya dibentuk konsorsium LSM yang tugasnya melakukan pengawasan selama seleksi.
Anda katakan tadi peluang bocor
dalam seleksi CPNS akan tetap terjadi. Sebenarnya cara apa yang tepat
agar kebocoran tidak terjadi lagi?
Cara paling aman dan tidak ada potensi
bocor adalah metode computer assisted test (CAT). Penggunaan CAT memang
diharapkan akan menjadi metode satu-satunya dalam seleksi penerimaan
CPNS. Namun, karena masih banyak daerah yang belum siap infrastrukturnya
maka digunakan metode LJK juga. Itu sebabnya saya katakan tadi, selama
tes CPNS menggunakan LJK kebocoran tetap akan terjadi. Karenanya
pemerintah serta instansi terkait harus bersama-sama mengamankannya.
Mulai dari penggandaan lembar soal, distribusi hingga pemeriksaan hasil.
Prinsipnya, pemerintah harus menghindari lembar soal itu tercecer atau
menginap di suatu lokasi yang diragukan keamanannya. Kalaupun sampai
nginap, diupayakan dijaga oleh tim pengawas yang anggotanya minimal
lima. Sebab kalau hanya satu atau dua atau tiga orang akan mudah kerja
samanya. Sedangkan bila lebih dari tiga akan sulit melakukan kerja
sama.*** (esy/jpnn)
Dangrup 2 Kopassus: Jika Dibiarkan, Dicky Cs Jadi Mafia Besar di DIY
VIVAnews - Meski tak secara terang-terangan
mendukung tindakan anak buahnya, Serda Ucok Simbolon Cs yang melakukan
penyerangan Lapas Cebongan dan telah menewaskan Dicky Cs.
Namun, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura, Letkol Maruli Simanjuntak menyatakan jika tindakan Dicky Cs dibiarkan maka kelompok itu akan menjadi mafia besar di Yogyakarta.
"Mungkin kita bersama masyarakat akan melihat jika tindakan Dicky Cs dibiarkan maka mereka akan menjadi mafia yang besar disini," kata Maruly di sela-sela tabur bunga di makam Letkol Purn Idjon Djanbi di TPU Pracimalaya, Kuncen, Kota Yogyakarta, Rabu 4 September 2013.
Menurutnya, tindakan Ucok Cs tidak ada perintah dari orang lain atau dari atasannya. Tindakan itu dilakukan karena kepedulian sesama rekan prajurit.
"Dia (Ucok) lihat ada rekannya (Serka Heru Santoso) diperlakukan seperti itu (dikeroyok hingga tewas), Apalagi orang itu (Dicky, Juan, Deddy, dan Ali) sudah berulang-ulang melakukan tindakan melanggar hukum," katanya.
Maruly menyatakan tindakan Ucok Cs tetap bersalah karena menghabisi nyawa empat orang. Meski demikian, dia berharap majelis hakim nanti memberi keputusan yang adil.
"Kami tunduk hukum dan akan menghormati putusan majelis hakim. Mereka (Ucok Cs) itu semua teman-teman kami, walaupun mereka melakukannya, tapi bukan kepentingan pribadi," tegasnya
Beri Dukungan
Puluhan elemen masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah dipastikan akan menghadiri sidang di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dengan agenda pembacaan vonis terhadap 12 oknum anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kartosura, Kamis besok 5 September 2013.
"Kami akan datang memberikan dukungan dengan warga yang lebih besar untuk mendukung terdakwa juga korp Kopasus. Kami tetap minta hakim memberikan hukuman seringan mungkin," kata Yuli Astuti, perwakilan dari Paguyuban Kawula Mataram Ngayogyakarta.
Yuli menambahkan penyerangan yang dilakukan serca Ucok Cs tidak dapat dibenarkan menurut hukum. Hanya saja, perlu majelis hakim melihat ekses cukup positif dalam menumpas premanisme di Yogyakarta selama ini. (adi)
Namun, Komandan Grup 2 Kopassus Kartasura, Letkol Maruli Simanjuntak menyatakan jika tindakan Dicky Cs dibiarkan maka kelompok itu akan menjadi mafia besar di Yogyakarta.
"Mungkin kita bersama masyarakat akan melihat jika tindakan Dicky Cs dibiarkan maka mereka akan menjadi mafia yang besar disini," kata Maruly di sela-sela tabur bunga di makam Letkol Purn Idjon Djanbi di TPU Pracimalaya, Kuncen, Kota Yogyakarta, Rabu 4 September 2013.
Menurutnya, tindakan Ucok Cs tidak ada perintah dari orang lain atau dari atasannya. Tindakan itu dilakukan karena kepedulian sesama rekan prajurit.
"Dia (Ucok) lihat ada rekannya (Serka Heru Santoso) diperlakukan seperti itu (dikeroyok hingga tewas), Apalagi orang itu (Dicky, Juan, Deddy, dan Ali) sudah berulang-ulang melakukan tindakan melanggar hukum," katanya.
Maruly menyatakan tindakan Ucok Cs tetap bersalah karena menghabisi nyawa empat orang. Meski demikian, dia berharap majelis hakim nanti memberi keputusan yang adil.
"Kami tunduk hukum dan akan menghormati putusan majelis hakim. Mereka (Ucok Cs) itu semua teman-teman kami, walaupun mereka melakukannya, tapi bukan kepentingan pribadi," tegasnya
Beri Dukungan
Puluhan elemen masyarakat Yogyakarta dan Jawa Tengah dipastikan akan menghadiri sidang di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta dengan agenda pembacaan vonis terhadap 12 oknum anggota Kopassus Grup 2 Kandang Menjangan Kartosura, Kamis besok 5 September 2013.
"Kami akan datang memberikan dukungan dengan warga yang lebih besar untuk mendukung terdakwa juga korp Kopasus. Kami tetap minta hakim memberikan hukuman seringan mungkin," kata Yuli Astuti, perwakilan dari Paguyuban Kawula Mataram Ngayogyakarta.
Yuli menambahkan penyerangan yang dilakukan serca Ucok Cs tidak dapat dibenarkan menurut hukum. Hanya saja, perlu majelis hakim melihat ekses cukup positif dalam menumpas premanisme di Yogyakarta selama ini. (adi)
Langganan:
Postingan (Atom)