Jumat, 20 September 2013

MA Tidak Kunjung Rampung Periksa Hakim PK Sudjiono

RMOL. Mahkamah Agung (MA) belum merampungkan pemeriksaan Hakim Agung yang menangani perkara peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan yang hingga kini berstatus buronan.

Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur menjelaskan, MA masih mempelajari putusan PK Sudjiono Timan. Upaya ini dilaksanakan dengan memeriksa Hakim Agung yang menangani PK bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) tersebut.

“Fokus pemeriksaan dilakukan terhadap anggota majelis hakim PK, Sri Murwahyuni,” katanya.

Pemeriksaan Sri menjadi perhatian lantaran Hakim Agung ini mengajukan pendapat berbeda atau disenting opinion saat memutus PK tersebut. Dia satu-satunya anggota majelis yang tidak mengabulkan PK Sudjiono.

Sri yang dimintai keterangan ikhwal pemeriksaannya, menolak memberi keterangan. Dia menyerahkan sepenuhnya putusan atas perkara ini kepada tim pemeriksa yang dibentuk Ketua MA Hatta Ali.

Ridwan menyatakan, tim pemeriksa tengah melanjutkan pemeriksaan pada hakim-hakim lainnya. Majelis hakim PK kasus ini diketuai Suhadi. Anggota majelis hakim terdiri dari Andi Samsan Nganro, Abdul Latif, Sophian Martabaya, dan Sri Murwahyuni, serta Panitera Pengganti Juyamto.

“Sudah ada pendalaman dan beberapa pemeriksaan lanjutan pada hakim-hakim dan pihak terkait perkara,” kata Ridwan.

Ridwan bilang tim yang diketuai Hakim Agung Timur Manurung itu bekerja sangat hati-hati. Menurutnya, materi pemeriksaan Hakim-hakim Agung itu menyangkut bagaimana majelis PK menimbang legal standing ahli waris selaku pemohon PK, status terdakwa yang sedang buron, hingga mekanisme pengambilan putusan yang mengabulkan alias memutus terdakwa bebas.

Keterangan-keterangan tersebut, hingga kemarin, masih didalami. Dia mengaku belum bisa menyimpulkan, apakah hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya suap dan  sejenisnya.

Sebab, pemeriksaan yang berkutat pada apa pertimbangan hakim menerima permohonan PK Sudjiono yang sedang buron, berikut teknis pengambilan putusan belum selesai.

Ridwan menyatakan, masih ada pihak lain yang perlu diklarifikasi. Pihak-pihak lain itu antara lain, panitera pengganti serta pemohon PK. Dia mengaku, pemeriksaan hakim yang menangani PK Sudjiono Timan berlangsung profesional. Jika ada kesalahan prosedur dan dugaan tindak pidana, MA akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan.

Dihubungi secara terpisah, Hakim Agung Gayus Lumbuun secara pribadi menilai,  putusan PK Sudjiono Timan bisa batal demi hukum. Lantaran itu, dia meminta tim eksaminasi menganalisis kemungkinan kesalahan penerapan hukum acara seperti diatur Pasal 263 dan 268 KUHAP, termasuk penerapan surat edaran Ketua Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.

Gayus menambahkan, dalam persidangan permohonan PK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (pengadilan asal) dengan jelas terungkap, terpidana tidak hadir karena telah ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang) dan hanya dihadiri kuasa hukumnya serta istrinya.

“Ini bertentangan dengan Pasal 263 dan Pasal 268 KUHAP yang mengakibatkan putusan tersebut batal demi hukum. Atau putusan itu dianggap tidak pernah ada atau never existed, sehingga menjadikan kedudukan perkara ini kembali pada putusan kasasi,” tandasnya.

Hakim ad hoc tipikor MA Krisna Harahap menegaskan, kehadiran terpidana dalam pengajuan PK adalah keharusan. Sebab, Pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHAP menyatakan, hakim, jaksa dan terpidana harus menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Pada kesempatan itu, terpidana mendapat kesempatan menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat. “Dengan demikian, pengajuan PK dari tempat pelarian dapat dihindari,” tandas Krisna.

Menurut Kepala Biro Humas Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fadjar, KY menunggu hasil pemeriksaan internal MA. Sekalipun demikian, KY sudah menerima laporan tentang dugaan pelanggaran kode etik. Ia menolak membeberkan pelapor kasus PK buronan terpidana korupsi Rp 369 miliar tersebut.

“Kami sedang melakukan penelusuran,” kata Asep. 

Kepala Pusat Penerangan dan Hukum  Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi menyatakan, sampai kemarin, Kejaksaan belum menerima salinan putusan PK Sudjiono Timan.

“Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor perkara ini, sama sekali belum menerima salinan putusan PK dari MA,” ujar Untung.

Kilas Balik
Sudah Buron, Asetnya Akan Dikembalikan

Aset Sudjiono Timan yang telah disita untuk negara akan dikembalikan, karena Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan istri buronan itu, dikabulkan. Tapi, Kejaksaan Agung belum merumuskan teknis pengembalian aset Sudjiono pasca putusan PK.

Menurut Jaksa Agung Basrief Arif, eksekusi aset buronan itu sudah dilaksanakan. Mekanisme penyitaan aset sebesar 98 juta dolar AS atau sekitar Rp 369 miliar itu, ditempuh melalui Perusahaan Pengelola Aset (PPA).

“Pelelangan asetnya dilaksanakan oleh PPA,” kata Basrief, beberapa waktu lalu.

Hasil lelang aset milik buronan itu pun telah diserahkan ke negara melalui Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu. Jadi, sebutnya, Kejaksaan hanya menginventarisasi aset-aset milik Sudjiono.

Basrief enggan membeberkan aset apa saja yang dilelang melalui PPA. Namun, dia mengatakan, aset yang disita dari Sudjiono ditaksir sudah mencapai Rp  50 miliar-Rp 60 miliar. Nominal tersebut diambil dengan cara menagih kewajiban perusahaan yang menerima dana dari BPUI.

Diketahui, perusahaan yang menerima pinjaman dana BPUI ialah Festival Company Inc. sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS, KAFL sebesar 34 juta dolar AS dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp 98,7 miliar.

Di luar upaya penagihan terhadap perusahaan-perusahaan tersebut, penyitaan dan pengumpulan aset juga dilakukan melalui kolega Sudjiono yang didakwa korupsi bersama-sama bos BPUI  itu. Kolega-kolega Sudjiono itu antara lain Agus Anwar, Hadi Rusli, Hario Suprobo, Witjaksono Abadiman dan Roberto V Ongpin.

Basrief menambahkan, koordinasi Kejagung dengan Kemenkeu untuk menginventarisir aset Sudjiono yang telah disita, sudah dilaksanakan. Hal ini akan menjadi bahan pertimbangan jaksa selaku kuasa hukum negara untuk mengembalikan aset Sudjiono.

Menurutnya, Kejaksaan hanya berusaha mematuhi putusan PK. Walaupun putusan PK itu memicu kontroversi berkepanjangan, katanya, Kejaksaan tidak mau gegabah mengajukan PK di atas PK. “Kita hanya melaksanakan putusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap. Lagi pula, tidak ada aturan PK di atas PK,” ujarnya.

Sejauh ini, lanjut Basrief, Kejaksaan menunggu salinan putusan PK yang mengabulkan gugatan terpidana 15 tahun tersebut. Dia menambahkan, salinan putusan PK tersebut akan dipelajari. Dianalisis untuk kepentingan penegakan hukum.

Sudjiono Timan didakwa menyalahgunakan kewenangan sebagai Direktur Utama PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI). Penyelewengan terjadi ketika dia memberikan dana pinjaman pemerintah kepada sejumlah koleganya, tapi pembayarannya macet.

Akibat tindakannya, Sudjiono didakwa merugikan keuangan negara sekitar Rp 120 miliar dan 98,7 juta dolar AS. Atas perkara ini, Sudjiono pun dijadikan tersangka korupsi.

Sebelum keluar putusan PK, MA pernah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Pada putusan kasasi, MA membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 25 November 2002.

Majelis Kasasi perkara Sudjiono Timan ini diketuai Bagir Manan. Anggota majelis hakim kasasi adalah Artidjo Alkostar, Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil. Majelis kasasi menyatakan, Sudjiono bersalah karena melakukan korupsi.

MA pun menjatuhi hukuman 15 tahun penjara kepada Sudjiono Timan. Bos BPUI itu juga dikenai kewajiban membayar denda Rp 15 juta serta membayar uang pengganti sebesar 98 juta dolar AS atau setara dengan Rp 369.446.905.115.

Tapi, Kejari Jaksel gagal mengeksekusi Sudjiono karena sudah kabur duluan. Dia kemudian masuk daftar pencarian orang (DPO) karena saat akan dieksekusi tak ada di rumahnya.

Pemeriksaan Internal Jangan Seperti Jeruk Makan Jeruk
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR

Anggota Komisi III DPR M Nurdin meminta, pengusutan dugaan pelanggaran dalam pengambilan putusan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan dilakukan Mahkamah Agung (MA) secara transparan.

Menurut Nurdin, apapun hasil penelusuran tim pemeriksa internal MA, hendaknya disampaikan kepada publik. Jika ada indikasi pelanggaran, idealnya disampaikan apa pelanggaran tersebut sampai terang benderang.

Sebaliknya, jika disimpulkan tidak ada pelanggaran, perlu disampaikan juga apa yang mendasari keputusan tersebut.

Dia mengingatkan, penelusuran oleh jajaran internal MA bersifat administratif semata. Agar hasil penelusuran itu obyektif, hasil penelusuran internal perlu ditindaklanjuti dengan penelusuran pihak eksternal, yakni Komisi Yudisial (KY).

“Agar tidak ada kesan jeruk makan jeruk di sini,” kata politisi PDIP ini, kemarin.
Sebagai lembaga pengawas hakim, katanya, KY memiliki kompetensi menindaklanjuti semua temuan internal MA.

“Ada Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi MA. Mereka bisa menindaklanjuti semua temuan internal dengan investigasi yang lebih konkret,” tandas bekas Sekjen Polri ini.

Artinya, menurut Nurdin, penanganan eksternal menjadi penting mengingat KY mempunyai kompetensi untuk merekomendasikan sanksi lebih konkret. Lantaran itu, dia berharap, KY tidak ragu-ragu menentukan sikap dalam menindaklanjuti perkara ini. Terlebih, saat ini KY sudah menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran dalam penanganan PK Sudjiono Timan.

Hakim Agung Kenapa Kabulkan PK Buronan Ya...
Fadli Nasution, Koordinator PMHI

Koordinator Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai, pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan melabrak prosedur. Bagaimana mungkin, seorang terpidana yang buron bisa mengajukan PK.

“Ironis, kenapa ada Hakim Agung menerima permohonan PK terdakwa yang nyata-nyata berstatus buronan. Saya berharap, tim pemeriksa internal Mahkamah Agung mampu menemukan dugaan pelanggaran etika hakim di balik itu,” tegas Fadli, kemarin.

Sebab, menurut Fadli, permohonan PK yang diwakili istri terpidana, tidak dikenal dalam perundangan. Sinyalemen ini tentunya bisa dikualifikasikan dalam bentuk dugaan pelanggaran etika hakim.

“Jelas ada dugaan pelanggaran,” tandasnya.

Dia meminta, legal standing Hakim Agung menerima permohonan PK ini perlu dijelaskan secara terbuka. Tim pemeriksa juga diminta tidak menutup-nutupi hasil pemeriksaan yang dilakukannya.

Fadli menegaskan, bagaimana bisa permohonan PK pihak buronan mendapat putusan kabul. Keraguannya atas independensi penanganan perkara ini juga diperkuat disenting opinion satu Hakim Agung yang menolak PK tersebut.

“Itu menunjukkan pondasi penanganan PK tidak kuat atau justru memberi kesan dipaksakan. Ini berbahaya bagi kelangsungan hukum,” tandasnya.

Dia berharap, sekalipun ada tim internal MA yang menelusuri persoalan ini, perlu ada tim penyeimbang yang mengawasi dan mengontrol kinerja tim pemeriksa.

“Saya berharap Komisi Yudisial mengambil langkah strategis dalam menyelesaikan masalah ini,” tekan Fadli. [Harian Rakyat Merdeka]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar