RMOL. Mahkamah Agung (MA) belum merampungkan pemeriksaan Hakim
Agung yang menangani perkara peninjauan kembali (PK) Sudjiono Timan yang
hingga kini berstatus buronan.
Kepala Biro Hukum dan Humas
Mahkamah Agung (MA) Ridwan Mansyur menjelaskan, MA masih mempelajari
putusan PK Sudjiono Timan. Upaya ini dilaksanakan dengan memeriksa Hakim
Agung yang menangani PK bos PT Bahana Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI)
tersebut.
“Fokus pemeriksaan dilakukan terhadap anggota majelis hakim PK, Sri Murwahyuni,” katanya.
Pemeriksaan
Sri menjadi perhatian lantaran Hakim Agung ini mengajukan pendapat
berbeda atau disenting opinion saat memutus PK tersebut. Dia
satu-satunya anggota majelis yang tidak mengabulkan PK Sudjiono.
Sri
yang dimintai keterangan ikhwal pemeriksaannya, menolak memberi
keterangan. Dia menyerahkan sepenuhnya putusan atas perkara ini kepada
tim pemeriksa yang dibentuk Ketua MA Hatta Ali.
Ridwan
menyatakan, tim pemeriksa tengah melanjutkan pemeriksaan pada
hakim-hakim lainnya. Majelis hakim PK kasus ini diketuai Suhadi. Anggota
majelis hakim terdiri dari Andi Samsan Nganro, Abdul Latif, Sophian
Martabaya, dan Sri Murwahyuni, serta Panitera Pengganti Juyamto.
“Sudah ada pendalaman dan beberapa pemeriksaan lanjutan pada hakim-hakim dan pihak terkait perkara,” kata Ridwan.
Ridwan
bilang tim yang diketuai Hakim Agung Timur Manurung itu bekerja sangat
hati-hati. Menurutnya, materi pemeriksaan Hakim-hakim Agung itu
menyangkut bagaimana majelis PK menimbang legal standing ahli waris
selaku pemohon PK, status terdakwa yang sedang buron, hingga mekanisme
pengambilan putusan yang mengabulkan alias memutus terdakwa bebas.
Keterangan-keterangan
tersebut, hingga kemarin, masih didalami. Dia mengaku belum bisa
menyimpulkan, apakah hasil pemeriksaan mengindikasikan adanya suap dan
sejenisnya.
Sebab, pemeriksaan yang berkutat pada apa
pertimbangan hakim menerima permohonan PK Sudjiono yang sedang buron,
berikut teknis pengambilan putusan belum selesai.
Ridwan
menyatakan, masih ada pihak lain yang perlu diklarifikasi. Pihak-pihak
lain itu antara lain, panitera pengganti serta pemohon PK. Dia mengaku,
pemeriksaan hakim yang menangani PK Sudjiono Timan berlangsung
profesional. Jika ada kesalahan prosedur dan dugaan tindak pidana, MA
akan menindaklanjutinya sesuai ketentuan.
Dihubungi secara
terpisah, Hakim Agung Gayus Lumbuun secara pribadi menilai, putusan PK
Sudjiono Timan bisa batal demi hukum. Lantaran itu, dia meminta tim
eksaminasi menganalisis kemungkinan kesalahan penerapan hukum acara
seperti diatur Pasal 263 dan 268 KUHAP, termasuk penerapan surat edaran
Ketua Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2012.
Gayus
menambahkan, dalam persidangan permohonan PK di Pengadilan Negeri
Jakarta Selatan (pengadilan asal) dengan jelas terungkap, terpidana
tidak hadir karena telah ditetapkan sebagai DPO (daftar pencarian orang)
dan hanya dihadiri kuasa hukumnya serta istrinya.
“Ini
bertentangan dengan Pasal 263 dan Pasal 268 KUHAP yang mengakibatkan
putusan tersebut batal demi hukum. Atau putusan itu dianggap tidak
pernah ada atau never existed, sehingga menjadikan kedudukan perkara ini
kembali pada putusan kasasi,” tandasnya.
Hakim ad hoc tipikor MA
Krisna Harahap menegaskan, kehadiran terpidana dalam pengajuan PK
adalah keharusan. Sebab, Pasal 265 ayat (2) dan (3) KUHAP menyatakan,
hakim, jaksa dan terpidana harus menandatangani Berita Acara Pemeriksaan
(BAP).
Pada kesempatan itu, terpidana mendapat kesempatan
menggunakan haknya untuk mengeluarkan pendapat. “Dengan demikian,
pengajuan PK dari tempat pelarian dapat dihindari,” tandas Krisna.
Menurut
Kepala Biro Humas Komisi Yudisial (KY) Asep Rahmat Fadjar, KY menunggu
hasil pemeriksaan internal MA. Sekalipun demikian, KY sudah menerima
laporan tentang dugaan pelanggaran kode etik. Ia menolak membeberkan
pelapor kasus PK buronan terpidana korupsi Rp 369 miliar tersebut.
“Kami sedang melakukan penelusuran,” kata Asep.
Kepala
Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Setia Untung Arimuladi
menyatakan, sampai kemarin, Kejaksaan belum menerima salinan putusan PK
Sudjiono Timan.
“Kejari Jakarta Selatan selaku eksekutor perkara ini, sama sekali belum menerima salinan putusan PK dari MA,” ujar Untung.
Kilas Balik
Sudah Buron, Asetnya Akan Dikembalikan
Aset
Sudjiono Timan yang telah disita untuk negara akan dikembalikan, karena
Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan istri buronan itu, dikabulkan.
Tapi, Kejaksaan Agung belum merumuskan teknis pengembalian aset Sudjiono
pasca putusan PK.
Menurut Jaksa Agung Basrief Arif, eksekusi
aset buronan itu sudah dilaksanakan. Mekanisme penyitaan aset sebesar 98
juta dolar AS atau sekitar Rp 369 miliar itu, ditempuh melalui
Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
“Pelelangan asetnya dilaksanakan oleh PPA,” kata Basrief, beberapa waktu lalu.
Hasil
lelang aset milik buronan itu pun telah diserahkan ke negara melalui
Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu. Jadi, sebutnya, Kejaksaan
hanya menginventarisasi aset-aset milik Sudjiono.
Basrief enggan
membeberkan aset apa saja yang dilelang melalui PPA. Namun, dia
mengatakan, aset yang disita dari Sudjiono ditaksir sudah mencapai Rp
50 miliar-Rp 60 miliar. Nominal tersebut diambil dengan cara menagih
kewajiban perusahaan yang menerima dana dari BPUI.
Diketahui,
perusahaan yang menerima pinjaman dana BPUI ialah Festival Company Inc.
sebesar 67 juta dolar AS, Penta Investment Ltd sebesar 19 juta dolar AS,
KAFL sebesar 34 juta dolar AS dan dana pinjaman Pemerintah (RDI) Rp
98,7 miliar.
Di luar upaya penagihan terhadap
perusahaan-perusahaan tersebut, penyitaan dan pengumpulan aset juga
dilakukan melalui kolega Sudjiono yang didakwa korupsi bersama-sama bos
BPUI itu. Kolega-kolega Sudjiono itu antara lain Agus Anwar, Hadi
Rusli, Hario Suprobo, Witjaksono Abadiman dan Roberto V Ongpin.
Basrief
menambahkan, koordinasi Kejagung dengan Kemenkeu untuk menginventarisir
aset Sudjiono yang telah disita, sudah dilaksanakan. Hal ini akan
menjadi bahan pertimbangan jaksa selaku kuasa hukum negara untuk
mengembalikan aset Sudjiono.
Menurutnya, Kejaksaan hanya
berusaha mematuhi putusan PK. Walaupun putusan PK itu memicu kontroversi
berkepanjangan, katanya, Kejaksaan tidak mau gegabah mengajukan PK di
atas PK. “Kita hanya melaksanakan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap. Lagi pula, tidak ada aturan PK di atas PK,”
ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Basrief, Kejaksaan menunggu salinan
putusan PK yang mengabulkan gugatan terpidana 15 tahun tersebut. Dia
menambahkan, salinan putusan PK tersebut akan dipelajari. Dianalisis
untuk kepentingan penegakan hukum.
Sudjiono Timan didakwa
menyalahgunakan kewenangan sebagai Direktur Utama PT Bahana Pembinaan
Usaha Indonesia (BPUI). Penyelewengan terjadi ketika dia memberikan dana
pinjaman pemerintah kepada sejumlah koleganya, tapi pembayarannya
macet.
Akibat tindakannya, Sudjiono didakwa merugikan keuangan
negara sekitar Rp 120 miliar dan 98,7 juta dolar AS. Atas perkara ini,
Sudjiono pun dijadikan tersangka korupsi.
Sebelum keluar putusan
PK, MA pernah mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut
Umum (JPU) Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Pada putusan kasasi, MA
membatalkan putusan bebas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tanggal 25
November 2002.
Majelis Kasasi perkara Sudjiono Timan ini diketuai
Bagir Manan. Anggota majelis hakim kasasi adalah Artidjo Alkostar,
Parman Suparman, Arbijoto, dan Iskandar Kamil. Majelis kasasi
menyatakan, Sudjiono bersalah karena melakukan korupsi.
MA pun
menjatuhi hukuman 15 tahun penjara kepada Sudjiono Timan. Bos BPUI itu
juga dikenai kewajiban membayar denda Rp 15 juta serta membayar uang
pengganti sebesar 98 juta dolar AS atau setara dengan Rp
369.446.905.115.
Tapi, Kejari Jaksel gagal mengeksekusi Sudjiono
karena sudah kabur duluan. Dia kemudian masuk daftar pencarian orang
(DPO) karena saat akan dieksekusi tak ada di rumahnya.
Pemeriksaan Internal Jangan Seperti Jeruk Makan Jeruk
M Nurdin, Anggota Komisi III DPR
Anggota
Komisi III DPR M Nurdin meminta, pengusutan dugaan pelanggaran dalam
pengambilan putusan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan dilakukan
Mahkamah Agung (MA) secara transparan.
Menurut Nurdin, apapun
hasil penelusuran tim pemeriksa internal MA, hendaknya disampaikan
kepada publik. Jika ada indikasi pelanggaran, idealnya disampaikan apa
pelanggaran tersebut sampai terang benderang.
Sebaliknya, jika disimpulkan tidak ada pelanggaran, perlu disampaikan juga apa yang mendasari keputusan tersebut.
Dia
mengingatkan, penelusuran oleh jajaran internal MA bersifat
administratif semata. Agar hasil penelusuran itu obyektif, hasil
penelusuran internal perlu ditindaklanjuti dengan penelusuran pihak
eksternal, yakni Komisi Yudisial (KY).
“Agar tidak ada kesan jeruk makan jeruk di sini,” kata politisi PDIP ini, kemarin.
Sebagai lembaga pengawas hakim, katanya, KY memiliki kompetensi menindaklanjuti semua temuan internal MA.
“Ada
Komisi Yudisial yang bertugas mengawasi MA. Mereka bisa menindaklanjuti
semua temuan internal dengan investigasi yang lebih konkret,” tandas
bekas Sekjen Polri ini.
Artinya, menurut Nurdin, penanganan
eksternal menjadi penting mengingat KY mempunyai kompetensi untuk
merekomendasikan sanksi lebih konkret. Lantaran itu, dia berharap, KY
tidak ragu-ragu menentukan sikap dalam menindaklanjuti perkara ini.
Terlebih, saat ini KY sudah menerima laporan mengenai dugaan pelanggaran
dalam penanganan PK Sudjiono Timan.
Hakim Agung Kenapa Kabulkan PK Buronan Ya...
Fadli Nasution, Koordinator PMHI
Koordinator
Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution menilai,
pengajuan permohonan Peninjauan Kembali (PK) Sudjiono Timan melabrak
prosedur. Bagaimana mungkin, seorang terpidana yang buron bisa
mengajukan PK.
“Ironis, kenapa ada Hakim Agung menerima
permohonan PK terdakwa yang nyata-nyata berstatus buronan. Saya
berharap, tim pemeriksa internal Mahkamah Agung mampu menemukan dugaan
pelanggaran etika hakim di balik itu,” tegas Fadli, kemarin.
Sebab,
menurut Fadli, permohonan PK yang diwakili istri terpidana, tidak
dikenal dalam perundangan. Sinyalemen ini tentunya bisa dikualifikasikan
dalam bentuk dugaan pelanggaran etika hakim.
“Jelas ada dugaan pelanggaran,” tandasnya.
Dia
meminta, legal standing Hakim Agung menerima permohonan PK ini perlu
dijelaskan secara terbuka. Tim pemeriksa juga diminta tidak
menutup-nutupi hasil pemeriksaan yang dilakukannya.
Fadli
menegaskan, bagaimana bisa permohonan PK pihak buronan mendapat putusan
kabul. Keraguannya atas independensi penanganan perkara ini juga
diperkuat disenting opinion satu Hakim Agung yang menolak PK tersebut.
“Itu
menunjukkan pondasi penanganan PK tidak kuat atau justru memberi kesan
dipaksakan. Ini berbahaya bagi kelangsungan hukum,” tandasnya.
Dia
berharap, sekalipun ada tim internal MA yang menelusuri persoalan ini,
perlu ada tim penyeimbang yang mengawasi dan mengontrol kinerja tim
pemeriksa.
“Saya berharap Komisi Yudisial mengambil langkah
strategis dalam menyelesaikan masalah ini,” tekan Fadli. [Harian Rakyat
Merdeka]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar