JAKARTA - Penyidik
Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri terus mengembangkan
penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan AKBP PN dan kawan-kawan
terhadap pengusaha karaoke di Bandung. Namun, sejauh ini tersangka dalam
kasus itu baru AKBP PN yang tak lain Kanit III Subdit V Dittipidnarkoba
Bareskrim Polri.
"Tersangka baru satu, AKPB PN," kata Kepala Sub Direktorat II Tipikor Bareskrim Polri Kombes Djoko Purwanto, Selasa (11/8).
Djoko menjelaskan, kasus ini berawal
ketika AKBP PN bersama tim dan beberapa informan berangkat ke Bandung
untuk menyelidiki kasus narkoba di Fix Boutique Karaoke, Jalan Banceuy
nomor 8, Jumat 27 Februari 2015 pukul 10.00. Kemudian pukul 22.00 pada
hari yang sama, AKBP PN bersama tim di room karaoke mengamankan
perempuan berinisial HT, pegawai Fix Boutique Karaoke karena diduga
menjual 10 butir ekstasi.
AKBP PN kemudian melakukan pengembangan
dan mengamanan JK, pemilik FB Karaoke. "Setelah itu tersangka AKBP PN
dan tim membawa saudari HT dan saudara JK ke Hotel K, di wilayah Bandung
menggunakan mobil Fortuner warna hitam," kata Djoko.
Selanjutnya, PN dan tim melakukan penggeledahan di rumah JK dan menemukan barang bukti sabu seberat 5 gram.
"Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim kembali ke Hotel K. Di dalam Hotel K, salah satu anggota tim meminta sejumlah uang kepada saudara JK agar saudara JK dan saudari HT dilepaskan dan tidak diproses hukum," katanya.
"Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim kembali ke Hotel K. Di dalam Hotel K, salah satu anggota tim meminta sejumlah uang kepada saudara JK agar saudara JK dan saudari HT dilepaskan dan tidak diproses hukum," katanya.
Namun, ketika itu tidak terjadi
kesepakatan. JK dan HT kemudian dibawa ke Jakarta pada Sabtu 28 Februari
2015 pukul 16.00. Mereka SEMPAT beristirahat di Restoran AS, Cikarang,
Bekasi, Jabar.
Sekitar pukul 17.00, seseorang berinisial RJW datang menemui AKBP PN. RJW merupakan rekan HT dan JK.
Menurut Djoko, dalam pertemuan itu RJW
meminta bantuan kepada AKBP PN agar melepaskan JK dan HT dengan imbalan
Rp 2 miliar. "Namun tersangka AKBP PN menolaknya karena barang bukti
yang ditemukan ada banyak," kata Djoko.
Setelah itu, RJW menemui JK dan
mengatakan bahwa AKBP PN meminta uang Rp 5 miliar untuk menyelesaikan
kasus itu. Namun, JK tidak sanggup menyediakan uang Rp 5 miliar.
"Akhirnya dengan terpaksa saudara JK menyanggupi uang sebesar Rp 3 miliar untuk menyelesaikan permasalahannya," ungkap Djoko.
Selanjutnya JK menghubungi temannya, AFR
dan DS untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. Karena keadaan mendesak, AFR
sanggup menyiapkan emas 4 Kilogram atau setara Rp 2 miliar, sedangkan DS
menyiapkan uang USD 80 ribu atau setara Rp 1 miliar.
Kemudian seseorang berinisial E dan IK
membawa USD 80 ribu dan 4 kg emas ke Restoran AS, Cikarang untuk
menyerahkannya ke RJW. "Kemudian RJW menyerahkannya kepada S alias Po
(informan) bersama tersangka AKBP PN," katanya.
Setelah AKPB PN menerima suap, JK dan HT
pun dilepaskan dan tak diproses hukum lebih lanjut. AKBP PN dan tim
kembali ke Jakarta.
Pada Sabtu 28 Februari 2015 pukul 22.30,
AKBP PN di kantornya membagikan emas 1 kg dan uang USD 80 ribu kepada
tim yang ikut. Uang itu untuk AKBP PN, Kompol S, Aiptu H, Bripka G,
Brigadir KH, S alias Po (informan) masing-masing 100 gram emas dan USD
10 ribu.
"Sisa uang USD 20 ribu dan emas seberat
400 gram dijual. Hasil penjualan dibagi-bagikan kepada anggota dan
informan yang ikut ke Bandung," kata Djoko.
Sejauh ini penyidik sudah memeriksa 31
saksi. Barang bukti yang disita berupa uang Rp 531.600.00, USD 15 ribu,
30 keping emas dengan berat masing-masing 100 gram yang totalnya 3 kg,
satu unit Toyota Fortuner hitam, serta tujuh handphone.
PN pun dijebloskan ke tahanan sejak 25
Juni 2015. Dia dijerat dengan pasal 12 huruf e Undang-undang
Pemberantasan, pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto pasal 55 ayat (1)
ke-1 KUHPidana.(boy/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar