Rabu, 12 Agustus 2015

Oalah... Ternyata Begini Cara Perwira Bareskrim Peras Pengusaha Karaoke

JAKARTA - Penyidik Direktorat Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Polri terus mengembangkan penyidikan kasus pemerasan yang dilakukan AKBP PN dan kawan-kawan terhadap pengusaha karaoke di Bandung. Namun, sejauh ini tersangka dalam kasus itu baru AKBP PN yang tak lain Kanit III Subdit V Dittipidnarkoba Bareskrim Polri.
"Tersangka baru satu, AKPB PN," kata Kepala Sub Direktorat II Tipikor Bareskrim Polri Kombes Djoko Purwanto, Selasa (11/8).
Djoko menjelaskan, kasus ini berawal ketika AKBP PN bersama tim dan beberapa informan berangkat ke Bandung untuk menyelidiki kasus narkoba di Fix Boutique Karaoke, Jalan Banceuy nomor 8, Jumat 27 Februari 2015 pukul 10.00.  Kemudian pukul 22.00 pada hari yang sama, AKBP PN bersama tim di room karaoke mengamankan perempuan berinisial HT, pegawai Fix Boutique Karaoke karena diduga menjual 10 butir ekstasi.
AKBP PN kemudian melakukan pengembangan dan mengamanan JK, pemilik FB Karaoke.  "Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim membawa saudari HT dan saudara JK ke Hotel K, di wilayah Bandung menggunakan mobil Fortuner warna hitam," kata Djoko.
Selanjutnya, PN dan tim melakukan penggeledahan di rumah JK dan menemukan barang bukti sabu seberat 5 gram.
"Setelah itu tersangka AKBP PN dan tim kembali ke Hotel K. Di dalam Hotel K, salah satu anggota tim meminta sejumlah uang kepada saudara JK agar saudara JK dan saudari HT dilepaskan dan tidak diproses hukum," katanya.
Namun, ketika itu tidak terjadi kesepakatan. JK dan HT kemudian dibawa ke Jakarta pada Sabtu 28 Februari 2015 pukul 16.00. Mereka SEMPAT beristirahat di Restoran AS, Cikarang, Bekasi, Jabar.
Sekitar pukul 17.00, seseorang berinisial RJW datang menemui AKBP PN. RJW merupakan rekan HT dan JK.
Menurut Djoko, dalam pertemuan itu RJW meminta bantuan kepada AKBP PN agar melepaskan JK dan HT dengan imbalan Rp 2 miliar. "Namun tersangka AKBP PN menolaknya karena barang bukti yang ditemukan ada banyak," kata Djoko.
Setelah itu, RJW menemui JK dan mengatakan bahwa AKBP PN meminta uang Rp 5 miliar untuk menyelesaikan kasus itu. Namun, JK tidak sanggup menyediakan uang Rp 5 miliar.
"Akhirnya dengan terpaksa saudara JK menyanggupi uang sebesar Rp 3 miliar untuk menyelesaikan permasalahannya," ungkap Djoko.
Selanjutnya JK menghubungi temannya, AFR dan DS untuk menyiapkan uang Rp 3 miliar. Karena keadaan mendesak, AFR sanggup menyiapkan emas 4 Kilogram atau setara Rp 2 miliar, sedangkan DS menyiapkan uang USD 80 ribu atau setara Rp 1 miliar.
Kemudian seseorang berinisial E dan IK membawa USD 80 ribu dan 4 kg emas ke Restoran AS, Cikarang untuk  menyerahkannya ke  RJW. "Kemudian RJW menyerahkannya kepada S alias Po (informan) bersama tersangka AKBP PN," katanya.
Setelah AKPB PN menerima suap, JK dan HT pun dilepaskan  dan tak diproses hukum lebih lanjut. AKBP PN dan tim kembali ke Jakarta.
Pada Sabtu 28 Februari 2015 pukul 22.30, AKBP PN di kantornya membagikan emas 1 kg dan uang USD 80 ribu kepada tim yang ikut. Uang itu untuk AKBP PN, Kompol S, Aiptu H, Bripka G, Brigadir KH, S alias Po (informan) masing-masing 100 gram emas dan USD 10 ribu.
"Sisa uang USD 20 ribu dan emas seberat 400 gram dijual. Hasil penjualan dibagi-bagikan kepada anggota dan informan yang ikut ke Bandung," kata Djoko.
Sejauh ini penyidik sudah memeriksa 31 saksi. Barang bukti yang disita berupa uang Rp 531.600.00, USD 15 ribu, 30 keping emas dengan berat masing-masing  100 gram yang totalnya 3 kg, satu unit Toyota Fortuner hitam, serta tujuh handphone. 
PN pun dijebloskan ke tahanan sejak 25 Juni 2015. Dia dijerat dengan pasal 12 huruf e Undang-undang Pemberantasan, pasal 3 UU nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.(boy/jpnn)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar