Rachmadin Ismail - detikNews
Jakarta
Meski penuh risiko, anggota Kopassus Sat-81 Serda Nicolas Sandi berani
menolong karyawati yang nyaris diperkosa di Jakarta Pusat. Tindakannya
ini selain layak diberi penghargaan, patut juga ditiru oleh anggota TNI
lainnya.
"Danjen Kopassus dan Dan Paspampres juga akan memberikan
penghargaan kepada prajurit tersebut atas keberaniannya untuk menolong
masyarakat yang sedang terancam jiwanya," kata Komandan Sat-81 Antiteror
Sidharta Wisnu, kepada detikcom, Rabu (25/7/2012).
Menurut
Wisnu, kedua komandannya itu berpesan agar aksi ini tidak hanya berhenti
di Nicolas. Perlu kesadaran lebih dari kalangan tentara agar ketertiban
di masyarakat tetap tercipta.
"Beliau juga menyampaikan agar
semua prajurit Kopassus maupun TNI lainnya supaya dapat mencontoh apa
yang sudah dilaksanakan anggota saya," terangnya.
"Agar tercipta
rasa aman di lingkungan masyarakat sekaligus mendukung kinerja
Kepolisian dalam menjaga keamanan di masyarakat," sambung Wisnu.
Anggota
Kopassus Sat-81 Serda Nicolas Sandi berhasil menggagalkan percobaan
pemerkosaan terhadap seorang karyawati. Nicolas saat itu mendengar
teriakan perempuan meminta tolong dari angkot C01 yang melintas di Jl
Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat. Ia mengejar angkot itu dan meminta
si sopir menurunkan karyawati yang nyaris diperkosa itu.
Karyawati itu akhirnya bisa diselamatkan. Sementara para pelaku berhasil dibekuk.
Atas aksi heroik ini, Nicolas bakal diganjar penghargaan.
Blog ini berisi berbagai macam berita yang diberitakan oleh Kantor Berita, maupun Media yang lain terutama yang ada di Indonesia dan beralamatkan di Jln H. Enang No. 28 Cisalak
Rabu, 25 Juli 2012
Selasa, 24 Juli 2012
Komisi Yudisial Minta MA Mutasi 4 Hakim
VIVAnews
- Komisi Yudisial (KY) merekomendasikan Mahkamah Agung memutasi empat
hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang, Jawa
Tengah, yang diduga melanggar kode etik.
"Kami minta mereka
dipindahkan, tapi jangan bersamaan, harus dipencar," kata Ketua KY, Eman
Suparman, di Gedung KY, Jakarta, Senin 18 Juni 2012.
Dia menjelaskan, keempat hakim tersebut berasal dari hakim ad hoc dan hakim karir. Namun, Eman enggan mengungkapkan nama-nama para hakim terindikasi melanggar kode etik itu.
"Menyangkut nama orang itu persoalan yang menyangkut pembuktian nanti. Kalau toh yang disampaikan tidak terbukti seluruhnya kami lagi yang salah. Tapi mereka ada yang ad hoc, ada yang karir. Pelanggarannya apa, saya juga belum bisa kasih tahu," kata Eman.
Meski begitu, KY menyerahkan kepada MA yang memiliki kewenangan untuk menindak. Termasuk, saat ditanya kemungkinan keempat hakim itu dinonaktifkan. "Jadi KY sudah minta MA untuk menindak ini. Penonaktifan, itu terserah mereka karena kewenangan ada di MA. Kalau kami hanya meminta untuk dipindahkan berpencar, jangan bersamaan lokasinya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menyatakan, pihaknya sampai saat ini belum menerima rekomendasi KY terkait permintaan untuk pemutasian berpencar terhadap empat hakim itu. "Rekomendasi KY belum masuk ke kami," ujar Ridwan kepada VIVAnews.
Meski begitu, MA sudah melakukan langkah-langkah pemeriksaan dengan menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang sejak dua minggu lalu. "Terhadap mereka sudah diperiksa sejak 14 hari lalu. MA sudah menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang untuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim-hakim itu," ujarnya.
Namun, Ridwan sendiri belum menerima laporan dari tim pengawas itu mengenai hasil pemeriksaannya. "Belum ada laporan. Karena satu apa dua hakim itu sedang ke luar kota katanya," ucap Ridwan.
Dia menjelaskan, keempat hakim tersebut berasal dari hakim ad hoc dan hakim karir. Namun, Eman enggan mengungkapkan nama-nama para hakim terindikasi melanggar kode etik itu.
"Menyangkut nama orang itu persoalan yang menyangkut pembuktian nanti. Kalau toh yang disampaikan tidak terbukti seluruhnya kami lagi yang salah. Tapi mereka ada yang ad hoc, ada yang karir. Pelanggarannya apa, saya juga belum bisa kasih tahu," kata Eman.
Meski begitu, KY menyerahkan kepada MA yang memiliki kewenangan untuk menindak. Termasuk, saat ditanya kemungkinan keempat hakim itu dinonaktifkan. "Jadi KY sudah minta MA untuk menindak ini. Penonaktifan, itu terserah mereka karena kewenangan ada di MA. Kalau kami hanya meminta untuk dipindahkan berpencar, jangan bersamaan lokasinya," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur menyatakan, pihaknya sampai saat ini belum menerima rekomendasi KY terkait permintaan untuk pemutasian berpencar terhadap empat hakim itu. "Rekomendasi KY belum masuk ke kami," ujar Ridwan kepada VIVAnews.
Meski begitu, MA sudah melakukan langkah-langkah pemeriksaan dengan menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang sejak dua minggu lalu. "Terhadap mereka sudah diperiksa sejak 14 hari lalu. MA sudah menurunkan Tim Hakim Pengawas pada Badan Pengawasan MA ke Semarang untuk melakukan pemeriksaan terhadap hakim-hakim itu," ujarnya.
Namun, Ridwan sendiri belum menerima laporan dari tim pengawas itu mengenai hasil pemeriksaannya. "Belum ada laporan. Karena satu apa dua hakim itu sedang ke luar kota katanya," ucap Ridwan.
Kasasi Ditolak, Hakim Imas Dibui 6 Tahun
VIVAnews
- Upaya Hakim Adhoc Pengadilan Hubungan Industrial, Imas Dianasari,
agar terbebas dari kasus suap yang menjeratnya kandas. Permohonan kasasi
yang diajukannya ditolak Mahkamah Agung.
"Menolak permohonan terdakwa," kata anggota Majelis Kasasi, Krisna Harahap, saat dihubungi VIVAnews, Selasa 24 Juli 2012. Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Imron Anwari, Krisna Harahap, dan Syamsul Chaniago pada hari ini.
Krisna menjelaskan, dengan putusan ini, maka hakim Imas akan tetap divonis 6 tahun penjara. Selain itu, dia juga diharuskan membayar denda Rp200 juta.
Dalam kasus yang sama, Majelis Kasasi juga menolak permohonan dari Odih Juanda, terdakwa pemberi suap kepada Hakim Imas. "Perkara yang bersangkutan juga ditolak," jelas Krisna. Dengan putusan ini, Odih akan tetap dihukum selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Hakim Imas tertangkap tangan saat sedang menerima uang dari Odih pada 30 Juni 2011 di Restoran La Ponyo Cinunuk, Bandung. KPK menemukan ada pemberian Rp352 juta dari Odi yang merupakan kuasa hukum PT Onamba Indonesia.
Pemberian suap dilakukan agar majelis hakim menolak perkara gugatan serikat pekerja terhadap PT Onamba. (umi)
"Menolak permohonan terdakwa," kata anggota Majelis Kasasi, Krisna Harahap, saat dihubungi VIVAnews, Selasa 24 Juli 2012. Putusan ini dibacakan oleh majelis hakim yang diketuai Imron Anwari, Krisna Harahap, dan Syamsul Chaniago pada hari ini.
Krisna menjelaskan, dengan putusan ini, maka hakim Imas akan tetap divonis 6 tahun penjara. Selain itu, dia juga diharuskan membayar denda Rp200 juta.
Dalam kasus yang sama, Majelis Kasasi juga menolak permohonan dari Odih Juanda, terdakwa pemberi suap kepada Hakim Imas. "Perkara yang bersangkutan juga ditolak," jelas Krisna. Dengan putusan ini, Odih akan tetap dihukum selama 4 tahun penjara dan denda Rp200 juta.
Hakim Imas tertangkap tangan saat sedang menerima uang dari Odih pada 30 Juni 2011 di Restoran La Ponyo Cinunuk, Bandung. KPK menemukan ada pemberian Rp352 juta dari Odi yang merupakan kuasa hukum PT Onamba Indonesia.
Pemberian suap dilakukan agar majelis hakim menolak perkara gugatan serikat pekerja terhadap PT Onamba. (umi)
Jumat, 20 Juli 2012
Selasa, 10 Juli 2012
Legislator minta "political will" pemerintah soal pertanian
Jakarta (ANTARA
News) - Masuknya singkong impor dinilai anggota DPR terjadi karena
pemerintah belum memiliki keseriusan sepenuhnya di bidang pertanian.
"Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, tidak adanya political will dari pemerintah ditandai dengan beberapa faktor.
Pertama, alokasi anggaran APBN masih sangat kecil. Setiap tahun rata-rata cuma 1,3% dari total APBN. Di tahun 2012 hanya Rp17,8 triliun saja.
"Bandingkan dengan sektor pendidikan sebesar 20% dari APBN karena sesuai dengan amanah UUD 1945. Dengan dana sekecil itu bagaimana pemerintah akan merealisasikan program Swasembada Pangan 2014, yang meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, dan garam?" kata Viva.
Kedua, Komisi IV DPR setiap pembahasan anggaran menginginlkan agar alokasi anggaran sektor pertanian melalui APBN ditambah dan masuk di RAPBN sebelum pembacaan Nota Keuangan pemerintah oleh presiden di DPR.
Ketiga, Pemerintah tidak serius memperbaiki infrastruktur pertanian dan jaringan irigasi yang sebagian besar berkurang fungsinya dan telah mengalami kerusakan karena sebagian besar masih bangunan warisan pemerintah Orde Baru.
Keempat, Pemerintah tidak menyediakan benih unggul secara masif dalam meningkatkan produksi. Akibatnya petani masih kesulitan dan hasil produksinya menurun.
Kelima, kurang adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementrian dalam fokus pembangunan sektor pertanian.
"Sungguh ironis. Negara khatulistiwa yang kaya dan subur tapi menjadi negara impor," kata Viva. Oleh karena itu, kata Viva,
Dia menyarankan agar pemerintah mmberikan tambahan subsidi kepada petani, terutama subsidi benih dan pupuk.
Viva juga meminta pemerintah melakukan inovasi teknologi pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Misalnya tentang penyediaan benih unggul yang tahan organisme pengganggu tanaman (OPT), pupuk yang berkualitas, masa tanam pendek, dan pengolahan pasca panen.
"Pemerintah tidak memiliki political will terhadap pembangunan pertanian," kata anggota Komisi IV DPR RI, Viva Yoga Mauladi kepada ANTARA News, Jakarta, Selasa.
Menurut politisi Partai Amanat Nasional itu, tidak adanya political will dari pemerintah ditandai dengan beberapa faktor.
Pertama, alokasi anggaran APBN masih sangat kecil. Setiap tahun rata-rata cuma 1,3% dari total APBN. Di tahun 2012 hanya Rp17,8 triliun saja.
"Bandingkan dengan sektor pendidikan sebesar 20% dari APBN karena sesuai dengan amanah UUD 1945. Dengan dana sekecil itu bagaimana pemerintah akan merealisasikan program Swasembada Pangan 2014, yang meliputi beras, jagung, kedele, daging, gula, dan garam?" kata Viva.
Kedua, Komisi IV DPR setiap pembahasan anggaran menginginlkan agar alokasi anggaran sektor pertanian melalui APBN ditambah dan masuk di RAPBN sebelum pembacaan Nota Keuangan pemerintah oleh presiden di DPR.
Ketiga, Pemerintah tidak serius memperbaiki infrastruktur pertanian dan jaringan irigasi yang sebagian besar berkurang fungsinya dan telah mengalami kerusakan karena sebagian besar masih bangunan warisan pemerintah Orde Baru.
Keempat, Pemerintah tidak menyediakan benih unggul secara masif dalam meningkatkan produksi. Akibatnya petani masih kesulitan dan hasil produksinya menurun.
Kelima, kurang adanya koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi antar kementrian dalam fokus pembangunan sektor pertanian.
"Sungguh ironis. Negara khatulistiwa yang kaya dan subur tapi menjadi negara impor," kata Viva. Oleh karena itu, kata Viva,
Dia menyarankan agar pemerintah mmberikan tambahan subsidi kepada petani, terutama subsidi benih dan pupuk.
Viva juga meminta pemerintah melakukan inovasi teknologi pertanian, mulai dari hulu hingga hilir. Misalnya tentang penyediaan benih unggul yang tahan organisme pengganggu tanaman (OPT), pupuk yang berkualitas, masa tanam pendek, dan pengolahan pasca panen.
Haris Ngaku Pernah Setor Rp 250 Juta ke Suami Wa Ode
Ferdinan - detikNews
Jakarta Haris Surahman mengaku pernah menyetor uang Rp 250 juta untuk suami Wa Ode Nurhayati. Uang itu adalah bagian dari commitment fee dengan total Rp 6 miliar untuk mengurus alokasi anggaran dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).
"(Suami Wa Ode) Rp 250 juta, atas permintaan Wa Ode," kata Haris saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/7/2012).
Menurut pengakuan Haris, suami Wa Ode yang dimaksud adalah Syarif Achmad. Hakim kemudian menanyakan apakah orang yang dimaksud sama dengan Syarif Achmad yang mengenalkan Haris ke Wa Ode. "Iya sama," jawab Haris.
Di awal kesaksiannya, Haris mengaku mengetahui Wa Ode karena sama-sama menjadi caleg dari Kendari pada tahun 2009. Haris menjelaskan, pertemuan dengan Wa Ode Nurhayati dan Syarif Achmad pada bulan Oktober 2010 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta.
Dalam pertemuan itu Haris menyampaikan pesan Fahd yang meminta bantuan untuk meloloskan alokasi anggaran Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Wa Ode, sebut Haris menyanggupi namun meminta Haris menyerahkan proposal pengajuan daerah penerima DPID.
Selain itu, Wa Ode meminta commitment fee sebesar 5-6 persen dari total dana DPID di tiga Kabupaten Aceh yang dimintakan Fahd. "Ya sudah urus saja 5-6 persen selesaikan di depan," kata Haris menirukan jawaban Wa Ode.
Wa Ode anggota DPR dari Fraksi PAN ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dia juga dikenakan pasal pencucian uang dan disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Jakarta Haris Surahman mengaku pernah menyetor uang Rp 250 juta untuk suami Wa Ode Nurhayati. Uang itu adalah bagian dari commitment fee dengan total Rp 6 miliar untuk mengurus alokasi anggaran dana penyesuaian infrastruktur daerah (DPID).
"(Suami Wa Ode) Rp 250 juta, atas permintaan Wa Ode," kata Haris saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Selasa (10/7/2012).
Menurut pengakuan Haris, suami Wa Ode yang dimaksud adalah Syarif Achmad. Hakim kemudian menanyakan apakah orang yang dimaksud sama dengan Syarif Achmad yang mengenalkan Haris ke Wa Ode. "Iya sama," jawab Haris.
Di awal kesaksiannya, Haris mengaku mengetahui Wa Ode karena sama-sama menjadi caleg dari Kendari pada tahun 2009. Haris menjelaskan, pertemuan dengan Wa Ode Nurhayati dan Syarif Achmad pada bulan Oktober 2010 di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta.
Dalam pertemuan itu Haris menyampaikan pesan Fahd yang meminta bantuan untuk meloloskan alokasi anggaran Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, dan Bener Meriah. Wa Ode, sebut Haris menyanggupi namun meminta Haris menyerahkan proposal pengajuan daerah penerima DPID.
Selain itu, Wa Ode meminta commitment fee sebesar 5-6 persen dari total dana DPID di tiga Kabupaten Aceh yang dimintakan Fahd. "Ya sudah urus saja 5-6 persen selesaikan di depan," kata Haris menirukan jawaban Wa Ode.
Wa Ode anggota DPR dari Fraksi PAN ini dijerat dengan pasal 12 huruf a atau b, pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, dia juga dikenakan pasal pencucian uang dan disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 4 atau pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
'Hakim Karaoke' Putu Suika Akhirnya Dipecat
Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Putu Suika akhirnya dipecat karena terbukti melanggar kode etik hakim. Putu Suika terbukti mendapat fasilitas karaoke oleh pihak berperkara.
"Karaokenya ada ceweknya nggak?" tanya anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Imam Soebchi, yang digelar di gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012). Mendapat pertanyaan ini, Putu diam saja, tidak menjawab.
Setelah melalui musyawarah, Putu akhirnya dipecat dari korps Cakra. Dia terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik hakim.
"Majelis menjatuhkan putusan, menolak semua pembelaan untuk seluruhnya. Menjatuhkan hukuman dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," ucap Ketua MKH Suparman Marzuki saat membacakan putusan tersebut.
Majelis berpendapat tidak ada hal baru yan terungkap dalam sidang pembelaan kali ini. Hal yang memberatkan hakim yaitu Putu memberikan keterangan yang berbelit-belit dan terlapor telah benar-benar melanggar kode etik.
"Hal yang meringankan yaitu Putu sebentar lagi pensiun dan mengakui kesalahannya," ujar Suparman.
Usai mendengar putusan ini, Putu hanya terdiam. Saat dimintai pendapatnya oleh wartawan, Putu ngeloyor pergi meninggalkan ruangan. "No comment," ujar Putu singkat.
Kasus ini terjadi pada 2010 saat Putu menangani perdata perbuatan melawan hukum tentang perjanjian harta di luar nikah. Dalam perjalanan kasus tersebut, Putu menerima fasilitas karaoke dari pihak berperkara. Dalam pembelaannya, Putu menyebut-nyebut Ketua PN Denpasar terlibat dalam perkara tersebut.
Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar Putu Suika akhirnya dipecat karena terbukti melanggar kode etik hakim. Putu Suika terbukti mendapat fasilitas karaoke oleh pihak berperkara.
"Karaokenya ada ceweknya nggak?" tanya anggota Majelis Kehormatan Hakim (MKH), Imam Soebchi, yang digelar di gedung MA, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012). Mendapat pertanyaan ini, Putu diam saja, tidak menjawab.
Setelah melalui musyawarah, Putu akhirnya dipecat dari korps Cakra. Dia terbukti telah melakukan pelanggaran kode etik hakim.
"Majelis menjatuhkan putusan, menolak semua pembelaan untuk seluruhnya. Menjatuhkan hukuman dengan sanksi pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri," ucap Ketua MKH Suparman Marzuki saat membacakan putusan tersebut.
Majelis berpendapat tidak ada hal baru yan terungkap dalam sidang pembelaan kali ini. Hal yang memberatkan hakim yaitu Putu memberikan keterangan yang berbelit-belit dan terlapor telah benar-benar melanggar kode etik.
"Hal yang meringankan yaitu Putu sebentar lagi pensiun dan mengakui kesalahannya," ujar Suparman.
Usai mendengar putusan ini, Putu hanya terdiam. Saat dimintai pendapatnya oleh wartawan, Putu ngeloyor pergi meninggalkan ruangan. "No comment," ujar Putu singkat.
Kasus ini terjadi pada 2010 saat Putu menangani perdata perbuatan melawan hukum tentang perjanjian harta di luar nikah. Dalam perjalanan kasus tersebut, Putu menerima fasilitas karaoke dari pihak berperkara. Dalam pembelaannya, Putu menyebut-nyebut Ketua PN Denpasar terlibat dalam perkara tersebut.
Jual Beli Perkara, Hakim Anton Budi Santoso Diskorsing 2 Tahun
Salmah Muslimah - detikNews
Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Anton Budi Santoso, diskorsing 2 tahun karena melakukan praktik jual beli perkara. Dia melakukan tawar menawar putusan dan disetujui putusannya seharga Rp 50 juta.
"Hakim terlapor terbukti melanggar kode etik. Dihukum dimutasi ke PN Semarang sebagai hakim non palu selama 2 tahun tanpa mendapat remunerasi," kata kata ketua majelis MKH, Suparman Marzuki, di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012).
Kasus ini bermula saat Anton tengah mengadili kasus perdata pada tahun 2010. Lalu dia bertemu dengan kuasa hukum tergugat, Budi Wijaya. Dalam pertemuan tersebut, Anton tawar menawar putusan. Lantas Budi menawarkan harga putusan Rp 50 juta dan diiyakan oleh Anton. Nah, siapa nyana, percakapan ini direkam oleh Budi dan rekaman percakapan itu dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Atas dasar rekaman inilah, karier Anton tersandung.
"Hal yang meringankan yaitu Anton menyesali dan mengakui kesalahannya serta memberikan keterangan tidak berbelit-belit. Hal yang memberatkan yaitu perbuatan Anton merusak citra peradilan," ujar Suparman.
Selama persidangan MKH, Anton terlihat gugup. Dia mengaku sangat menyesali perbuatannya. Hakim yang berusia 40 tahun ini mengaku khilaf saat itu.
"Saya yang minta tapi yang nyebutin nominalnya pihak sana. Saya ya, ya saja. Akhirnya, ya terserah pihak sana. Sana nyebutinnya Rp 50 juta, ya saya iya saja," bela Anton.
Menanggapi putusan ini komisioner KY Taufiqurahman Sahuri mengaku puas. Menurutnya putusan ini sudah setimpal.
"Itu hukuman berat. Berarti sebulan cuma menerima gaji (pokok) Rp 1,5 juta. Berat kan?" tanya balik Taufiq usai sidang.
Jakarta Hakim Pengadilan Negeri (PN) Sleman, Anton Budi Santoso, diskorsing 2 tahun karena melakukan praktik jual beli perkara. Dia melakukan tawar menawar putusan dan disetujui putusannya seharga Rp 50 juta.
"Hakim terlapor terbukti melanggar kode etik. Dihukum dimutasi ke PN Semarang sebagai hakim non palu selama 2 tahun tanpa mendapat remunerasi," kata kata ketua majelis MKH, Suparman Marzuki, di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Selasa (10/7/2012).
Kasus ini bermula saat Anton tengah mengadili kasus perdata pada tahun 2010. Lalu dia bertemu dengan kuasa hukum tergugat, Budi Wijaya. Dalam pertemuan tersebut, Anton tawar menawar putusan. Lantas Budi menawarkan harga putusan Rp 50 juta dan diiyakan oleh Anton. Nah, siapa nyana, percakapan ini direkam oleh Budi dan rekaman percakapan itu dilaporkan ke Komisi Yudisial (KY). Atas dasar rekaman inilah, karier Anton tersandung.
"Hal yang meringankan yaitu Anton menyesali dan mengakui kesalahannya serta memberikan keterangan tidak berbelit-belit. Hal yang memberatkan yaitu perbuatan Anton merusak citra peradilan," ujar Suparman.
Selama persidangan MKH, Anton terlihat gugup. Dia mengaku sangat menyesali perbuatannya. Hakim yang berusia 40 tahun ini mengaku khilaf saat itu.
"Saya yang minta tapi yang nyebutin nominalnya pihak sana. Saya ya, ya saja. Akhirnya, ya terserah pihak sana. Sana nyebutinnya Rp 50 juta, ya saya iya saja," bela Anton.
Menanggapi putusan ini komisioner KY Taufiqurahman Sahuri mengaku puas. Menurutnya putusan ini sudah setimpal.
"Itu hukuman berat. Berarti sebulan cuma menerima gaji (pokok) Rp 1,5 juta. Berat kan?" tanya balik Taufiq usai sidang.
Jumat, 06 Juli 2012
Kembalikan Aset Century, MA Siapkan Fatwa
VIVAnews - Keinginan
Kejaksaan Agung untuk merampas aset Bank Century senilai Rp6 triliun di
Hong Kong tampaknya mendapat angin segar. Sebab, Mahkamah Agung siap
mengeluarkan izin atau fatwa seperti yang ditunggu Kejagung.
Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, MA telah menerima laporan soal izin pemulangan aset Century tersebut.
Menurut juru bicara Mahkamah Agung, Djoko Sarwoko, MA telah menerima laporan soal izin pemulangan aset Century tersebut.
"Ya, yang diterima MA
adalah permintaan Kepala Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Dia memohon
petunjuk dalam konteks eksekusi perampasan aset Century di Hong Kong,"
kata Djoko dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Rabu 4 Juli
2012.
Djoko mengatakan, MA telah memfasilitasi rapat-rapat untuk memberikan jalan keluar. Rapat itu dilakukan antara Kejaksaan Negeri Jakpus dengan Kepala PN Jakpus. "Minggu depan juga masih akan ada rapat lagi dengan mereka," kata Djoko.
Pada sebenarnya, kata Djoko, Kejaksaan tidak perlu meminta izin MA untuk mengeksekusi aset Century di Hong Kong. Namun, jika memang diperlukan, maka MA siap mengeluarkan izin tersebut.
"Surat izin atau fatwa, ya saya kira itu soal mudah. Jika diperlukan, akan dikeluarkan surat yang diminta itu," ucapnya.
Djoko menyadari, surat izin atau fatwa itu diperlukan, karena lokasi eksekusi berada di luar Indonesia. Apabila pihak Hong Kong memintanya, Kejaksaan sudah siap dengan surat izin dari MA itu.
"Tetapi secara umum dalam kondisi normal (sebetulnya) tidak perlu ada izin dari MA," kata hakim agung itu.
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan, pihaknya menunggu fatwa dari Mahkamah Agung untuk memulangkan aset Bank Century yang ada di Hongkong ke Indonesia.
"Karena itu agak menyimpang dari acara selama ini, kan harus dilaporkan kepada Mahkamah Agung dulu baru Mahkamah Agung nanti akan membicarakan, mengeluarkan semacam fatwa atau apa," kata Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 3 Juli 2012.
Penyimpangan yang dimaksudnya, pengadilan hanya berwenang mengeluarkan putusan atau penetapan terkait kasus yang diperkarakan. Sementara untuk perintah perampasan, pengadilan tidak berhak mengeluarkannya.
"Selama ini kan belum ada. Jadi harus ada semacam fatwa yang akan dijadikan dasar penetapan secara khusus yang bersifat perintah perampasan aset," ujarnya.
Darmono menegaskan untuk fatwa tersebut, dia mengaku juga sudah berkoordinasikan dengan MA. Kini, mereka tinggal menunggu petunjuk dari MA. "Sabar saja," ucapnya.
Djoko mengatakan, MA telah memfasilitasi rapat-rapat untuk memberikan jalan keluar. Rapat itu dilakukan antara Kejaksaan Negeri Jakpus dengan Kepala PN Jakpus. "Minggu depan juga masih akan ada rapat lagi dengan mereka," kata Djoko.
Pada sebenarnya, kata Djoko, Kejaksaan tidak perlu meminta izin MA untuk mengeksekusi aset Century di Hong Kong. Namun, jika memang diperlukan, maka MA siap mengeluarkan izin tersebut.
"Surat izin atau fatwa, ya saya kira itu soal mudah. Jika diperlukan, akan dikeluarkan surat yang diminta itu," ucapnya.
Djoko menyadari, surat izin atau fatwa itu diperlukan, karena lokasi eksekusi berada di luar Indonesia. Apabila pihak Hong Kong memintanya, Kejaksaan sudah siap dengan surat izin dari MA itu.
"Tetapi secara umum dalam kondisi normal (sebetulnya) tidak perlu ada izin dari MA," kata hakim agung itu.
Sebelumnya, Wakil Jaksa Agung Darmono menyatakan, pihaknya menunggu fatwa dari Mahkamah Agung untuk memulangkan aset Bank Century yang ada di Hongkong ke Indonesia.
"Karena itu agak menyimpang dari acara selama ini, kan harus dilaporkan kepada Mahkamah Agung dulu baru Mahkamah Agung nanti akan membicarakan, mengeluarkan semacam fatwa atau apa," kata Darmono di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa 3 Juli 2012.
Penyimpangan yang dimaksudnya, pengadilan hanya berwenang mengeluarkan putusan atau penetapan terkait kasus yang diperkarakan. Sementara untuk perintah perampasan, pengadilan tidak berhak mengeluarkannya.
"Selama ini kan belum ada. Jadi harus ada semacam fatwa yang akan dijadikan dasar penetapan secara khusus yang bersifat perintah perampasan aset," ujarnya.
Darmono menegaskan untuk fatwa tersebut, dia mengaku juga sudah berkoordinasikan dengan MA. Kini, mereka tinggal menunggu petunjuk dari MA. "Sabar saja," ucapnya.
Bekukan Aset
Darmono, dalam rapat
dengar pendapat dengan DPR beberapa waktu lalu, menyatakan bahwa
pemerintah tinggal melengkapi sejumlah persyaratan demi mendapatkan hak
mengambil alih aset Century di Hong Kong. Dia menyebut Departement of
Justice Hong Kong telah membekukan aset tersebut sesuai dengan putusan
PN Jakarta Pusat.
Namun demikian, perampasan tidak dapat dilakukan begitu saja karena belum padunya pemahaman antara pihak Hong Kong dan pemerintah RI terkait putusan PN tersebut.
Darmono menambahkan nilai aset Bank Century milik Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi di Hong Kong sekitar Rp6 triliun. Dia mengemukakan aset itu terdiri dari dana tunai Rp86 miliar, aset-aset dalam bentuk surat berharga senilai US$388,86 juta dan Sin$650,60 ribu. (ren)
Namun demikian, perampasan tidak dapat dilakukan begitu saja karena belum padunya pemahaman antara pihak Hong Kong dan pemerintah RI terkait putusan PN tersebut.
Darmono menambahkan nilai aset Bank Century milik Hesham Al Warraq dan Rafat Ali Rizvi di Hong Kong sekitar Rp6 triliun. Dia mengemukakan aset itu terdiri dari dana tunai Rp86 miliar, aset-aset dalam bentuk surat berharga senilai US$388,86 juta dan Sin$650,60 ribu. (ren)
Kamis, 05 Juli 2012
Pidana Gayus Tambunan Ditambah Jadi 8 Tahun
VIVAnews -
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat vonis terdakwa kasus pajak
Gayus Tambunan menjadi 8 tahun penjara. Pengadilan tidak dapat
mentolerir perbuatan mantan pegawai pajak itu.
"Kami sependapat bahwa korupsi terdakwa merupakan perbuatan gabungan yang berdiri sendiri-sendiri dan berlanjut dengan pencucian uang," kata juru bicara PT DKI Jakarta Ahmad Sobari kepada VIVAnews, Kamis 5 Juli 2012. Ahmad juga bertindak sebagai salah satu anggota Majelis Hakim Banding untuk kasus Gayus tersebut.
Adapun putusan ini dbacakan 21 Juni 2012 dengan Ketua Majelis Hakim Yusran Thawab. Sementara anggota Majelis Hakim adalah Ahmad Sobari, Nasaruddin Tappo, As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.
Alasan PT DKI Jakarta memperberat hukuman Gayus, imbuh Ahmad, perbuatan terdakwa tidak dapat ditolerir dalam pergaulan bermasyarakat. "Karena mencari keuntungan sendiri dan sudah dilakukan terdakwa berulang kali," jelas Ahmad.
Padahal, kata dia, uang pajak yang dikorup terdakwa seharusnya bisa dipakai untuk kesejahteraan rakyat. "Selain itu sebagai tindakan preventif, mencegah PNS lain melakukan hal yang sama," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor memvonis Gayus Halomoan Tambunan enam tahun penjara karena bersalah melakukan sejumlah korupsi seperti suap, menerima gratifikasi, dan pencucian uang.
Selain pidana penjara, Gayus juga diperintahkan membayar uang denda Rp1 miliar. Baca berita lengkap di tautan ini. (sj)
"Kami sependapat bahwa korupsi terdakwa merupakan perbuatan gabungan yang berdiri sendiri-sendiri dan berlanjut dengan pencucian uang," kata juru bicara PT DKI Jakarta Ahmad Sobari kepada VIVAnews, Kamis 5 Juli 2012. Ahmad juga bertindak sebagai salah satu anggota Majelis Hakim Banding untuk kasus Gayus tersebut.
Adapun putusan ini dbacakan 21 Juni 2012 dengan Ketua Majelis Hakim Yusran Thawab. Sementara anggota Majelis Hakim adalah Ahmad Sobari, Nasaruddin Tappo, As'adi Al Ma'ruf, dan Amiek Sumindriyatmi.
Alasan PT DKI Jakarta memperberat hukuman Gayus, imbuh Ahmad, perbuatan terdakwa tidak dapat ditolerir dalam pergaulan bermasyarakat. "Karena mencari keuntungan sendiri dan sudah dilakukan terdakwa berulang kali," jelas Ahmad.
Padahal, kata dia, uang pajak yang dikorup terdakwa seharusnya bisa dipakai untuk kesejahteraan rakyat. "Selain itu sebagai tindakan preventif, mencegah PNS lain melakukan hal yang sama," imbuhnya.
Diberitakan sebelumnya, Pengadilan Tipikor memvonis Gayus Halomoan Tambunan enam tahun penjara karena bersalah melakukan sejumlah korupsi seperti suap, menerima gratifikasi, dan pencucian uang.
Langganan:
Postingan (Atom)