Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Pimpinan Mahkamah Agung (MA) mencarter pesawat jet ke Wakatobi, Sulawesi Tenggara (Sultra) dalam rangka pembinaan bawahan. Banyak pihak menyayangkan, dari Komisi Yudisial (KY), elemen masyarakat hingga mantan Ketua MA Harifin Tumpa.
Berdasarkan catatan detikcom, Selasa (20/5/2014), untuk carter pesawat jet ini, penyewa merogoh kocek antara Rp 60 juta hingga Rp 140 juta per jam. Menurut Ketua Bidang Penerbangan Tidak Berjadwal Indonesia National Air Carriers Association (INACA) Denon Prawiraatmadja mengatakan, tarif untuk menyewa jet pribadi senilai kurang lebih USD 6 ribu -USD 14 ribu per jam atau sekitar Rp 60 juta-140 juta per jam tergantung dari jenis pesawat dan kapasitas penumpang di dalamnya. Tarif itu sudah termasuk insurance, ground-handling, operasional, dan lainnya.
Maskapai penerbangan chartered atau tidak berjadwal menyediakan pesawat sewa di antaranya jenis Embraer Legacy dan Cessna Sovereign. Untuk nilai keekonomisan banyak yang sewa Embraer Legacy.
Pesawat jet eksekutif yang memiliki panjang 26 meter itu mampu mengakomodasi 13-14 penumpang. Pesawat buatan Brasil itu yang menyewa biasanya dari kalangan pengusaha tambang hingga kalangan pejabat.
Pimpinan MA yang kepergok mencarter pesawat jet Jakarta-Wakatobi PP pada 3-5 Mei 2014. Ikut dalam rombongan itu Ketua MA Hatta Ali, Wakil Ketua MA bidang Yudisial M Saleh, Wakil Ketua MA bidang Non Yudisial Suwardi, seluruh Ketua Kamar (kecuali ketua kamar pidana, hakim agung Artidjo Alkostar) dan pejabat teras MA. Total sebanyak 65 orang.
"Khusus untuk transportasi pimpinan, karena keterbatasan jadwal pesawat reguler menuju tempat penyelenggaraan pembinaan, maka perjalanan menuju Wakatobi menggunakan pesawat di luar jadwal reguler. Pembiayaan extra flight ini dibebankan kepada biaya operasional yang dialokasikan untuk masing-masing pimpinan MA," demikian pernyataan resmi MA tanpa menyebutkan biaya yang dikeluarkan oleh APBN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar