Rivki - detikNews
Jakarta - Komisi Yudisial (KY) meminta Mahkamah Agung
(MA) dan jajarannya untuk bertindak profesional dalam mengadili gugatan
praperadilan Komjen Budi Gunawan. Sebab sesuai KUHAP, penetapan status
tersangka seseorang tidak bisa digugat ke pengadilan.
Atas
gugatan itu, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menunjuk
Sarpin Rizaldi sebagai hakim tunggal dalam mengadili perkara
praperadilan itu. Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Tim Advokasi Anti
Kriminalisasi (Taktis) mengaku pernah memiliki 3 temuan putusan hakim
Sarpin yang dinilai kontroversial.
"Salah satunya kasus narkoba
dengan terdakwa Raja Donald Sitorus di Pengadilan Negeri Jakarta Timur
(PN Jaktim) pada tahun 2008," kata anggota LSM Taktis, Bahrain, di
Gedung KY, Jl Kramat Raya, Jakarta, Jumat (30/1/2015).
Dia
mengatakan, dalam sidang itu Sarpin bertindak sebagai ketua majelis.
Tetapi saat putusan, vonis diketok oleh hakim Jalili yang statusnya
sebagai hakim anggota. Vonisnya juga dianggap janggal karena terdakwa
dengan barang bukti 180 gram hanya divonis 5 tahun penjara atau setengah
dari tuntutan jaksa yaitu 10 tahun.
Pada tahun 2009, Sarpin juga
pernah membebaskan terdakwa korupsi di PN Jaktim. Dia membebaskan Camat
Ciracas M Iwan dalam kasus dugaan korupsi Rp 17,9 miliar. Padahal,
jaksa menuntut 7 tahun penjara.
Pada tahun 2014, Sarpin juga
pernah dilaporkan ke KY terkait putusannya dalam perkara sengketa paten
'Boiler 320 Derajat Celcius' di PN Medan.
Rencananya PN Jaksel
akan menggelar sidang praperadilan terhadap gugatan Komjen Budi Gunawan
terkait penetapan statusnya sebagai tersangka oleh KPK pada Senin, 2
Februari 2015.
Blog ini berisi berbagai macam berita yang diberitakan oleh Kantor Berita, maupun Media yang lain terutama yang ada di Indonesia dan beralamatkan di Jln H. Enang No. 28 Cisalak
Jumat, 30 Januari 2015
Kabareskrim dijadwalkan diperiksa Komnas HAM hari ini
Pewarta: Aditya Ramadhan
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Budi Waseso dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan untuk dimintai keterangan dan informasi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh tim penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari ini.
Komisioner Komnas HAM yang bertugas sebagai ketua tim Penyelidikan Dugaan Kriminalisasi Pimpinan KPK Nur Kholis mengatakan tim akan memanggil Kabareskrim untuk dimintai keterangannya pada pukul 14.00 WIB.
Tim Komnas HAM sebelumnya sudah meminta keterangan dan informasi kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (27/1).
Selain meminta keterangan dari Bambang, tim Komnas HAM juga mendatangi gedung KPK untuk bertemu jajaran pimpinan lembaga antikorupsi tersebut untuk dimintai keterangannya.
Sedangkan pada Rabu (28/1), tim Komnas HAM mendatangi Mabes Polri untuk meminta keterangan dan konfirmasi kepada Wakil Kepala Polri Komjen Pol Badrodin Haiti terkait penangkapan dan penetapan tersangka Bambang Widjojanto.
Selain bertemu Wakapolri, tim Komnas HAM juga mengunjungi salah satu anggota tim independen bentukan presiden yaitu Jimly Asshiddiqie pada hari yang sama.
Kendati demikian, Nur Kholis mengatakan Komnas HAM tidak akan memaksa Kabareskrim untuk hadir memenuhi panggilan. "Tugas saya hanya memangil. Tapi ingat nggak, tiap polisi yang dipanggil Komnas HAM jadinya seperti apa," ujar dia.
Pihak Mabes Polri melalui Kadiv Humas Irjen Pol Ronny Sompie memastikan bahwa Kabareskrim Irjen Pol Budi Waseso akan hadir memenuhi panggilan Komnas HAM lantaran surat undangan pemanggilan sudah dimasukkan ke dalam jadwal.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim bernama Tim Penyelidikan Dugaan Kriminalisasi Pimpinan KPK dalam menanggapi penangkapan dan penetapan tersangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Jumat (23/1).
Tim tersebut memiliki anggota sebanyak 22 orang dengan delapan orang di antaranya adalah komisioner Komnas HAM.
Tujuan pembentukan tim, kata Nur Kholis, untuk memberikan rekomendasi pada presiden terkait perseteruan antara KPK dan Polri.
Jakarta (ANTARA News) - Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Inspektur Jenderal Budi Waseso dijadwalkan akan menjalani pemeriksaan untuk dimintai keterangan dan informasi terkait penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh tim penyelidikan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) hari ini.
Komisioner Komnas HAM yang bertugas sebagai ketua tim Penyelidikan Dugaan Kriminalisasi Pimpinan KPK Nur Kholis mengatakan tim akan memanggil Kabareskrim untuk dimintai keterangannya pada pukul 14.00 WIB.
Tim Komnas HAM sebelumnya sudah meminta keterangan dan informasi kepada Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto yang ditetapkan sebagai tersangka pada Selasa (27/1).
Selain meminta keterangan dari Bambang, tim Komnas HAM juga mendatangi gedung KPK untuk bertemu jajaran pimpinan lembaga antikorupsi tersebut untuk dimintai keterangannya.
Sedangkan pada Rabu (28/1), tim Komnas HAM mendatangi Mabes Polri untuk meminta keterangan dan konfirmasi kepada Wakil Kepala Polri Komjen Pol Badrodin Haiti terkait penangkapan dan penetapan tersangka Bambang Widjojanto.
Selain bertemu Wakapolri, tim Komnas HAM juga mengunjungi salah satu anggota tim independen bentukan presiden yaitu Jimly Asshiddiqie pada hari yang sama.
Kendati demikian, Nur Kholis mengatakan Komnas HAM tidak akan memaksa Kabareskrim untuk hadir memenuhi panggilan. "Tugas saya hanya memangil. Tapi ingat nggak, tiap polisi yang dipanggil Komnas HAM jadinya seperti apa," ujar dia.
Pihak Mabes Polri melalui Kadiv Humas Irjen Pol Ronny Sompie memastikan bahwa Kabareskrim Irjen Pol Budi Waseso akan hadir memenuhi panggilan Komnas HAM lantaran surat undangan pemanggilan sudah dimasukkan ke dalam jadwal.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia membentuk tim bernama Tim Penyelidikan Dugaan Kriminalisasi Pimpinan KPK dalam menanggapi penangkapan dan penetapan tersangka Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pada Jumat (23/1).
Tim tersebut memiliki anggota sebanyak 22 orang dengan delapan orang di antaranya adalah komisioner Komnas HAM.
Tujuan pembentukan tim, kata Nur Kholis, untuk memberikan rekomendasi pada presiden terkait perseteruan antara KPK dan Polri.
KPK panggil jenderal bintang satu dalam kasus Budi Gunawan
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi kembali memanggil
satu perwira polisi dan anggota polri lain dalam penyidikan kasus dugaan
tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan
tersangka Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komisaris Jenderal
Pol Budi Gunawan.
Saksi-saksi yang dipanggil adalah Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang menjabat sebagai Widyaiswara Madya Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Lemdikpol, Budi diketahui adalah mantan Kapolda Bangka Belitung; Brigadir Polisi Triyono yang merupakan anggota Polres Bogor dan pihak swasta Liliek Hartati.
"Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BG (Budi Gunawan)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.
Sudah ada tujuh orang saksi yang dipanggil dalam kasus ini, kebanyakan adalah polisi aktif yaitu Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum (Karorenmin Itwasum) Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto; dan mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur.
Selain itu juga Wakil Kepala Polres Jombang, Komisaris Polisi Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan dan Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu. Namun hanya Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan KPK pada 19 Januari 2015, sedangkan anggota Polri lain tidak ada yang memenuhi panggilan tersebut.
KPK menyatakan akan melakukan upaya paksa bila saksi dua kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata pasal 112, disebutkan "Orang yang dipanggil kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawanya".
"Kalau berdasarkan KUHAP, jika seseorang dipanggil berdasarkan penyidikan kemudian dia dua kali tidak hadir tanpa alasan yang patut, maka penyidik dapat memanggil paksa," tambah Priharsa.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pernah mengatakan bila para saksi dalam kasus Budi Gunawan tidak memenuhi panggilan kedua, maka panggilan pemeriksaan ketiga akan ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinato Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.
Dalam perkara ini, KPK sudah mencegah empat orang pergi keluar negeri, mereka adalah Budi Gunawan; anaknya, Muhammad Herviano Widyatama; asisten Budi yaitu anggota Polri Iie Tiara serta Irjen Purn Syahtria Sitepu sejak 14 Januari 2015. Syahtria diduga pernah 13 kali mentransfer total senilai Rp1,5 miliar ketika menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Utara pada Agustus 2004-Maret 2006.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
Saksi-saksi yang dipanggil adalah Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang menjabat sebagai Widyaiswara Madya Sekolah Staf Pimpinan (Sespim) Lemdikpol, Budi diketahui adalah mantan Kapolda Bangka Belitung; Brigadir Polisi Triyono yang merupakan anggota Polres Bogor dan pihak swasta Liliek Hartati.
"Ketiganya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka BG (Budi Gunawan)," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha di Jakarta, Rabu.
Sudah ada tujuh orang saksi yang dipanggil dalam kasus ini, kebanyakan adalah polisi aktif yaitu Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal (Dirtipidum Bareskrim) Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum (Karorenmin Itwasum) Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto; dan mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum (Wairwasum) Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat sebagai Kapolda Kalimantan Timur.
Selain itu juga Wakil Kepala Polres Jombang, Komisaris Polisi Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan dan Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu. Namun hanya Syahtria Sitepu yang memenuhi panggilan KPK pada 19 Januari 2015, sedangkan anggota Polri lain tidak ada yang memenuhi panggilan tersebut.
KPK menyatakan akan melakukan upaya paksa bila saksi dua kali tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
Berdasarkan Kitab Undang-undang Hukum Acara Perdata pasal 112, disebutkan "Orang yang dipanggil kepada penyidik dan jika ia tidak datang, penyidik memanggil sekali lagi, dengan perintah kepada petugas untuk membawanya".
"Kalau berdasarkan KUHAP, jika seseorang dipanggil berdasarkan penyidikan kemudian dia dua kali tidak hadir tanpa alasan yang patut, maka penyidik dapat memanggil paksa," tambah Priharsa.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto pernah mengatakan bila para saksi dalam kasus Budi Gunawan tidak memenuhi panggilan kedua, maka panggilan pemeriksaan ketiga akan ditembuskan kepada Presiden Joko Widodo dan Menteri Koordinato Politik, Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.
Dalam perkara ini, KPK sudah mencegah empat orang pergi keluar negeri, mereka adalah Budi Gunawan; anaknya, Muhammad Herviano Widyatama; asisten Budi yaitu anggota Polri Iie Tiara serta Irjen Purn Syahtria Sitepu sejak 14 Januari 2015. Syahtria diduga pernah 13 kali mentransfer total senilai Rp1,5 miliar ketika menjabat Direktur Lalu Lintas Polda Sumatera Utara pada Agustus 2004-Maret 2006.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK pertimbangkan bantuan TNI hadirkan saksi kasus BG
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk meminta bantuan TNI dalam menghadirkan saksi-saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.
"Kami akan berkomunikasi dengan presiden apakah bisa menggunakan kekuatan lain kalau memang tidak ada jaminan teman-teman di Kepolisian sendiri bisa membantu KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung Ombudsman Jakarta, Kamis.
KPK sendiri sudah memanggil 10 orang saksi yang sebagian besar anggota aktif Polri, namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan, yaknni Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu.
Bambang mengatakan, permintaan bantuan kepada TNI itu akan dilakukan dengan berhati-hati.
"Pasti KPK harus sangat berhati, sesuai dengan aturan, tidak mau gegabah," ungkap Bambang.
KPK juga sudah berkomunikasi dengan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti mengenai upaya menghadirkan saksi yang dipanggil KPK.
"Kepada Waka(polri) kemarin sudah ada komunikasi, bersama-sama tapi isunya lain. Kalau tidak salah sudah ada diskusi dengan Kompolnas dan Waka. Kita akan menanyakan komitmen dan kesediaan itu," tambah Bambang.
KPK sudah mengantongi informasi mengenai perintah melarang saksi datang memenuhi permintaan KPK.
"Kami sedang mengklarifikasi katanya ada TR (telegram rahasia) yang (menyatakan) Waka (Polri) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain yang menyatakan tidak perlu datang," tambah Bambang.
Dia menilai, jika sudah ada perintah untuk melarang saksi datang, maka pemberi perintah dapat dikenakan pasal menghalang-halangi penyidikan.
"Jadi kalau betul ada informasi seperti itu, berarti memang pelanggaran sebagaimana unsur-unsur pasal 21, 22, 23 UU Tindak Pidana Korupsi yaitu hal-hal yang menghalangi proses penyidikan, tapi sekali lagi kami sedang mengklarifikasi hal itu," jelas Bambang.
Saksi-saksi yang dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan adalah Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto; mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat Kapolda Kalimantan Timur; Wakil Kepala Polres Jombang, Kompol Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan; Widyaiswara Madya Sespim Lemdikpol Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang adalah mantan Kapolda Bangka Belitung; anggota Polres Bogor Brigadir Polisi Triyono dan pihak swasta Liliek Hartati.
Hari ini KPK juga memeriksa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Hanura Susaningtyas NH Kertopati yang juga sepupu Budi Gunawan, seorang ibu rumah tangga Sintawati Soedarno Hendroto dan pegawai negeri sipil Tossin Hidayat.
Susaningtyas diketahui tidak dapat memenuhi panggilan karena sedang diare.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan untuk meminta bantuan TNI dalam menghadirkan saksi-saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka mantan Kepala Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan.
"Kami akan berkomunikasi dengan presiden apakah bisa menggunakan kekuatan lain kalau memang tidak ada jaminan teman-teman di Kepolisian sendiri bisa membantu KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di gedung Ombudsman Jakarta, Kamis.
KPK sendiri sudah memanggil 10 orang saksi yang sebagian besar anggota aktif Polri, namun hanya satu orang yang memenuhi panggilan, yaknni Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu.
Bambang mengatakan, permintaan bantuan kepada TNI itu akan dilakukan dengan berhati-hati.
"Pasti KPK harus sangat berhati, sesuai dengan aturan, tidak mau gegabah," ungkap Bambang.
KPK juga sudah berkomunikasi dengan Wakapolri Komjen Pol Badrodin Haiti mengenai upaya menghadirkan saksi yang dipanggil KPK.
"Kepada Waka(polri) kemarin sudah ada komunikasi, bersama-sama tapi isunya lain. Kalau tidak salah sudah ada diskusi dengan Kompolnas dan Waka. Kita akan menanyakan komitmen dan kesediaan itu," tambah Bambang.
KPK sudah mengantongi informasi mengenai perintah melarang saksi datang memenuhi permintaan KPK.
"Kami sedang mengklarifikasi katanya ada TR (telegram rahasia) yang (menyatakan) Waka (Polri) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain yang menyatakan tidak perlu datang," tambah Bambang.
Dia menilai, jika sudah ada perintah untuk melarang saksi datang, maka pemberi perintah dapat dikenakan pasal menghalang-halangi penyidikan.
"Jadi kalau betul ada informasi seperti itu, berarti memang pelanggaran sebagaimana unsur-unsur pasal 21, 22, 23 UU Tindak Pidana Korupsi yaitu hal-hal yang menghalangi proses penyidikan, tapi sekali lagi kami sedang mengklarifikasi hal itu," jelas Bambang.
Saksi-saksi yang dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan adalah Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal Polri Brigjen Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri Brigadir Jenderal (Purn) Heru Purwanto; mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat Kapolda Kalimantan Timur; Wakil Kepala Polres Jombang, Kompol Sumardji; Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan; Widyaiswara Madya Sespim Lemdikpol Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang adalah mantan Kapolda Bangka Belitung; anggota Polres Bogor Brigadir Polisi Triyono dan pihak swasta Liliek Hartati.
Hari ini KPK juga memeriksa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari fraksi Partai Hanura Susaningtyas NH Kertopati yang juga sepupu Budi Gunawan, seorang ibu rumah tangga Sintawati Soedarno Hendroto dan pegawai negeri sipil Tossin Hidayat.
Susaningtyas diketahui tidak dapat memenuhi panggilan karena sedang diare.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan sejak menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200 juta dan maksimal Rp1 miliar.
Kamis, 29 Januari 2015
Pramono Tuding Tim 9 Sudah Berpihak
Jpnn
JAKARTA - Politikus
senior PDI Perjuangan di DPR, Pramono Anung Wibowo mengaku kurang sreg
dengan cara Presiden Joko Widodo menyelesaikan konflik antara KPK-Polri,
terutama terkait pembentukanTim 9. Pramono beralasan, Tim 9 tak punya
legalitas secara konstitusi.
Menurut Pramono, presiden dalam
menyelesaikan persoalan KPK Vs Polri seharusnya mengutamakan forum
konsultasi dengan lembaga-lembaga negara yang ada. Misalnya, Mahkamah
Konstitusi, Mahkamah Agung, MPR, DPR hingga DPD.
"Seyogyanya presiden lebih menggunakan
lembaga negara untuk selesaikan masalah KPK-Polri. Seyogyanya beliau
undang MA, MK, MPR, DPR, DPD, tradisi baik yang dibangun almarhum Taufik
Kiemas dan SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Ini terbaik untuk
menjalankan keputusan," kata Pramono di gedung DPR, Jakarta, Kamis
(29/1).
Mantan Sekjen PDIP itu justru menilai
keberadaan Tim 9 membuat suasana semakin gaduh karena semakin banyaknya
pernyataan di media oleh anggota-anggota tim pimpinan Syafii Maarif itu.
Bahkan, Pramono menilai ada kesan Jokowi tidak percaya dengan
kredibilitas lembaga-lembaga tinggi negara yang ada.
"Tim belum ada keppres sudah bekerja.
Satu hari sudah buat statement dan bikin gaduh. Maka sebaiknya presiden
menggunakan lembaga tinggi negara karena mereka dipilih punya instrumen
menyelesaikan persoalan yang ada. Presiden sendiri berarti gak percaya
dengan lembaga tinggi negara," ulasnya.
Mantan Wakil Ketua DPR itu juga menilai
ada Syafii sebagai pimpinan Tim 9 sudah memihak kepada kelompok
tertentu. Hal itu terkait pernyataan Syafii yang merekomendasikan agar
Presiden Jokowi tidak melantik Komjen Budi Gunawan sebagai Kapolri.
Bahkan Syafii menyebut usulan agar Komjen Budi Gunawan dicalonkan jadi
Kapolri bukanlah keinginan Jokowi.
"Saya sangat hormat dengan Syaffi, tapi
kan sudah terlihat berpihak ke pihak tertentu. Jokowi kepala negara.
Beliau gak bisa ditekan oleh siapapun," tegasnya.(fat/jpnn)
Jokowi Beri Sinyal Tak Akan Lantik Komjen BG.
Jpnn
JAKARTA - Presiden Joko
Widodo (Jokowi) menyambut baik saran yang diberikan Tim Independen alias
Tim 9, mengenai dilantik atau tidak Komjen Budi Gunawan (BG) sebagai
Kapolri, dan juga seputar rivalitas Polri dan KPK.
Wakil Ketua Tim 9, Jimly Asshiddiqie, Rabu
(28/1) malam mengungkap Jokowi antusias menerima saran dan masukan.
"Banyak sekali yang kami sampaikan, dan beliau setuju sekali, tapi tidak
untuk diumumkan,” kata Jimly, seperti dikutip dari situs Sekretariat Kabinet, Kamis (29/1).
Jimly Asshiddiqie kemudian menyodorkan butir-butir pernyataan Tim Independen, sebagai berikut:
Kami sebagai Tim Konsultatif Independen
yang diminta masukan/pendapat oleh Presiden akan menjadi mitra yang siap
memberikan masukan kepada Presiden mengenai berbagai hal terkait
kemelut hubungan antar lembaga penegak hukum.
Kami pada Rabu (28/1) diundang Presiden
untuk memberikan masukan berdasarkan analisis yang telah dilakukan
selama dua hari belakangan ini, dan masukan kami kepada Presiden adalah
sebagai berikut:
- Presiden seyogyanya memberi kepastian terhadap siapapun penegak hukum yang berstatus tersangka, untuk mengundurkan diri dari jabatannya, atau tidak menduduki jabatan selama berstatus sebagai tersangka, demi menjaga marwah institusi penegak hukum baik Polri maupun KPK.
- Presiden seyogyanya tidak melantik Kapolri dengan status tersangka, dan mempertimbangkan kembali untuk mengusulkan calon baru Kapolri agar institusi Polri segera dapat memiliki Kapolri yang definitif.
- Presiden seyogyanya menghentikan segala upaya yang diduga merupakan kriminalisasi terhadap personil penegak hukum siapapun, baik Polri maupun KPK dan masyarakat pada umumnya.
- Presiden seyogyanya memerintahkan kepada Polri maupun KPK untuk menegakkan kode etik terhadap pelanggaran etika profesi yang diduga dilakukan oleh personil Polri maupun KPK.
- Presiden agar menegaskan kembali komitmentnya terhadap pemberantasan korupsi dan penegakkan hukum pada umumnya sesuai harapan masyarakat luas. (adk/jpnn)
Inikah Nama-nama Terpidana dari 7 Negara yang Akan Dieksekusi Mati?
Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo menyampaikan ke Komisi III DPR tengah mengurus eksekusi mati terhadap para terpidana dari 7 negara. Eksekusi ini menjadi gelombang kedua setelah Prasetyo sukses mengeksekusi mati 6 gembong narkoba pada 18 Januari lalu.
Di DPR, Prasetyo memaparkan tengah mengurus eksekusi mati terhadap WN Prancis, Ghana, Cordova, Brasil, Filipina, Australia, dan satu orang WNI. Tereksekusi mati adalah terpidana yang telah selesai menempuh upaya hukum dan grasinya ditolak. Berdasarkan daftar terpidana yang memenuhi syarat itu, berikut nama-nama mereka berdasarkan kewarganegaraan:
1. WN Filipina
Mary Jane Fiesta Veloso yang mengantongi Keppres No 31/G 2014
Kasus: Penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kg di Bandara Adi Sutjipto, 25 April 2010
2. WN Australia
Myuran Sukumaran yang mengantongi Keppres No 32/G 2014
Andrew Chan yang mengantongi Keppres No 9/G 2015
Kasus: Keduanya terlibat penyelundupan 8,2 kg heroin dari Australia ke Denpasar pada 2005
3. WN Prancis
Serge Areski Atlaoui yang mengantongi Keppres 35/G 2014
Kasus: Anggota jaringan pabrik narkoba terbesar di Asia yang dihukum mati bersama 8 orang lainnya. Barang bukti yang disita yaitu 138,6 kg sabu, 290 kg ketamin, dan 316 drum prekusor.
4. WN Ghana
Martin Anderson yang mengantongi Keppres No 1/G 2015
Kasus: Kepemilikan heroin 50 gram yang dimasukkan dalam map. Ia ditangkap di Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Kelapa Gading, Jakut, 7 November 2003. Saat ditangkap, Martin melakukan perlawanan dengan mencekik polisi sehingga polisi menembak kaki kiri Martin.
5. WN Cordova
Raheem Agbaje Salami yang mengantongi Keppres No 4/G 2015
Kasus: Penyelundupan heroin 5 kg tahun 1999.
6. WN Brazil
Rodrigo Gularte yang mengantongi Keppres No 5/G 2015
Kasus: Penyelundupan 19 kg kokain dalam papan seluncur tahun 2004
7. WN Indonesia
Jakarta - Jaksa Agung Prasetyo menyampaikan ke Komisi III DPR tengah mengurus eksekusi mati terhadap para terpidana dari 7 negara. Eksekusi ini menjadi gelombang kedua setelah Prasetyo sukses mengeksekusi mati 6 gembong narkoba pada 18 Januari lalu.
Di DPR, Prasetyo memaparkan tengah mengurus eksekusi mati terhadap WN Prancis, Ghana, Cordova, Brasil, Filipina, Australia, dan satu orang WNI. Tereksekusi mati adalah terpidana yang telah selesai menempuh upaya hukum dan grasinya ditolak. Berdasarkan daftar terpidana yang memenuhi syarat itu, berikut nama-nama mereka berdasarkan kewarganegaraan:
1. WN Filipina
Mary Jane Fiesta Veloso yang mengantongi Keppres No 31/G 2014
Kasus: Penyelundupan narkotika jenis heroin 2,6 kg di Bandara Adi Sutjipto, 25 April 2010
2. WN Australia
Myuran Sukumaran yang mengantongi Keppres No 32/G 2014
Andrew Chan yang mengantongi Keppres No 9/G 2015
Kasus: Keduanya terlibat penyelundupan 8,2 kg heroin dari Australia ke Denpasar pada 2005
3. WN Prancis
Serge Areski Atlaoui yang mengantongi Keppres 35/G 2014
Kasus: Anggota jaringan pabrik narkoba terbesar di Asia yang dihukum mati bersama 8 orang lainnya. Barang bukti yang disita yaitu 138,6 kg sabu, 290 kg ketamin, dan 316 drum prekusor.
4. WN Ghana
Martin Anderson yang mengantongi Keppres No 1/G 2015
Kasus: Kepemilikan heroin 50 gram yang dimasukkan dalam map. Ia ditangkap di Jalan Boulevard Raya Kelapa Gading, Kelapa Gading, Jakut, 7 November 2003. Saat ditangkap, Martin melakukan perlawanan dengan mencekik polisi sehingga polisi menembak kaki kiri Martin.
5. WN Cordova
Raheem Agbaje Salami yang mengantongi Keppres No 4/G 2015
Kasus: Penyelundupan heroin 5 kg tahun 1999.
6. WN Brazil
Rodrigo Gularte yang mengantongi Keppres No 5/G 2015
Kasus: Penyelundupan 19 kg kokain dalam papan seluncur tahun 2004
7. WN Indonesia
Zulkarnain dilaporkan ke Bareskrim terkait gratifikasi
Pewarta: Anita Permata Dewi
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain dilaporkan ke Bareskrim atas dugaan menerima gratifikasi ketika masih sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Kami minta Bareskrim mengusut soal dugaan gratifikasi ketika Zulkarnain menjabat sebagai Kajati Jatim," kata anggota Aliansi Masyarakat Jawa Timur, Zainal Abidin, di Mabes Polri, Rabu.
Pihaknya menengarai Zulkarnain mendapatkan satu Toyota All New Camry 3000 cc dan sejumlah uang dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo (gubernur saat itu).
"Apa urusannya Gubernur Jatim mendatangi Kajati Jatim saat itu?" katanya.
Beberapa bukti yang diserahkannya ke Bareskrim di antaranya dokumen laporan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di Jatim melalui P2SEM APBD-P Provinsi Jatim tahun anggaran 2008, dengan uang negara sejumlah Rp277,5 miliar yang diduga telah dikorupsi untuk membiayai Pilgub 2008 dan Pileg 2009.
Selain itu bahan bukti lainnya yakni dokumen daftar lampiran dugaan tindak pidana korupsi P2SEM APBD-P Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2008 dan satu lembar fotokopi tanda bukti penerimaan laporan dugaan tindak pidana korupsi dari KPK.
Kasus bermula pada 2008 ketika Kejaksaan Tinggi Jatim tengah menyelidiki kasus korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang ditangani Zulkarnain saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2008. Zulkarnain diduga telah menerima dana suap senilai Rp2,8 miliar dari Gubernur Jawa Timur untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut.
Ketika itu, sebanyak 186 orang menjadi tersangka dalam penyidikan kasus tersebut yang mayoritas adalah para anggota DPRD Jatim.
Zainal, anggota DPRD Jatim periode 1999 hingga 2009, mempertanyakan Zulkarnain yang tidak menyelidiki kasus hingga ke Gubernur Jatim sebagai pemegang kebijakan.
Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain dilaporkan ke Bareskrim atas dugaan menerima gratifikasi ketika masih sebagai Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur.
"Kami minta Bareskrim mengusut soal dugaan gratifikasi ketika Zulkarnain menjabat sebagai Kajati Jatim," kata anggota Aliansi Masyarakat Jawa Timur, Zainal Abidin, di Mabes Polri, Rabu.
Pihaknya menengarai Zulkarnain mendapatkan satu Toyota All New Camry 3000 cc dan sejumlah uang dari Gubernur Jawa Timur Imam Utomo (gubernur saat itu).
"Apa urusannya Gubernur Jatim mendatangi Kajati Jatim saat itu?" katanya.
Beberapa bukti yang diserahkannya ke Bareskrim di antaranya dokumen laporan dugaan terjadinya tindak pidana korupsi di Jatim melalui P2SEM APBD-P Provinsi Jatim tahun anggaran 2008, dengan uang negara sejumlah Rp277,5 miliar yang diduga telah dikorupsi untuk membiayai Pilgub 2008 dan Pileg 2009.
Selain itu bahan bukti lainnya yakni dokumen daftar lampiran dugaan tindak pidana korupsi P2SEM APBD-P Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2008 dan satu lembar fotokopi tanda bukti penerimaan laporan dugaan tindak pidana korupsi dari KPK.
Kasus bermula pada 2008 ketika Kejaksaan Tinggi Jatim tengah menyelidiki kasus korupsi dana hibah Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) yang ditangani Zulkarnain saat menjadi Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur pada 2008. Zulkarnain diduga telah menerima dana suap senilai Rp2,8 miliar dari Gubernur Jawa Timur untuk menghentikan penyidikan perkara tersebut.
Ketika itu, sebanyak 186 orang menjadi tersangka dalam penyidikan kasus tersebut yang mayoritas adalah para anggota DPRD Jatim.
Zainal, anggota DPRD Jatim periode 1999 hingga 2009, mempertanyakan Zulkarnain yang tidak menyelidiki kasus hingga ke Gubernur Jatim sebagai pemegang kebijakan.
Rabu, 28 Januari 2015
Ini Cara WNI di Australia Dukung KPK
Jpnn
JAKARTA - Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia menggelar aksi dukungan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
JAKARTA - Warga Negara Indonesia (WNI) di Australia menggelar aksi dukungan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Aksi dukungan itu disampaikan dengan cara unik, saat perayaan Australia Day, 26 Januari 2015, di Elder Park, Adelaide.
Para WNI turut dalam parade dengan
menggunakan berbagai atribut budaya dan pakaian adat nusantara sambil
membawa spanduk #SaveKPK. Mereka pun turut menyuguhkan berbagai atraksi
budaya dari Aceh, Batak, Ponorogo (Reok), Betawi, Bali, Sulawesi, sampai
Papua.
Koordinator aksi gerakan #SaveKPK Atik
Ambarwati menuturkan, aksi ini merupakan bentuk dukungan nyata WNI di
luar negeri terhadap agenda pemberantasan korupsi di Indonesia.
Salah satunya dengan menolak politisasi
dan kriminalisasi terhadap Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto dan
menuntut lembaga Polri besih dari intervensi politik dan kepentingan
kelompok yang korupsi.
Atik mengatakan, aksi ini sengaja digelar dalam hari penting Australia untuk menarik perhatian dunia internasional.
"Selain menunjukkan sikap kita sebagai
perwakilan WNI di sini, aksi juga ditujukan agar dunia internasional
tahu bahwa Indonesia negara anti korupsi," tutur perempuan yang juga
mahasiswa Flinders University itu.
Sementara itu, terkait langkah kongkrit
yang harus dilakukan Jokowi untuk menyelesaikan konflik Polri vs KPK,
Mochamad Mustafa yang turut hadir dalam aksi #SaveKPK meminta presiden
untuk segera mengambil keputusan tegas pro rakyat.
Sebab, menurutnya, seluruh masukan telah
diberikan pada orang nomer 1 di Indonesia itu. Mulai dari penerbitan
Perpu Imunitas KPK, pemecatan pejabat negara yang melakukan tindakan
indisipliner dan memperkeruh suasana, bahkan pembatalan pencalonan Budi
Gunawan.
"Sekarang kami menunggu solusi kongkrit
yang bisa dilakukan Jokowi untuk meyakinkan rakyat bahwa dia berkomitmen
memberantas korupsi. Kami ingin melihat seberapa besar nyali presiden
menolak intervensi partai pendukungnya," ujar mahasiswa program S3 dari
University of Adelaide itu.
Meski terkesan mengabaikan permohonan
rakyat dan lebih mementingkan kepentingan partai, para WNI tersebut
tetap percaya presiden Joko Widodo (Jokowi) akan segera melakukan
pembenahan dan memberikan pembuktian. Mereka pun mengaku tetap
mengapresiasi langkah Jokowi yang enggan mengintervensi proses hukum
yang berjalan baik di KPK maupun Polri.
"Kami juga mengapresiasi adanya tim
independen yang dibentuk. Tapi presiden harus sadar bahwa konflik ini
muncul karena abainya presiden dengan agenda pemberantasan korupsi demi
mengakomodasi kepentingan politik partai pengusungnya dalam pencalonan
Kapolri," tegas Atik. (mia)
Sarankan KPK Tak Cengeng Minta Imunitas
Jpnn
JAKARTA - Wacana yang dilontarkan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana agar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi hak imunitas atau kekebalan hukum terus memancing reaksi. Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja termasuk dalam barisan yang sangat setuju dengan hak imunitas itu.
JAKARTA - Wacana yang dilontarkan bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana agar pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diberi hak imunitas atau kekebalan hukum terus memancing reaksi. Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja termasuk dalam barisan yang sangat setuju dengan hak imunitas itu.
Namun, meski ide tentang hak imunitas bagi
pimpinan KPK itu didukung banyak pihak, tapi tak sedikit pula yang
menentangnya. Pengamat politik dan hukum dari POINT Indonesia, Karel
Susetyo termasuk yang menentang ide itu.
Karel menganggap KPK cengeng jika para
komisionernya meminta kekebalan hukum. Padahal, KPK sebagai lembaga
penegak hukum harus memperlihatkan ketegasan.
"Tak boleh mereka merengek untuk
mendapatkan keistimewaan status hukum lebih dari warga negara lainnya.
Jadi jangan ada imunitas di antara kita," kata Karel di Jakarta, Selasa
(27/1).
Menurutnya, ide tentang hak imunitas bagi
pimpinan KPK di komisi antirasuah itu terlibat gesekan dengan Polri
justru memperpanjang persoalan. ”Dan itu menunjukkan keinginan kuat dari
KPK untuk berada di atas hukum positif," tuding Karel.
Karenanya, Direktur Eksekutif POINT
Indonesia itu mengingatkan KPK agar tidak menjadi hukum sendiri.
Terlebih, Presiden Joko Widodo sudah mengingatkan agar tidak ada pihak
manapun yang bertindak melebihi hukum.
Karel juga menyarankan agar komisioner KPK
yang terjerat persoalan hukum lebih baikl menghadapinya. "KPK jangan
cengeng, kalau ada pimpinannya terbelit kasus hukum, ya harus dihadapi
sampai tuntas," cetusnya.(ara/jpnn)
KPK Buka Kemungkinan Panggil Paksa Saksi Kasus Budi Gunawan
Jpnn
JAKARTA - Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak menutup kemungkinan memanggil paksa
saksi-saksi kasus dugaan korupsi Komjen Budi Gunawan (Komjen BG).
Pasalnya, beberapa orang di antara mereka telah berkali-kali tak
memenuhi panggilan pemeriksaan.
Menurut Kepala Bagian Pemberitaan dan
Informasi KPK Priharsa Nugraha, seseorang dapat dipanggil paksa dapat
dipanggil paksa jika tidak hadir tanpa alasan kuat.
"Kalau berdasarkan KUHAP, jika seseorang
dipanggil kemudian dia dua kali tidak hadir tanpa alasan yang patut,
maka penyidik dapat memanggil paksa," kata Priharsa di Gedung KPK,
Jakarta, Selasa (27/1)
Diketahui, sejak menetapkan Komjen BG
sebagai tersangka tanggal 13 Januari 2015 lalu, KPK sudah memanggil
tujuh orang saksi yang terdiri dari anggota aktif dan purnawirawan
Polri. Namun sejauh ini hanya satu orang yang memenuhi panggilan.
Mereka yang tidak memenuhi panggilan
antara lain Irjen Andayono, Aiptu Revindo Taufik Gunawan Siahaan,
Brigjen (Purn) Heru Purwanto, Kombes Ibnu Isticha, Kompol Sumardji dan
Brigjen Herry Prastowo. Di antara mereka, hanya Aiptu Revindo yang baru
satu kali dipanggil.
Namun Priharsa belum bisa memastikan
apakah pemanggilan paksa akan dilakukan atau tidak. Pasalnya, keputusan
tersebut dibuat berdasarkan penilaian penyidik.
"Kalau dianggap penyidik tidak dengan keterangan yang patut, bisa (dipanggil)," jelasnya.
Lebih lanjut Priharsa mengatakan, KPK
sebenarnya fleksibel dalam menentukan jadwal pemeriksaan. Karena itu, ia
berharap para saksi dapat mengkomunikasikan kesulitan mereka dalam
memenuhi panggilan.
"Misalnya ada saksi yang dipanggil
kemudian berhalangan karena kegiatan mungkin bisa diatur jadwalnya dia
bisa kapan, nanti kita akan menyesuaikan panggilan berdasarkan itu,"
imbau Priharsa.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Bambang
Widjojanto sempat mengungkapkan rencana mengirim surat pemanggilan saksi
dengan tembusan ke presiden. Namun, menurut Priharsa, langkah tersebut
sampai sekarang belum dilakukan.
"Belum ada (surat pemanggilan dengan tembusan)," pungkasnya. (dil/jpnn)
Selasa, 27 Januari 2015
5 Tanda Pembubaran KPK
Liputan6.com, Jakarta - Banyak pihak menilai alarm bahaya
tengah mengintai KPK saat ini. KPK terancam bubar. Sangat terbuka
kemungkinan, para koruptor yang masih bebas menghisap uang negara
tertawa senang. Karena, jika KPK bubar maka pemberantasan korupsi bukan
tak mungkin akan tepar.
Peringatan terhadap KPK sejatinya sudah ada sejak dulu. Sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah muncul isu-isu pelemahan KPK. Salah satunya dari revisi UU KPK. Kini pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, KPK tak lagi digoncang dengan pelemahan, tetapi sudah menjurus pada upaya pembubaran.
"Kalau dibilang pelemahan terlalu ringan. Ini upaya pembubaran. Ada potensinya," ujar mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Minggu 24 Januari 2015.
Jimly tentu tak asal bunyi. Setidaknya ada 5 indikasi yang berpotensi pembubaran KPK yang dihimpun Liputan6.com.
Pertama, Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas habis masa tugasnya pada Desember 2014. Proses pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu berlarut-larut. Bahkan terkesan terbengkalai oleh Komisi III DPR. Alhasil, KPK cuma punya 4 kepala: Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen.
Indikasi kedua, yaitu saat pergantian tahun pergantian pula isu pergunjingan terhadap pimpinan KPK lainnya. Pada pekan awal Januari 2015, Samad digoncang isu tak sedap. Foto-foto yang diduga mirip Samad tengah bermesraan dengan seorang wanita.
Belum kelar isu foto mesra dengan wanita yang diduga adalah Putri Indonesia 2014, muncul indikisi ketiga. Yaitu adanya tuduhan hasrat politik Samad yang hendak mencalonkan diri sebagai cawapres Jokowi. Tuduhan itu datang dari Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Samad dituding melakukan 6 kali pertemuan dengan petinggi PDIP untuk menyalurkan hasrat politiknya.
Namun, hasrat politik Samad itu terbentur batu sandungan. Sebab PDIP pada akhirnya memilih Jusuf Kalla untuk mendampingi Jokowi bertarung di Pilpres 2014. Samad dinilai meradang. Samad dituduh bahwa Komjen Budi Gunawan yang jadi batu sandungan. Dan penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK dianggap sebagai balas dendam atas tidak tersalurkannya harsat politik Samad.
Samad pun ramai-ramai didorong di-etik-kan. Sejumlah pihak meminta Dewan Etik KPK turun tangan. Sebab Samad dianggap melanggar etika sebagai pimpinan KPK karena 'terjun' ke perpolitikan.
Tanda keempat, hanya berselang hitungan hari pimpinan KPK lain juga bermasalah. Bambang Widjojanto atau BW ditangkap oleh Bareskrim Polri usai mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok, Jawa Barat, Jumat 23 Januari 2015 pagi. BW kemudian menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri lalu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan mengatur saksi-saksi memberi kesaksian palsu di bawah sumpah di muka persidangan.
BW sendiri saat ini tengah mengajukan surat pengunduran diri terkait status tersangkanya tersebut. Surat itu diajukan dan diproses ke pimpinan KPK yang tersisa.
Dan indikasi kelima muncul dari Adnan Pandu. Wakil Ketua KPK lainnya ini dilaporkan ke Bareskrim Polri. Adnan dilaporkan atas tuduhan perampokan perusahaan dan kepemilikan saham ilegal.
Jika surat pengunduran diri BW dikabulkan atas statusnya sebagai tersangka, kemudian Samad juga dicopot karena dianggap langgar etika, lalu proses hukum Adnan berlanjut kemudian jadi tersangka dan harus dinonaktifkan atau mundur pula, maka bisa apa KPK dengan tersisa 1 kepala saja: Zulkarnaen?
"Kalau sudah tinggal 1 pimpinan ya tentu KPK lumpuh," ujar Jimly.
Lalu jika KPK lumpuh dan pada akhirnya dibubarkan, ada beberapa pertanyaan yang wajib dikemukakan: bagaimana nasib pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya? Dikembalikan ke Kepolisian dan Kejaksaan? Bukankah KPK dibentuk karena alasan jelas, bahwa Kepolisian dan Kejaksaan tak serius berantas korupsi secara menyeluruh?
Perseteruan lama itu kembali mencuat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI. Polemik 2 institusi hukum itu selama ini tak jarang menimbulkan intrik dan konflik. Tak cuma melibatkan para pejabat KPK dan Polri, tetapi juga mereka yang berada di luar kedua lembaga.
Polemik memanas yang terjadi pada bulan pertama 2015 itu diawali dari penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pria berjanggut yang karib disapa BW itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Sangkaannya mengatur saksi-saksi untuk memberi kesaksian palsu terkait Pilkada Kotawaringin Barat 2010 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penangkapan dan penetapan BW itu dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka. Budi diduga menerima hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan.
Setelah 2 kejadian itu, situasi memanas. Kedua institusi sama-sama saling menuding keras. Keduanya sama-sama mengklaim telah lakukan proses hukum selaras. Baik untuk Budi oleh KPK, maupun Polri terhadap BW.
Polemik memanas keduanya mengingatkan kita kembali pada kejadian 3 tahun lalu. Pada 2012, saat penyidik KPK Komisaris Polisi Novel Baswedan hendak ditangkap paksa oleh Bareskrim Polri atas tuduhan penganiayaan berat saat masih bertugas di Polda Riau. Kejadian itu terjadi tak jauh waktunya setelah KPK mengusut kasus dugaan korupsi Simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Atau kejadian terhadap BW dan Budi pada 2015 itu memaksa ingatan kita kembali jauh sebelumnya. Tepatnya tahun 2009. Di mana 2 komisioner KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah ditetapkan sebagai tersangka lalu ditahan. Bibid-Chandra dituduh melanggar soal pencabutan cegah-tangkal.
Penahanan Bibit-Chandra juga tak lama setelah KPK melakukan penyadapan terhadap Kepala Bareskrim saat itu, Komjen Pol Susno Duaji. Sang jenderal bintang 3 itu dituduh terlibat pencairan dana nasabah Bank Century, Boedi Sampoerna.
Perseteruan akibat saling memproses terhadap Bibit-Chandra dan Susno sampai-sampai dianalogikan sebagai cicak versus buaya oleh media. Kemudian cicak versus buaya jilid II disematkan atas kejadian Novel Baswedan dan Djoko Susilo. Kini polemik memanas dampak dari BW dan Budi saat ini kembali distempel sebagai cicak versus buaya jilid III. (Ali/Mut)
Peringatan terhadap KPK sejatinya sudah ada sejak dulu. Sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sudah muncul isu-isu pelemahan KPK. Salah satunya dari revisi UU KPK. Kini pada masa pemerintahan Presiden Jokowi, KPK tak lagi digoncang dengan pelemahan, tetapi sudah menjurus pada upaya pembubaran.
"Kalau dibilang pelemahan terlalu ringan. Ini upaya pembubaran. Ada potensinya," ujar mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie, Minggu 24 Januari 2015.
Jimly tentu tak asal bunyi. Setidaknya ada 5 indikasi yang berpotensi pembubaran KPK yang dihimpun Liputan6.com.
Pertama, Wakil Ketua KPK Busyro Muqqodas habis masa tugasnya pada Desember 2014. Proses pemilihan pengganti mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) itu berlarut-larut. Bahkan terkesan terbengkalai oleh Komisi III DPR. Alhasil, KPK cuma punya 4 kepala: Abraham Samad, Bambang Widjojanto, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen.
Indikasi kedua, yaitu saat pergantian tahun pergantian pula isu pergunjingan terhadap pimpinan KPK lainnya. Pada pekan awal Januari 2015, Samad digoncang isu tak sedap. Foto-foto yang diduga mirip Samad tengah bermesraan dengan seorang wanita.
Belum kelar isu foto mesra dengan wanita yang diduga adalah Putri Indonesia 2014, muncul indikisi ketiga. Yaitu adanya tuduhan hasrat politik Samad yang hendak mencalonkan diri sebagai cawapres Jokowi. Tuduhan itu datang dari Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto. Samad dituding melakukan 6 kali pertemuan dengan petinggi PDIP untuk menyalurkan hasrat politiknya.
Namun, hasrat politik Samad itu terbentur batu sandungan. Sebab PDIP pada akhirnya memilih Jusuf Kalla untuk mendampingi Jokowi bertarung di Pilpres 2014. Samad dinilai meradang. Samad dituduh bahwa Komjen Budi Gunawan yang jadi batu sandungan. Dan penetapan Budi sebagai tersangka oleh KPK dianggap sebagai balas dendam atas tidak tersalurkannya harsat politik Samad.
Samad pun ramai-ramai didorong di-etik-kan. Sejumlah pihak meminta Dewan Etik KPK turun tangan. Sebab Samad dianggap melanggar etika sebagai pimpinan KPK karena 'terjun' ke perpolitikan.
Tanda keempat, hanya berselang hitungan hari pimpinan KPK lain juga bermasalah. Bambang Widjojanto atau BW ditangkap oleh Bareskrim Polri usai mengantar anaknya ke sekolah di kawasan Depok, Jawa Barat, Jumat 23 Januari 2015 pagi. BW kemudian menjalani pemeriksaan di Bareskrim Polri lalu ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan mengatur saksi-saksi memberi kesaksian palsu di bawah sumpah di muka persidangan.
BW sendiri saat ini tengah mengajukan surat pengunduran diri terkait status tersangkanya tersebut. Surat itu diajukan dan diproses ke pimpinan KPK yang tersisa.
Dan indikasi kelima muncul dari Adnan Pandu. Wakil Ketua KPK lainnya ini dilaporkan ke Bareskrim Polri. Adnan dilaporkan atas tuduhan perampokan perusahaan dan kepemilikan saham ilegal.
Jika surat pengunduran diri BW dikabulkan atas statusnya sebagai tersangka, kemudian Samad juga dicopot karena dianggap langgar etika, lalu proses hukum Adnan berlanjut kemudian jadi tersangka dan harus dinonaktifkan atau mundur pula, maka bisa apa KPK dengan tersisa 1 kepala saja: Zulkarnaen?
"Kalau sudah tinggal 1 pimpinan ya tentu KPK lumpuh," ujar Jimly.
Lalu jika KPK lumpuh dan pada akhirnya dibubarkan, ada beberapa pertanyaan yang wajib dikemukakan: bagaimana nasib pemberantasan korupsi di Indonesia ke depannya? Dikembalikan ke Kepolisian dan Kejaksaan? Bukankah KPK dibentuk karena alasan jelas, bahwa Kepolisian dan Kejaksaan tak serius berantas korupsi secara menyeluruh?
Perseteruan lama itu kembali mencuat. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI. Polemik 2 institusi hukum itu selama ini tak jarang menimbulkan intrik dan konflik. Tak cuma melibatkan para pejabat KPK dan Polri, tetapi juga mereka yang berada di luar kedua lembaga.
Polemik memanas yang terjadi pada bulan pertama 2015 itu diawali dari penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto oleh Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri. Pria berjanggut yang karib disapa BW itu kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Sangkaannya mengatur saksi-saksi untuk memberi kesaksian palsu terkait Pilkada Kotawaringin Barat 2010 di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penangkapan dan penetapan BW itu dilakukan tak lama setelah KPK menetapkan calon tunggal Kapolri Komisaris Jenderal Pol Budi Gunawan sebagai tersangka. Budi diduga menerima hadiah atau janji terkait transaksi mencurigakan.
Setelah 2 kejadian itu, situasi memanas. Kedua institusi sama-sama saling menuding keras. Keduanya sama-sama mengklaim telah lakukan proses hukum selaras. Baik untuk Budi oleh KPK, maupun Polri terhadap BW.
Polemik memanas keduanya mengingatkan kita kembali pada kejadian 3 tahun lalu. Pada 2012, saat penyidik KPK Komisaris Polisi Novel Baswedan hendak ditangkap paksa oleh Bareskrim Polri atas tuduhan penganiayaan berat saat masih bertugas di Polda Riau. Kejadian itu terjadi tak jauh waktunya setelah KPK mengusut kasus dugaan korupsi Simulator SIM di Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri dengan tersangka mantan Kepala Korlantas Polri Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo.
Atau kejadian terhadap BW dan Budi pada 2015 itu memaksa ingatan kita kembali jauh sebelumnya. Tepatnya tahun 2009. Di mana 2 komisioner KPK Bibit Samad Riyanto dan Chandra Marta Hamzah ditetapkan sebagai tersangka lalu ditahan. Bibid-Chandra dituduh melanggar soal pencabutan cegah-tangkal.
Penahanan Bibit-Chandra juga tak lama setelah KPK melakukan penyadapan terhadap Kepala Bareskrim saat itu, Komjen Pol Susno Duaji. Sang jenderal bintang 3 itu dituduh terlibat pencairan dana nasabah Bank Century, Boedi Sampoerna.
Perseteruan akibat saling memproses terhadap Bibit-Chandra dan Susno sampai-sampai dianalogikan sebagai cicak versus buaya oleh media. Kemudian cicak versus buaya jilid II disematkan atas kejadian Novel Baswedan dan Djoko Susilo. Kini polemik memanas dampak dari BW dan Budi saat ini kembali distempel sebagai cicak versus buaya jilid III. (Ali/Mut)
Senin, 26 Januari 2015
Bila BW Punya Salah Mengapa Harus Dibela
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
RMOL. Selama ini ada indikasi lembaga polisi dihancurkan oleh orang-orang yang bertamengkan anti korupsi. Karena itu, Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan aksi di Istana Negara dan Mabes Polri untuk membela Polri.
"Save Polri dari oknum KPK yang mempunyai nafsu politik yang sangat tinggi," kata Presidium Kamerad, Haris Pertama, dalam orasinya di depan Istana Negara, Jumat (23/1).
Menurut Haris, gerakan ini bukan untuk mendukung koruptor, tapi murni membela lembaga pemerintahan yang kewenangannya langsung di bawah Presiden dari upaya pelemahan.
"Kita tidak benci KPK, tapi kita lawan orang-orang yang ingin menghancurkan Polri," tegasnya.
Terkait dengan penangkapan Pimpinan KPK, Bambang Widjajanto oleh pihak kepolisian, dirinya tidak melihat ini adalah upaya balas dendam polisi atas penetapan tersangka kepada Komjen Budi Gunawan.
"Jika BW punya dosa dan salah, kenapa harus dibela. Proses secara hukum, ini negara hukum. Jangan karena dia pimpinan KPK, terus bisa bebas melakukan kejahatan," beber Haris.
Haris menyesalkan sejumlah pihak yang langsung merespon save KPK ketika BW ditangkap.
"Kami cinta KPK, bebaskan KPK dari orang-orang munafik. Dan Polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat juga harus kita lindungi dari upaya penghancuran citra polisi di mata masyarakat," kata mantan Aktivis HMI ini.
Dalam orasinya, Haris juga meminta agar Presiden Joko Widodo untuk segera melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
"Penangkapan BW bukti pimpinan KPK banyak terganjal kasus, maka hari ini kami minta Presiden untuk segera melantik Budi Gunawan," tutup Haris. [ysa]
RMOL. Selama ini ada indikasi lembaga polisi dihancurkan oleh orang-orang yang bertamengkan anti korupsi. Karena itu, Komite Aksi Mahasiswa untuk Reformasi dan Demokrasi (Kamerad) melakukan aksi di Istana Negara dan Mabes Polri untuk membela Polri.
"Save Polri dari oknum KPK yang mempunyai nafsu politik yang sangat tinggi," kata Presidium Kamerad, Haris Pertama, dalam orasinya di depan Istana Negara, Jumat (23/1).
Menurut Haris, gerakan ini bukan untuk mendukung koruptor, tapi murni membela lembaga pemerintahan yang kewenangannya langsung di bawah Presiden dari upaya pelemahan.
"Kita tidak benci KPK, tapi kita lawan orang-orang yang ingin menghancurkan Polri," tegasnya.
Terkait dengan penangkapan Pimpinan KPK, Bambang Widjajanto oleh pihak kepolisian, dirinya tidak melihat ini adalah upaya balas dendam polisi atas penetapan tersangka kepada Komjen Budi Gunawan.
"Jika BW punya dosa dan salah, kenapa harus dibela. Proses secara hukum, ini negara hukum. Jangan karena dia pimpinan KPK, terus bisa bebas melakukan kejahatan," beber Haris.
Haris menyesalkan sejumlah pihak yang langsung merespon save KPK ketika BW ditangkap.
"Kami cinta KPK, bebaskan KPK dari orang-orang munafik. Dan Polisi sebagai pengayom dan pelindung masyarakat juga harus kita lindungi dari upaya penghancuran citra polisi di mata masyarakat," kata mantan Aktivis HMI ini.
Dalam orasinya, Haris juga meminta agar Presiden Joko Widodo untuk segera melantik Budi Gunawan sebagai Kapolri.
"Penangkapan BW bukti pimpinan KPK banyak terganjal kasus, maka hari ini kami minta Presiden untuk segera melantik Budi Gunawan," tutup Haris. [ysa]
Pengalaman Amir Syamsuddin Belum Ada Orang Diproses Pidana Karena Bujuk Saksi Bersumpah Palsu
Laporan: Yayan Sopyani Al Hadi
RMOL. Hanya hakim yang memimpin sidang yang dapat menetapkan
seseorang saksi yang diduga melakukan sumpah palsu di hadapan
persidangan setelah terlebih dahulu mengingatkan yang akan ancaman
hukuman karen sumpah palsu.
"Itu menurut pengalaman dan pengetahuan saya sebagai pengacara," kata mantan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Jumat, 23/1).
Menurut Amir, kalau saksi masih berketetapan pada kesaksiannya yang dinilai palsu oleh majelis hakim maka keterangan majelis hakim kemudian membuat penetapan dan memerintahkan jaksa memproses laporan kepada polisi atas dasar dugaan tindak pidana kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang pengadilan.
"Saya belum pernah punya pengalaman adanya seseorang diproses pidana karena membujuk seorang saksi bersumpah palsu," tegas Amir.
Terlebih lagi berdasarkan pengalaman, sambung Amir, sebelum seorang bersaksi setelah disumpah sudah merupakan protap tetap ketua majelis untuk mengingatkan saksi tersebut akan tanggungjawabnya atas kesaksian yang diberikannya dibawah sumpah di suatu persidangan pengadilan. [ysa]
"Itu menurut pengalaman dan pengetahuan saya sebagai pengacara," kata mantan Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsuddin, kepada Kantor Berita Politik RMOL beberapa saat lalu (Jumat, 23/1).
Menurut Amir, kalau saksi masih berketetapan pada kesaksiannya yang dinilai palsu oleh majelis hakim maka keterangan majelis hakim kemudian membuat penetapan dan memerintahkan jaksa memproses laporan kepada polisi atas dasar dugaan tindak pidana kesaksian palsu di bawah sumpah dalam sidang pengadilan.
"Saya belum pernah punya pengalaman adanya seseorang diproses pidana karena membujuk seorang saksi bersumpah palsu," tegas Amir.
Terlebih lagi berdasarkan pengalaman, sambung Amir, sebelum seorang bersaksi setelah disumpah sudah merupakan protap tetap ketua majelis untuk mengingatkan saksi tersebut akan tanggungjawabnya atas kesaksian yang diberikannya dibawah sumpah di suatu persidangan pengadilan. [ysa]
Sabtu, 24 Januari 2015
Sejumlah Media Asing Soroti Penangkapan BW
Jpnn
SEJUMLAH media internasional menyorot peristiwa penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh aparat Bareskrim Mabes Polri, kemarin pagi.
Kantor berita Reuters menurunkan artikel
yang cukup panjang, hingga 15 paragraf, terkait peristiwa tersebut
Jumat (23/1). Judulnya ”Indonesia Police Detain Deputy Chief of
Anti-graft Body, Sparking Tension” (”Polri Tahan Wakil Ketua KPK, Picu
Ketegangan”).
Kantor berita yang berpusat di London,
Inggris, itu menghubungkan penangkapan BW dengan langkah KPK yang
sebelumnya menetapkan calon Kapolri Budi Gunawan (BG) sebagai tersangka.
Reuters juga menyebut penangkapan itu memicu tensi panas antara KPK dan
Polri.
”Penyelesaian masalah ini menjadi ujian
awal bagi Presiden Jokowi yang sebelumnya menjanjikan pemerintahan yang
bersih,” tulisnya.
Sementara itu, kantor berita Associated
Press menulis artikel dengan judul ”Indonesian Police Arrest Deputy of
Anti-graft Body” (”Polisi Tahan Wakil Ketua KPK”).
Media yang berpusat di New York, AS,
yang mengklaim memiliki jaringan terbesar di dunia itu juga
menghubungkan penangkapan BW dengan kasus BG serta menyoroti komitmen
Jokowi yang terpilih sebagai presiden karena citranya yang bersih.
Dari Asia, Channel NewsAsia menurunkan berita berjudul ”Top Indonesian Anti-graft Official Arrested” (”Pimpinan KPK Ditahan”).
Media yang berpusat di Singapura tersebut menyatakan, penangkapan BW sangat mengejutkan dan memicu protes keras di Indonesia.(owi/c9/end)
Sidney Jones Nilai Pernyataan Jokowi tak Berguna
Jpnn
PENASIHAT senior
International Crisis Group (ICG) Sidney Jones pun ikut bersuara
menanggapi penangkapan Bambang Widjojanto (BW) oleh aparat Bareskrim
Mabes Polri, Jumat (23/1) pagi.
Melalui akun Twitter-nya, peneliti yang
banyak mendalami isu-isu terkait Indonesia itu menyebut penangkapan BW
100 persen sebagai balas dendam dari kubu polisi. ”It’s OUTRAGEOUS! (Ini
memalukan/keterlaluan),” tulisnya.
Jones juga melontarkan kritik pedas
kepada Presiden Jokowi yang dinilainya tidak mengambil tindakan tegas
sehingga membuat situasi antara KPK dan Polri kian panas.
Pernyataan resmi Jokowi yang
disampaikannya di Istana Bogor juga dinilainya tidak berguna untuk
meredakan tensi panas saat ini. ”Membuat kita heran, apa tujuannya?”
cetus dia. (owi/c9/end)
Mantan Suami Ussy Sulistiawaty yang Pernah Aniaya Aktivis Lingkungan
NAMA Sugianto Sabran ikut
mencuat seiring dengan penangkapan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto
alias BW oleh Bareskrim Mabes Polri, Jumat (23/1).
Ya, Sugianto yang tak lain adalah
politikus PDIP asal Kalteng itu adalah orang yang melaporkan BW atas
tuduhan kesaksian palsu dalam persidangan sengketa pilkada di MK.
Di daerah asalnya, Sugianto dikenal sebagai pengusaha kayu. Bahkan dia sempat menikah dengan artis Ussy Sulistiawaty pada 2005.
Namun pernikahannya dengan Ussy kandas
seiring kasus illegal logging mencuat pada 2006. Ada juga kabar bahwa
precession itu dipicu oleh kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Dari penelusuran Jawa Pos lainnya, Yusuf
pernah dituding ada dibalik penganiayaan seorang aktivis lingkungan
hidup, Abikusno Nachran. Kasus pemukulan terjadi November 2001.
Saat itu, Abikusno yang juga wartawan
lokal menerbitkan tulisan mengenai kasus penyelundupan kayu ke Tiongkok
yang diduga melibatkan kerabat Sugianto.
Yang membuat Sugianto geram, akibat
tulisan wartawan tersebut Departemen Kehutanan melakukan penindakan
dengan menyita kayu yang akan diselundupkan.
Awalnya, Sugianto Sabran dikenal dengan
nama Yusuf Sugianto. “Saat terlibat illegal logging namanya berganti
menjadi Yusuf Sugianto,” ujar sumber Jawa Pos (induk JPNN).
Sugianto tercatat sebagai anggota DPR RI
dari PDIP asal Kalteng, periode 2009 - 2010. Dalam akun twitter
@sugiantosabran tertulis Sugianto juga mencalonkan diri sebagai anggota
DPR RI namun gagal kembali ke Senayan. Dengan latar belakang itu, aroma
balas dendam tampak pada penangkapan BW.Saat dikonfirmasi di Bareskrim kemarin, Sugianto memang mengakui pihaknya yang melaporkan Bambang Widjojanto ke Bareskrim Mabes Polri. Dia kemarin mendatangi Bareskrim Mabes Polri sambil marah-marah. Emosi Sugianto meledak saat mendengar Koordinator Kuasa Hukum Tim Penyelamat KPK Nursyahbani Katjasungkana memberikan keterangan pada wartawan.
Sekitar pukul 15.30 Nursyahbani sedang diwawancarai sejumlah wartawan. Sesaat kemudian, tiba-tiba seorang lelaki berpakaian batik berteriak. "Saya korbannya, KPK tidak selalu benar,"ujarnya sembari menunjuk-nunjuk Nursyahbani.
Sugianto mengaku saat terjadi sengketa pilkada, dia mendapatkan informasi ada 65 saksi yang dihadirkan BW agar memberikan keterangan palsu. "Pada 2010, saya laporkan ke Bareskrim. Tapi, bukti masih sangat kurang," terangnya.
Namun, pada awal 2015 ada beberapa saksi yang mendatangi rumahnya. Kedatangan para saksi ini untuk meminta maaf karena memberikan keterangan palsu. "Dengan bukti baru ini, saya melaporkan kembali BW pada 15 Januari," terangnya.
Terkait keterangan palsu seperti apa yang diarahkan BW, dia tidak menjawabnya. "Yang pasti, saya dikalahkan. Penyebabnya, salah satunya keterangan palsu itu. Masyarakat diberikan info bahwa saya membagi uang dan pesta minuman keras," keluhnya ?sembari berjalan menghindari wartawan. (gun/idr/mas)
Kamis, 15 Januari 2015
Presiden perlu pilih ulang Kapolri
Pewarta: Agus Setiawan
Makassar (ANTARA News) - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyarankan Presiden Joko Widodo untuk memilih ulang calon Kapolri karena masih banyak perwira Polri yang berintegritas dan kapabilitas melebihi Komjen (Pol) Budi Gunawan.
"Semoga Presiden Jokowi bisa mengambil kebijakan baru dengan menganulir keputusannya terkait calon tunggal Kapolri," kata Ketua PB HMI Ricky Valentino dalam siaran pers, Kamis.
"Beberapa hari ini rakyat Indonesia disuguhi dengan dagelan yang tak berkualitas, pascarekomendasi Presiden Jokowi ke DPR mengenai calon tunggal Kapolri yang berujung pada penetapan status tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan," kata dia.
Dia mengatakan Presiden Jokowi sudah tepat mengusulkan nama calon Kapolri karena putusan apa pun pasti mengandung risiko.
"Namun pascaputusan KPK terhadap BG maka semestinya Presiden Jokowi berpikir ulang untuk melantik BG karena putusan KPK harus ditaati," kata dia.
Makassar (ANTARA News) - Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menyarankan Presiden Joko Widodo untuk memilih ulang calon Kapolri karena masih banyak perwira Polri yang berintegritas dan kapabilitas melebihi Komjen (Pol) Budi Gunawan.
"Semoga Presiden Jokowi bisa mengambil kebijakan baru dengan menganulir keputusannya terkait calon tunggal Kapolri," kata Ketua PB HMI Ricky Valentino dalam siaran pers, Kamis.
"Beberapa hari ini rakyat Indonesia disuguhi dengan dagelan yang tak berkualitas, pascarekomendasi Presiden Jokowi ke DPR mengenai calon tunggal Kapolri yang berujung pada penetapan status tersangka Komjen (Pol) Budi Gunawan," kata dia.
Dia mengatakan Presiden Jokowi sudah tepat mengusulkan nama calon Kapolri karena putusan apa pun pasti mengandung risiko.
"Namun pascaputusan KPK terhadap BG maka semestinya Presiden Jokowi berpikir ulang untuk melantik BG karena putusan KPK harus ditaati," kata dia.
Ini Dia Daftar 6 Gembong Narkoba yang Akan Dieksekusi Mati 18 Januari
Rina Atriana - detikNews
Jakarta - Kejakaan Agung akan mengeksekusi 6 terpidana mati kasus narkoba Minggu (18/1/2015). Eksekusi akan dilaksanakan di dua tempat yaitu Nusakambangan dan Boyolali.
Keenam terpidana itu terdiri dari 4 laki-laki dan 2 perempuan. 5 Warga Negara Asing dan 1 WNI.
"Lima terpidana sudah terkumpul di Nusakambangan. Satu lagi di Boyolali," kata Jaksa Agung Prasetyo dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Berikut daftar nama keenam terpidana yang akan dieksekusi:
1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)
2. Namaona Denis (WN Malawi)
3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)
5. Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam)
6. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)
Jakarta - Kejakaan Agung akan mengeksekusi 6 terpidana mati kasus narkoba Minggu (18/1/2015). Eksekusi akan dilaksanakan di dua tempat yaitu Nusakambangan dan Boyolali.
Keenam terpidana itu terdiri dari 4 laki-laki dan 2 perempuan. 5 Warga Negara Asing dan 1 WNI.
"Lima terpidana sudah terkumpul di Nusakambangan. Satu lagi di Boyolali," kata Jaksa Agung Prasetyo dalam jumpa pers di Kejagung, Jl Sultan Hasanuddin, Jakarta, Kamis (15/1/2015).
Berikut daftar nama keenam terpidana yang akan dieksekusi:
1. Marco Archer Cardoso Moreira (WN Brazil)
2. Namaona Denis (WN Malawi)
3. Daniel Enemuo alias Diarrassouba Mamadou (WN Nigeria)
4. Ang Kiem Soei alias Kim Ho alias Ance Tahir alias Tommi Wijaya (WN Belanda)
5. Tran Thi Bich Hanh (WN Vietnam)
6. Rani Andriani alias Melisa Aprilia (WNI)
Ini Profil Sintawati yang Setor Rp 15 M ke Anak Komjen Budi untuk Bisnis Hotel
Yudhistira Amran,Edward Febriyatri K - detikNews
Jakarta - Salah satu unit bisnis anak Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Muhammad Herviano Widyatama, adalah di bidang perhotelan. Kini Herviano mengelola The Palais Dago yang terletak di Jalan Juanda nomor 90 Dago, Bandung, Jawa Barat.
Hal itu diketahui dari surat Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI nomor B/1538/VI/2010/BARESKRIM yang ditujukan ke Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan pada 18 Juni 2010 lalu.
Dalam surat yang tersebar pada Jumat lalu itu disebut bahwa, saat membangun hotel itu Herviano mendapatkan bantuan modal dari Pacific Blue International Limited, dan Sintawati. Seperti apa profil Sintawati?
Kepada penyelidik Bareskrim Polri pada 1 Juni 2010 lalu, Sintawati mengaku sebagai kakak kandung dari Komjen Budi Gunawan.
"Bahwa yang bersangkutan (Sintawati) tertarik untuk menyertakan modal serta kerjasama dengan keponakannya yaitu Muhammad Herviano Widyatama dalam bisnis perhotelan tepatnya dalam pembangunan Hotel The Palais Dago, Bandung mengingat prospeknya menjanjikan dan lokasi hotel sangat strategis," bunyi surat Bareskrim yang dikutip Kamis (15/1/2015).
Sintawati yang kepada penyidik mengaku menjalankan usaha penyelenggaraan sekolah internasional dan produser musik itu kemudian menyertakan modal sebesar 15.212.000.000.
Uang tersebut disetor Sintawati dalam dua tahap. Pertama, tanggal 19 April 2007 sebesar Rp 7.712.000.000 ke rekening Herviano di Bank Lippo yang kemudian dipindahkan ke rekening Komjen Budi.
Sintawati menyetor lagi untuk kedua kalinya pada 17 Januari 2008 sebesar Rp 7.500.000.000 langsung ke rekening Komjen Budi.
Hari ini detikcom mencoba menemui Sintawati di rumahnya di Jalan Alam Segar, Jakarta Selatan, sesuai dengan alamat yang tercantum dalam surat Bareskrim tersebut.
"Ibu Sintawati sedang rapat di luar," kata seorang petugas keamanan di rumah tersebut yang tak disebutkan namanya kepada detikcom. Di dalam rumah yang cukup luas itu terparkir sekitar 5 mobil.
Dia tak tidak tahu jadwal Sintawati pulang ke rumah. "Biasanya habis rapat langsung ke Malang (Jawa Timur)," kata dia.
Jakarta - Salah satu unit bisnis anak Komisaris Jenderal Budi Gunawan, Muhammad Herviano Widyatama, adalah di bidang perhotelan. Kini Herviano mengelola The Palais Dago yang terletak di Jalan Juanda nomor 90 Dago, Bandung, Jawa Barat.
Hal itu diketahui dari surat Badan Reserse dan Kriminal Markas Besar Kepolisian RI nomor B/1538/VI/2010/BARESKRIM yang ditujukan ke Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan pada 18 Juni 2010 lalu.
Dalam surat yang tersebar pada Jumat lalu itu disebut bahwa, saat membangun hotel itu Herviano mendapatkan bantuan modal dari Pacific Blue International Limited, dan Sintawati. Seperti apa profil Sintawati?
Kepada penyelidik Bareskrim Polri pada 1 Juni 2010 lalu, Sintawati mengaku sebagai kakak kandung dari Komjen Budi Gunawan.
"Bahwa yang bersangkutan (Sintawati) tertarik untuk menyertakan modal serta kerjasama dengan keponakannya yaitu Muhammad Herviano Widyatama dalam bisnis perhotelan tepatnya dalam pembangunan Hotel The Palais Dago, Bandung mengingat prospeknya menjanjikan dan lokasi hotel sangat strategis," bunyi surat Bareskrim yang dikutip Kamis (15/1/2015).
Sintawati yang kepada penyidik mengaku menjalankan usaha penyelenggaraan sekolah internasional dan produser musik itu kemudian menyertakan modal sebesar 15.212.000.000.
Uang tersebut disetor Sintawati dalam dua tahap. Pertama, tanggal 19 April 2007 sebesar Rp 7.712.000.000 ke rekening Herviano di Bank Lippo yang kemudian dipindahkan ke rekening Komjen Budi.
Sintawati menyetor lagi untuk kedua kalinya pada 17 Januari 2008 sebesar Rp 7.500.000.000 langsung ke rekening Komjen Budi.
Hari ini detikcom mencoba menemui Sintawati di rumahnya di Jalan Alam Segar, Jakarta Selatan, sesuai dengan alamat yang tercantum dalam surat Bareskrim tersebut.
"Ibu Sintawati sedang rapat di luar," kata seorang petugas keamanan di rumah tersebut yang tak disebutkan namanya kepada detikcom. Di dalam rumah yang cukup luas itu terparkir sekitar 5 mobil.
Dia tak tidak tahu jadwal Sintawati pulang ke rumah. "Biasanya habis rapat langsung ke Malang (Jawa Timur)," kata dia.
Senin, 05 Januari 2015
Jokowi Bohong Besar? Harga BBM Premium Seharusnya Rp 5.714 Perliter
Laporan: Ruslan Tambak
RMOL. Pemerintahan Jokowi-JK bohong besar soal hitungan subsidi harga bahan bakar minyak (BBM) jenis premium di Indonesia.
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono mengatakan, saat ini masyarakat tidak disubsidi, tetapi pemerintah justru malah mendapatkan keuntungan besar dari penjualan premium.
Ia membeberkan hitungan harga BBM subsidi di Indonesia yang mengikuti mekanisme pasar. Dengan menggunakan dasar perhitungan (MOPS) yang diterapkan oleh pemerintah Jokowi JK dengan harga sebesar rata rata Gasoline (BBM) USD 60,203 FOB ditambah Pajak Pertambahan Nilai 10 persen (VAT Local) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5 persen maka didapat harga BBM sebesar USD 69,23345 perbarel.
Dan jika ditambahkan dengan biaya penyimpanan dan margin keuntungan sebesar 5 persen equivalen USD 3,46 perbarel dari harga BBM yang di impor, maka didapati harga BBM sampai ke konsumen sebesar USD 72,69 (dibulatkan). Dengan harga USD 72,69 perbarel untuk harga BBM sesuai mekanisme pasar, maka harga perliter BBM adalah USD 72,69 x 12500 rupiah = 908668 rupiah (asumsi nilai kurus rupiah terhadap dolar AS).
"Maka harga perlitenya BBM sebesar Rp 908668 /159 liter= Rp 5714 perliter," kata Arief dalam keterangannya, Minggu (4/1).
Menurutnya, dengan penetapan harga BBM sebesar Rp 7.600 perliter saat ini, pemerintah mendapatkan keuntungan besar dengan selisih keuntungan Rp 1.886 perliter, ditambah pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp 707.
"Ini merupakan kebohongan publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjual BBM pada masyarakat," tegasnya.
Arief menambahkan, hal ini juga menunjukan bahwa mafia migas masih kuat dalam tata niaga migas di Indonesia. Arrtinya, Tim Reformasi Tata Niaga Migas yang dikomandani Faisal Basri telah gagal menyusun tata niaga migas yang sehat dan bersih dari mafia migas.
"Karena itu Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak pemerintah yang telah melakukan harga BBM dengan mekanisme pasar, untuk transparan dalam menyajikan harga beli BBM dan minyak mentah import dan biaya refinery hinggga margin keuntungannya," tandasnya. [rus]
Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono mengatakan, saat ini masyarakat tidak disubsidi, tetapi pemerintah justru malah mendapatkan keuntungan besar dari penjualan premium.
Ia membeberkan hitungan harga BBM subsidi di Indonesia yang mengikuti mekanisme pasar. Dengan menggunakan dasar perhitungan (MOPS) yang diterapkan oleh pemerintah Jokowi JK dengan harga sebesar rata rata Gasoline (BBM) USD 60,203 FOB ditambah Pajak Pertambahan Nilai 10 persen (VAT Local) dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 5 persen maka didapat harga BBM sebesar USD 69,23345 perbarel.
Dan jika ditambahkan dengan biaya penyimpanan dan margin keuntungan sebesar 5 persen equivalen USD 3,46 perbarel dari harga BBM yang di impor, maka didapati harga BBM sampai ke konsumen sebesar USD 72,69 (dibulatkan). Dengan harga USD 72,69 perbarel untuk harga BBM sesuai mekanisme pasar, maka harga perliter BBM adalah USD 72,69 x 12500 rupiah = 908668 rupiah (asumsi nilai kurus rupiah terhadap dolar AS).
"Maka harga perlitenya BBM sebesar Rp 908668 /159 liter= Rp 5714 perliter," kata Arief dalam keterangannya, Minggu (4/1).
Menurutnya, dengan penetapan harga BBM sebesar Rp 7.600 perliter saat ini, pemerintah mendapatkan keuntungan besar dengan selisih keuntungan Rp 1.886 perliter, ditambah pajak PPN dan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor sebesar Rp 707.
"Ini merupakan kebohongan publik yang dilakukan oleh pemerintah dalam menjual BBM pada masyarakat," tegasnya.
Arief menambahkan, hal ini juga menunjukan bahwa mafia migas masih kuat dalam tata niaga migas di Indonesia. Arrtinya, Tim Reformasi Tata Niaga Migas yang dikomandani Faisal Basri telah gagal menyusun tata niaga migas yang sehat dan bersih dari mafia migas.
"Karena itu Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu mendesak pemerintah yang telah melakukan harga BBM dengan mekanisme pasar, untuk transparan dalam menyajikan harga beli BBM dan minyak mentah import dan biaya refinery hinggga margin keuntungannya," tandasnya. [rus]
Langganan:
Postingan (Atom)