Pewarta: Desca Lidya Natalia
Jakarta (ANTARA News) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mempertimbangkan untuk meminta bantuan TNI dalam menghadirkan
saksi-saksi dalam penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi
terkait transaksi-transaksi mencurigakan dengan tersangka mantan Kepala
Lembaga Pendidikan Polri (Lemdikpol) Komisaris Jenderal Pol Budi
Gunawan.
"Kami akan berkomunikasi dengan presiden apakah bisa menggunakan
kekuatan lain kalau memang tidak ada jaminan teman-teman di Kepolisian
sendiri bisa membantu KPK," kata Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto di
gedung Ombudsman Jakarta, Kamis.
KPK sendiri sudah memanggil 10
orang saksi yang sebagian besar anggota aktif Polri, namun hanya satu
orang yang memenuhi panggilan, yaknni Widyaiswara Utama Sekolah Pimpinan
Lemdikpol Polri Irjen (Purn) Syahtria Sitepu.
Bambang mengatakan, permintaan bantuan kepada TNI itu akan dilakukan dengan berhati-hati.
"Pasti KPK harus sangat berhati, sesuai dengan aturan, tidak mau gegabah," ungkap Bambang.
KPK juga sudah berkomunikasi dengan Wakapolri Komjen Pol Badrodin
Haiti mengenai upaya menghadirkan saksi yang dipanggil KPK.
"Kepada Waka(polri) kemarin sudah ada komunikasi, bersama-sama tapi
isunya lain. Kalau tidak salah sudah ada diskusi dengan Kompolnas dan
Waka. Kita akan menanyakan komitmen dan kesediaan itu," tambah Bambang.
KPK sudah mengantongi informasi mengenai perintah melarang saksi datang memenuhi permintaan KPK.
"Kami sedang mengklarifikasi katanya ada TR (telegram rahasia) yang
(menyatakan) Waka (Polri) itu setuju untuk dipanggil, lalu ada TR lain
yang menyatakan tidak perlu datang," tambah Bambang.
Dia menilai, jika sudah ada perintah untuk melarang saksi datang,
maka pemberi perintah dapat dikenakan pasal menghalang-halangi
penyidikan.
"Jadi kalau betul ada informasi seperti itu, berarti memang
pelanggaran sebagaimana unsur-unsur pasal 21, 22, 23 UU Tindak Pidana
Korupsi yaitu hal-hal yang menghalangi proses penyidikan, tapi sekali
lagi kami sedang mengklarifikasi hal itu," jelas Bambang.
Saksi-saksi yang dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan adalah
Direktur Penyidikan Pidana Umum Badan Reseserse Kriminal Polri Brigjen
Pol Drs Herry Prastowo; dosen utama Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian
Kombes Pol Drs Ibnu Isticha; mantan Kepala Biro Perencanaan dan
Administrasi Inspektorat Pengawasan Umum Polri Brigadir Jenderal (Purn)
Heru Purwanto; mantan Wakil Inspektorat Pengawasan Umum Mabes Polri
Inspektur Jenderal Pol Andayono yang sekarang menjabat Kapolda
Kalimantan Timur; Wakil Kepala Polres Jombang, Kompol Sumardji; Aiptu
Revindo Taufik Gunawan Siahaan; Widyaiswara Madya Sespim Lemdikpol
Brigadir Jenderal Pol Budi Hartono Untung yang adalah mantan Kapolda
Bangka Belitung; anggota Polres Bogor Brigadir Polisi Triyono dan pihak
swasta Liliek Hartati.
Hari ini KPK juga memeriksa mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dari fraksi Partai Hanura Susaningtyas NH Kertopati yang juga sepupu
Budi Gunawan, seorang ibu rumah tangga Sintawati Soedarno Hendroto dan
pegawai negeri sipil Tossin Hidayat.
Susaningtyas diketahui tidak dapat memenuhi panggilan karena sedang diare.
Budi Gunawan diduga terlibat dalam transaksi-transaksi mencurigakan
sejak menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi Sumber Daya Manusia di
Mabes Polri 2003-2006 dan jabatan lainnya di Mabes Polri.
KPK menyangkakan Komisaris Jenderal Polisi Budi Gunawan berdasarkan
pasal 12 huruf a atau b pasal 5 ayat 2 pasal 11 atau pasal 12 B UU No 31
tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara
negara yang menerima hadiah atau janji padahal patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk melakukan atau tidak melakukan
terkait jabatannya.
Bila terbukti melanggar pasal tersebut dapat dipidana penjara seumur
hidup atau penjara 4-20 tahun kurungan ditambah denda minimal Rp200
juta dan maksimal Rp1 miliar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar