Sepanjang Tahun 2009 Hingga 2011
Jum'at, 30 Desember 2011 , 09:20:00 WIB
Hal itu disampaikan Komisioner Komisi Yudisial (KY) Jaja Ahmad Jayus yang didampingi Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar saat memaparkan Hasil Penelitian Komisi Yudisial Mengenai Pengadilan Khusus di Gedung KY, Jakarta, Rabu (28/12).
Sekadar mengingatkan, MKH adalah perangkat yang dibentuk Makamah Agung (MA) dan KY. MKH bertugas memeriksa dan memutus kasus dugaan pelanggaran Kode Etik dan atau Pedoman Perilaku Hakim.
“Dalam arti bahwa Majelis Kehormatan Hakim menjadi forum pembelaan diri bagi hakim yang diusulkan untuk diberhentikan secara bertahap,” ujar Jaja.
Jubir KY Asep Rahmat Fajar menyampaikan, MKH berjalan sesuai mekanisme yang diterbitkan dalam Keputusan Bersama Ketua Makamah Agung dan Ketua Komisi Yudisial Nomor 129/KMA/IX/2009–Nomor 04/SKB/P.KY/IX/2009 tanggal 8 September 2009 tentang Tata Cara Pembentukan, tata Kerja dan Tata Cara Pengambilan Keputusan Majelis Kehormatan Hakim.
“Sejak diterbitkannya keputusan bersama itu sampai sekarang, MKH telah dibentuk sebanyak 13 kali. Dari jumlah tersebut, sebanyak 6 hakim yang diajukan ke MKH merupakan rekomendasi KY. Sisanya atas rekomendasi MA,” ujar Asep.
Dari 13 kali pembentukan MKH itu, lanjutnya, yang terlaksana persidangannya hingga dikeluarkannya keputusan adalah 12 kali MKH. “Satu MKH tidak dapat dilaksanakan persidangannya, karena hakim yang diberikan kesempatan melakukan pembelaan diri itu mengundurkan diri sebagai hakim sebelum sidang MKH dilaksanakan. Sehingga, dia secara otomatis diberhentikan sebagai hakim oleh MA atas permintaan sendiri,” ujar Asep.
Dari data yang dipaparkan KY, jumlah hakim yang dipanggil untuk diperiksa KY dari tahun 2005 sampai 15 Desember 2011, sebanyak 471 hakim. Dari jumlah itu, 452 hakim memenuhi panggilan. Sedangkan yang tidak memenuhi panggilan 19 hakim.
“Yang tidak memenuhi panggilan itu, 9 hakim agung, 5 hakim tinggi dan 5 hakim tingkat I atau pengadilan negeri. Sedangkan untuk jumlah pelapor dan saksi yang diperiksa 625 orang,” urai Asep.
Nah, untuk tahun 2011 saja, kata Asep, ada 71 hakim yang memenuhi panggilan KY dan 4 orang tidak memenuhi panggilan.
Dari 452 hakim yang diperiksa, sebanyak 133 orang telah direkomendasikan ke MA untuk dijatuhkan sanksi. Asep menambahkan, ada tiga macam rekomendasi sanksi, yaitu teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian.
Selanjutnya, dari 133 hakim tersebut, sebanyak 72 orang direkomendasikan agar dijatuhi sanksi berupa teguran tertulis, 42 orang direkomendasikan untuk diberikan sanksi pemberhentian sementara dari jabatan hakim mulai dari 6 bulan sampai 2 tahun, 1 orang dijatuhkan sanksi berupa hakim non palu selama 3 bulan, 18 orang direkomendasikan untuk dijatuhkan sanksi berupa pemberhentian tetap dari jabatan hakim.
Namun, dari 133 hakim yang direkomendasikan untuk diberikan sanksi itu, lanjut Asep, sebanyak 110 hakim yang direkomendasikan tidak atau belum mendapat tanggapan atau ditolak MA dengan beberapa alasan. “Hanya 23 yang diterima MA,” ujarnya.
Dilihat dari tingkat pengadilan terhadap 133 hakim yang direkomedasikan untuk diberikan sanksi, sebanyak 119 hakim berasal dari pengadilan tingkat pertama (pengadilan negeri, pengadilan hubungan industrial, pengadilan agama, pengadilan Tipikor dan PTUN) dan 14 hakim berasal dari tingkat banding atau pengadilan tinggi.
Sedangkan bila dilihat dari jenis peradilannya, ada 102 hakim yang berasal dari peradilan umum tingkat pertama (PN), 16 hakim dari peradilan umum tingkat banding, 5 hakim dari pengadilan hubungan industrial (PHI), 6 hakim peradilan agama, 2 hakim PTUN dan 2 hakim pengadilan Tipikor.
REKA ULANG
Dari Minta Uang Sampai Berbuat Asusila
1. Hakim Sudiarto (Ketua Pengadilan Negeri Banjarmasin) direkomendasikan MA untuk disidang MKH. Sudiarto dilaporkan meminta sejumlah uang dan fasilitas kepada pihak berperkara. Sudiarto diputus MKH pada 29 September 2009, dengan sanksi diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan hakim.2. Hakim AS (Pengadilan Negeri Rantau Prapat) direkomendasikan KY untuk disidang MKH karena dilaporkan meminta sejumlah uang kepada pihak berperkara. Hakim ini diputus MKH pada 14 Desember 2009, dengan putusan tidak bersidang selama 2 tahun dan ditempatkan sebagai hakim yustisial di Pengadilan Tinggi Banda Aceh.
3. Hakim AKS (Pengadilan Negeri Muara Bulian). Direkomendasikan KY karena diduga meminta sejumlah uang kepada pihak berperkara. Dia diputus MKH pada 14 Desember 2009 dengan hukuman tidak bersidang selama 20 bulan dan ditempatkan sebagai hakim yustisial di Pengadilan Tinggi Kupang.
4. Hakim ER (PN Serui), direkomendasikan MA karena diduga melakukan perbuatan tercela dan meminta sejumlah uang kepada seorang bernama Dewi Varasinta. Hakim ER diputus MKH pada 23 Februari 2010 dengan hukuman dimutasikan ke Pengadilan Tinggi Palangkaraya sebagai hakim yustisial selama 2 tahun dan ditunda kenaikan pangkat selama 1 tahun.
5. Hakim Agus Kuswandi direkomendasikan MA karena melanggar disiplin kepegawaian atau tidak pernah masuk kerja. Yang bersangkutan tidak jadi disidangkan karena telah mengundurkan diri sebagai hakim.
6. Hakim Rizet Benyamin Rafael (PN Kupang), direkomendasikan KY karena diduga menyidangkan perkara pihak yang masih keluarganya sendiri. Hakim ini diputus MKH pada 16 Februari 2010 dengan hukuman diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim.
7. Hakim M Nasir (Pengadilan Agama Pare-pare). Direkomendasikan MA karena diduga menggelapkan uang kuliah, menggunakan stempel palsu milik UMI Makassar dan melakukan nikah siri. Nasir diputus MKH pada 26 April 2010 dengan hukuman diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim.
8. Hakim Ardiansyah Ferniahgus Djafar (PN Bitung), direkomendasikan MA karena diduga melakukan penipuan dengan meminta sejumlah uang kepada pelapor agar anak pelapor lulus tes calon hakim. Hakim ini diputus MKH pada 15 November 2010 dengan hukuman diberhentikan dengan hormat dari jabatan hakim.
9. Hakim Roy M Maruli Napitupulu (PN Balige), direkomendasikan KY karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara yang ditanganinya. Hakim ini diputus MKH pada 2 Desember 2010 dengan hukuman diberhentikan dengan tidak hormat dari jabatan hakim.
10. Hakim ED (PN Mataram, dahulu hakim PN Dumai), direkomendasikan KY karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara. Dia diputus MKH pada 24 Mei 2011 dengan sanksi dimutasikan ke PN Jambi sebagai hakim yustisial selama 2 tahun.
11. Hakim Dainuri (Makamah Syari’ah Tapaktuan), direkomendasikan MA karena diduga melakukan perbuatan tercela. Dia diputus MKH pada 22 November 2011 dengan hukuman diberhentikan dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai hakim.
12. Hakim Dwi Djanuanto (PN Jogjakarta, dahulu hakim PN Kupang), direkomendasikan KY karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara yang ditanganinya. Hakim ini diputus MKH pada 22 November 2011 dengan hukuman diberhentikan tidak dengan hormat dari jabatan hakim.
13. Hakim Jonlar Purba (PN Bale Bandung, dahulu hakim PN Wamena), direkomendasikan MA karena diduga menerima sejumlah uang dari pihak berperkara yang ditanganinya. Hakim ini diputus MKH pada 6 Desember 2011 dengan sanksi disiplin ringan berupa teguran tertulis dengan akibat dikurangi tunjangan kinerja sebesar 75 persen selama 3 bulan.
Yang Diproses Masih Minim
Yasonna Laoly, Anggota Komisi III DPR
Anggota Komisi III DPR Yasonna Laoly menilai, kinerja pengawasan hakim sepanjang 2009-2011 melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) masih minim.“Saya kira sangat banyak laporan pelanggaran yang dilakukan hakim di berbagai daerah. Jika MKH hanya bisa memroses 13, rasanya itu minim, masih sangat rendahlah,” ujar anggota DPR dari PDIP ini.
Dia menyampaikan, peran sentral memberikan sanksi terhadap hakim nakal masih tetap di tangan Makamah Agung. Karena itu, Yasonna berharap MA tidak lagi menutup-nutupi berbagai kelalaian dan pelanggaran yang dilakukan hakim. “Semangat korps itu jangan sampai merusak tatanan dan proses penagakan hukum kita,” ujarnya.
Dia menyampaikan, apabila peran pengawasan internal MA efektif, maka kehadiran KY sebagai lembaga pengawasan eksternal bagi hakim akan tidak signifikan. Namun, realitas di Indonesia, lanjut Yasonna, masih belum bisa mempercayai sepenuhnya pengawasan hakim ke bagian internal MA. “Kalau sudah bagus, peran KY akan rendah, tetapi kenyataannya belum bisa,” katanya.
Yasonna juga melihat ada kemajuan dalam pengawasan di internal MA, namun itu pun masih jauh dari harapan masyarakat. “Ada sedikit progres dari sebelum-sebelumnya, walaupun dengan segala keterbatasan,” ujarnya.
Dia pun mendesak KY dan MA saling berkoordinasi untuk membenahi dan mengawasi para hakim. “Tentu dengan tetap menjaga domain masing-masing,” ujarnya.
Sanksi yang diberikan kepada hakim-hakim bermasalah pun, kata Yasonna, tampak tidak begitu efektif menimbulkan efek jera. Karena itu, Yasonna berharap ada gerakan moral secara nasional untuk memperbaiki kondisi hukum Indonesia.
“Yang sudah ditangkap KPK saja begitu, apalagi yang tidak. Persoalan ini sudah sangat pelik, dan itu harus dibenahi menjadi sebuah gerakan nasional. Gerakan yang bisa dimotori para pemuka agama, pemimpin negara dan semua lapisan masyarakat harus dijadikan sebagai gerakan moral yang holistik untuk membenahi sistim hukum yang ada,” ujarnya.
Belum Bisa Disebut Prestasi
Erna Ratnaningsih, Ketua YLBHI
Minimnya pemberian sanksi terhadap hakim melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH), menurut Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Erna Ratnaningsih, tidak terlepas dari mekanisme yang masih lemah.“Mekanisme yang ada ternyata tidak efektif menjerat hakim-hakim nakal. Mekanisme internal MA pun jelas tidak efektif. Kemudian, banyak rekomendasi KY yang tidak dijalankan MA,” ujar Erna, kemarin.
Erna pun merasa jengkel dengan sikap KY dan MA yang terkesan mengumbar rivalitas di hadapan publik. Hal itu tentu tidak akan berdampak baik bagi masyarakat, khususnya dalam pembenahan sistem hukum di Indonesia.
Karena itu, dia menyarankan agar dibuat nota kesephaman yang obyektif dalam melakukan pengawasan hakim. “Perlu MoU antara KY dan MA, kesepakatan bagaimana menjerat hakim-hakim nakal dan membenahi peradilan kita,” ujarnya.
Salah satu aspek penting yang perlu menjadi titik perhatian dalam membenahi perilaku hakim, lanjut Erna, yakni pembenahan sistem peradilan. Mekanisme peradilan sampai ke pengambilan keputusan mestinya dilakukan secara transparan.
“Transparansi di tubuh pengadilan perlu disoroti, sebab mekanisme yang ada itu membuka peluang bagi para hakim untuk berbuat nakal,” ujarnya.
MKH yang baru bisa menyidangkan 13 hakim, menurut dia, belum dapat disebut sebagai prestasi. Mekanisme pengawasan hakim harus diefektifkan.
“Dengan melibatkan civil society dalam pemantauan, juga dalam melihat track record hakim, mana yang pantas dipromosikan dan mana yang bermasalah. Jadi, diperlukan pengawasan berlapis mulai dari MA, KY dan elemen masyarakat. Dengan demikian, mafia peradilan diharapkan dapat dihilangkan,” ujarnya. [Harian Rakyat Merdeka]