Andi Saputra - detikNews
Jakarta - Sepanjang sejarah peradilan Indonesia, mungkin baru
kali ini gedung Mahkamah Agung (MA) digeledah penegak hukum secara
beruntun. Penggeledahan pertama dilakukan pada Februari 2016 terhadap
ruang kerja Kabusdit Perdata Andri Tristiandto dan penggeledahan kedua
pada pekan lalu terhadap ruang kerja Sekjen MA Nurhadi.
Ruang
Andri diobok-obok KPK usai dirinya ditangkap KPK karena kedapatan
mendapatkan sekoper uang dari pihak berperkara. Adapun ruang Nurhadi
digeledah sebagai kelanjutan tertangkapnya Panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution. Tidak hanya itu, Nurhadi juga
dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan KPK.
Penggeledahan
beruntun ini mengingatkan terhadap ramalan hakim agung Prof Dr Gayus
Lumbuun yang pernah mengingatkan pentingnya reformasi di tubuh
peradilan. Dalam catatan detikcom, Minggu (24/4/2016), Gayus telah
menyerukan reformasi besar-besaran di puncak lembaga yudikatif itu
"MA mengurusi man (SDM), money (anggaran) dan capital
(aset). Dalam kasus ini yang harus diperbaiki adalah 'man' atau sumber
daya manusianya," kata Gayus beberapa saat setelah Andri dicokok KPK.
Kala
itu, Gayus menyebut tertangkapnya Andri hanyalah riak-riak kecil dan
masih ada ombak besar lainnya. Entah kebetulan atau tidak, usai mencokok
Andri, KPK menangkap basah Edy dan diteruskan dengan menggeledah rumah
pribadi Nurhadi.
Kekhawatiran Gayus itu bukanlah pertama kali.
Pada 2012, Gayus pernah menyerukan upaya pembenahan institusi MA sesuai
dengan amanat reformasi dan penciptaan institusi negara yang bersih,
efisien, dan bebas dari praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Gayus menyerukan pembenahan prioritas jangka pendek yaitu pengembangan
transparansi dan akuntabilitas pada aspek pengorganisasian MA dan
kinerja MA
Selain itu, perlu dilakukan transparansi dan akuntabilitas administrasi
berkaitan dengan penyelenggaraan pengadiministrasian produk-produk MA
seperti putusan pengadilan dan peraturan-peraturan yang dikeluarkan oleh
MA. Walaupun telah terdapat perbaikan, namun masih belum cukup dengan
informasi mengenai putusan yang disampaikan melalui webside, tetapi juga
diikuti dengan keterbukaan informasi mengenai proses pemeriksaan
perkara yang telah diputus agar publik bisa mengerti tentang hal atau
dasar yang menjadikan putusan tersebut ditambah, dikurangi atau tetap
sama.
"Gambaran di atas, mendorong perlunya upaya luar biasa
untuk melakukan pembenahan di lingkungan MA. Upaya ini tidak terkait
dengan kepentingan pribadi, tetapi semata-mata untuk memperkuat
institusi MA secara kelembagaan sesuai dengan konstitusi dan rakyat
Indonesia," cetus hakim agung yang mulai mengabdi sejak 2011 itu.
Empat tahun berselang, kekhawatiran Gayus itu kini terbukti. Lembaga
tertinggi yang seharusnya bersih, agung dan menjaga marwah ke-Ilahi-an,
malah memberikan tontonan sebaliknya. KPK meyakini kasus Andri dan Edy
adalah puncak gunung es semata.
"Sistem harus kita perbaiki.
Untuk MA itu banyak. Tapi sebenarnya mereka tidak konsisten dengan
sistem operating yang sudah mereka buat. Sudah ada kok, mana yang belum
diatur di negeri ini? Enggak konsisten saja semuanya," cetus pimpinan
Saut Situmorang.
Dengan situasi demikian, akankah KPK bisa melakukan hattrick untuk menggeledah gedung MA?
(asp/dhn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar