Dhani Irawan - detikNews
Jakarta - KPK masih belum mengungkap secara gamblang peran
Nurhadi terkait kasus suap yang menjerat panitera Pengadilan Negeri
Jakarta Pusat (PN Jakpus) Edy Nasution. Keterangan Sekretaris Mahkamah
Agung (MA) itu dianggap penting sehingga pemeriksaan terhadapnya segera
dilakukan.
"Karena yang bersangkutan dianggap mengetahui dan akan
mempermudah proses penyidikan," kata Kabag Pemberitaan dan Publikasi
KPK Priharsa Nugraha di kantornya, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta
Selatan, Selasa (26/4/2016).
Nurhadi sendiri telah dicegah oleh Direktorat Jenderal Imigrasi Kemenkum
HAM atas permintaan penyidik KPK. Status cegah terhadap Nurhadi itu
berlangsung selama 6 bulan ke depan sejak diajukan pada bulan ini.
Penyidik
KPK pun telah melakukan penggeledahan di ruang kerja Nurhadi di MA
serta di rumah mewah miliknya di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan.
Sejumlah uang dalam pecahan dolar Amerika Serikat pun turut disita
penyidik KPK.
Namun sayangnya KPK masih enggan membeberkan
peruntukan uang tersebut, apakah terkait dengan tindak pidana atau
memang milik pribadi Nurhadi yang didapat secara sah di mata hukum. KPK
saat ini masih menelusuri asal muasal uang tersebut serta peruntukannya.
Meski
begitu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif memberi sinyal bahwa uang
tersebut berkaitan dengan perkara di MA. Pun demikian, KPK masih perlu
mendalami dugaan tersebut serta membuktikannya dengan keyakinan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Ada
hubungannya dengan perkara. Kalau uang ada di pengadilan tidak mungkin
tidak berhubungan dengan negara," sebut Syarif, Senin kemarin.
Terlepas
dari itu, KPK telah mengungkap praktik suap dalam pendaftaran
Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakpus. Kasus ini yang kemudian membuat
Nurhadi dicegah bepergian ke luar negeri selama 6 bulan ke depan.
Dua
orang tersangka pun telah ditetapkan oleh KPK yaitu panitera sekretaris
PN Jakpus Edy Nasution serta seorang pengusaha sekaligus perantara
bernama Doddy Aryanto Supeno. Keduanya ditangkap seusai melakukan
transaksi sebesar Rp 50 juta yang merupakan sebagian kecil dari duit
yang dijanjikan.
Edy pun disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau
Pasal 11 UU Tipikor, juncto Pasal 64 KUHP, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Sementara itu, Doddy disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau
Pasal 5 ayat 1 huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor, juncto Pasal 64 KUHP,
juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1.
Nama Nurhadi mulai dikenal publik
saat menggelar pernikahan anaknya dengan megah di Hotel Mulia, Senayan.
Sebagai PNS yang juga beristrikan PNS di MA, kekayaannya terbilang cukup
banyak yaitu mencapai Rp 30 miliar lebih. Rumahnya di bilangan Hang
Lekir V, Jakarta Selatan menempati 5 nomor yaitu dari nomor 2 hingga 6.
Wartawan telah berusaha menemui Nuhadi di kantornya tetapi Nurhadi tidak
menemui atau memberikan keterangan atas kepemilikian ribuan dolar
tersebut. Pihak yang memberikan keterangan di kasus ini adalah jubir MA
hakim agung Suhadi. Wartawan juga telah mencoba meminta konfirmasi
kepada Nurhadi di rumah megahnya menunggu berjam-jam lamanya, tetapi
Nurhadi atau kerabatnya tidak ada yang menemui wartawan.
(dhn/asp)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar