TEMPO.CO, Jakarta
- Komisi Pemberantasan Korupsi sudah menetapkan Komisaris Jenderal Budi
Gunawan sebagai tersangka kasus gratifikasi dan dugaan suap sejak
pertengahan Januari 2015. Penyidik KPK menengarai, Budi diduga memiliki
rekening tak wajar semasa ia menjabat Kepala Biro Pembinaan Karir di
Mabes Polri selama periode 2006-2010. Saat itu jabatannya masih brigadir
jenderal.
Penetapan tersangka itu hanya sehari setelah Presiden
Joko Widodo menyodorkan Budi sebagai calon tunggal Kepala Polri kepada
DPR untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di depan Komisi Hukum.
Secara aklamasi, Komisi Hukum menyetujui pilihan Jokowi. Namun, hingga
kini Jokowi belum juga melantik Budi karena predikatnya sebagai
tersangka di KPK. (Baca: Lo Stefanus, Teman Komjen BG, Ternyata Raja Berlian)
Nama
Budi sebelumnya sempat mentereng manakala ia dicurigai memiliki
rekening gendut dengan nilai Rp 57 miliar pada 2010. Komisaris Jenderal
Ito Sumardi, yang saat itu Kepala Badan Reserse dan Kriminal Mabes
Polri, memimpin penyelidikan terhadap rekening Budi. Timnya menemukan
bahwa seluruh transaksi rekening itu "legal dan dapat
dipertanggungjawabkan."
Dari dokumen yang disebar saat uji
kelayakan di DPR pada pertengahan Januari 2015, Budi sudah
mengklarifikasi perihal kepemilikan rekening tak wajar itu. Menurut dia,
dana Rp 57 miliar itu milik anaknya, Muhammad Herviano Widyatama.
Kepada Bareskrim, Budi menyebutkan duit itu pinjaman dari Pacific Blue
International Limited, perusahaan investasi yang berbasis di Selandia
Baru.
Menurut Budi, pinjaman dari Pacific Blue bermula dari
keinginan Herviano yang berniat berbisnis di bidang pertambangan timah
dan perhotelan. Namun, kepada ayahnya, Herviano mengaku memiliki modal
terbatas. Budi lantas berjanji akan mengenalkan Herviano kepada dua
temannya untuk memperoleh pinjaman modal. (Baca juga: Pengakuan Kubu Budi Gunawan Soal Lo Stefanus)
Dalam
sebuah pertemuan yang tak disebutkan tanggalnya, menurut dokumen itu,
Budi mempertemukan Herviano dengan Lo Stefanus dan Robert Priantono
Bonosusatya. Selanjutnya, Robert memperkenalkan Herviano dengan David
Koh, kuasa direksi Pacific Blue, yang berjanji akan mengucurkan
pinjaman. Pada 6 Juli 2005 akhirnya Herviano yang saat itu berusia 19
tahun, meneken akad kredit Rp 57 miliar dengan Pacific Blue.
Lantas,
siapakah Lo Stefanus dan Robert Priantono, yang diakui oleh Budi
Gunawan sebagai temannya? Kepada Tim Bareskrim Mabes Polri yang
memeriksanya pada 10 Juni 2010, Stefanus mengaku sebagai teman lama Budi
dan mengenal Herviano. Namun, dokumen itu tidak menyebutkan dengan
detail sejak kapan Stefanus dan Budi berteman, termasuk bagaimana mereka
bertemu dan berkenalan.
Dari penelusuran Tempo diketahui, Stefanus juga pendiri dan Chief Executive Officer
PT Mondial Investama Indonesia, perusahaan investasi yang berbasis di
Jakarta. Stefanus pun dikenal sebagai Komisaris PT Dyandra Media
Internasional, perusahaan penyelenggara acara dan pameran. Di perusahaan
ini, PT Mondial memiliki saham 5,27 persen per 31 Desember 2014.
Kepada
Tim Bareskrim, Stefanus mengaku sebagai direktur dan salah satu
pemegang saham du PT Mitra Abadi Berkatindo, perusahaan pertambangan
timah yang berdomisili di Pangkalpinang, Bangka Belitung. Di perusahaan
inilah, menurut Stefanus, Herviano ikut menanamkan modal bersama dua
orang lainnya, yang masing-masing memiliki 20 persen saham. Sisa 40
persen sahamnya dimiliki Stefanus.
Tempo belum berhasil meminta
konfirmasi kepada Stefanus terkait kedekatannya dengan Budi dan Herviano
serta perannya yang lain dalam pengucuran kredit dari Pacific Blue.
Ketika dihubungi, telepon kantor PT Mondial di Menara UOB, Plaza
Thamrin, Jakarta, selalu bernada sibuk. Namun, kepada Bareskrim,
Stefanus mengaku mengetahui bahwa penyertaan modal Herviano di PT Mitra
Abadi berasal dari pinjaman dari Pacific Blue.
TIM TEMPO | BC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar