Jimly Minta Kelompok 45 Diam
Oleh: Agus Rahmat
Nasional - Selasa, 9 Agustus 2011 | 21:03 WIB
INILAH.COM, Jakarta - Mantan Ketua MK Jimly Asshiddiqie meminta kelompok yang menyerukan penurunan SBY di tengah jalan untuk diam. Lebih arif kalau menyimpan tenaga mereka untuk suksesi 2014.
"Kelompok yang kritis juga buang energi. Mendingan simpan di 2014," ujar Jimly seusai menghadiri acara buka puasa bersama di kediaman Ketua MPR Taufiq Kiemas, kawasan Widya Chandra, Jakarta, Selasa (9/8/2011).
Jimly beralasan, menurunkan SBY di tengah jalan adalah hal mustahil karena tidak diatur dalam konstitusi. Sehingga, menurutnya sia-sia saja jika mendesak itu. "Sistem yang sudah kita bangun tidak memungkinkan lagi bermimpi ada Presiden diturunkan di tengah jalan kecuali impeachment. Ada prosedur (impeachment, red) yang tidak mudah. Saking tidak mudahnya, di AS saja selama dua setengah abad tidak ada impeachment," jelas Jimly.
Dijelaskan Jimly, prosesnya biasanya digunakan negara-negara di dunia ada dua. Yaitu melalu hukum yang murni, dan berupa campuran yaitu hukum dan politik. Kalau di murni hukum, maka cukup MK. Tetapi jika campuran, maka MPR juga turut berada di situ. "Jangan samakan dengan Korea, Turki, Thailand. Kalau hukum di MK, seperti Korea, Thailand, tapi di Indonesia campuran," jelasnya.
Dia menghargai semua keinginan kelompok tersebut. Sebab, itu juga diyakininya karena munculnya desakan-desakan dari masyarakat.
Seperti diketahui, sebanyak 45 tokoh nasional berkumpul di Hotel Four Seasons, Jakarta Senin malam (8/9/2011). Mereka menyatakan sikap bahwa pemerintahan SBY-Boediono telah melenceng dari tujuan dan cita-cita kemerdekaan.
Di antara 45 tokoh itu adalah Amir Daulay, Ali Yafie, Hariman Siregar, Sukardi Rinakit, Soeryadi Sudirja, Adnan Buyung Nasution, Soegeng Sarjadi, Mulyana W Kusuma, dan Tyasno Sudarto.
Ke-45 tokoh tersebut sepakat saat ini sudah terjadi penyimpangan terhadap cita-cita dan semangat proklamasi kemerdekaan. Kehidupan bernegara dan berbangsa telah mengarah ke jurang kehancuran. [tjs]
"Kelompok yang kritis juga buang energi. Mendingan simpan di 2014," ujar Jimly seusai menghadiri acara buka puasa bersama di kediaman Ketua MPR Taufiq Kiemas, kawasan Widya Chandra, Jakarta, Selasa (9/8/2011).
Jimly beralasan, menurunkan SBY di tengah jalan adalah hal mustahil karena tidak diatur dalam konstitusi. Sehingga, menurutnya sia-sia saja jika mendesak itu. "Sistem yang sudah kita bangun tidak memungkinkan lagi bermimpi ada Presiden diturunkan di tengah jalan kecuali impeachment. Ada prosedur (impeachment, red) yang tidak mudah. Saking tidak mudahnya, di AS saja selama dua setengah abad tidak ada impeachment," jelas Jimly.
Dijelaskan Jimly, prosesnya biasanya digunakan negara-negara di dunia ada dua. Yaitu melalu hukum yang murni, dan berupa campuran yaitu hukum dan politik. Kalau di murni hukum, maka cukup MK. Tetapi jika campuran, maka MPR juga turut berada di situ. "Jangan samakan dengan Korea, Turki, Thailand. Kalau hukum di MK, seperti Korea, Thailand, tapi di Indonesia campuran," jelasnya.
Dia menghargai semua keinginan kelompok tersebut. Sebab, itu juga diyakininya karena munculnya desakan-desakan dari masyarakat.
Seperti diketahui, sebanyak 45 tokoh nasional berkumpul di Hotel Four Seasons, Jakarta Senin malam (8/9/2011). Mereka menyatakan sikap bahwa pemerintahan SBY-Boediono telah melenceng dari tujuan dan cita-cita kemerdekaan.
Di antara 45 tokoh itu adalah Amir Daulay, Ali Yafie, Hariman Siregar, Sukardi Rinakit, Soeryadi Sudirja, Adnan Buyung Nasution, Soegeng Sarjadi, Mulyana W Kusuma, dan Tyasno Sudarto.
Ke-45 tokoh tersebut sepakat saat ini sudah terjadi penyimpangan terhadap cita-cita dan semangat proklamasi kemerdekaan. Kehidupan bernegara dan berbangsa telah mengarah ke jurang kehancuran. [tjs]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar