Surat Terbuka Dosen IPB untuk Presiden SBY
Sabtu, 21 Januari 2012 , 10:43:00 WIB
RMOL
PRESIDEN SBY/IST
| |
SEMOGA
surat elektronik ini menjumpai Anda dalam keadaan sehat, dan tidak
sedang dirundung resah dengan keadaan negeri ini, seperti saya sedang
resah oleh karenanya.
Yth Presiden RI, pekan-pekan ini negeri ini
menyaksikan gejolak gerakan anarkhis yang tak terhitung jumlahnya di
desa-desa dan aras bawah lapisan sosial negeri ini. Sekiranya Anda dulu
saat belajar di IPB sempat mempelajari ilmu-ilmu sosiologi pedesaan,
maka Anda akan segera paham bahwa akar persoalan itu sesungguhnya bukan
kekerasan biasa. Gejolak ini berakar kuat pada krisis pedesaan di
pelosok-pelosok negeri yang bertali-temali dengan krisis penguasaan
sumber-sumber penghidupan (tanah, air, hutan, dsb). Sayangnya, waktu
terlalu cepat dan anda tidak sempat berkenalan dengan sosiologi
pedesaan.
Dengan ini, hendak dikatakan bahwa krisis yang terjadi
bukanlah krisis ekonomi biasa, tetapi krisis itu berkaitan erat dengan
suasana kebatinan sosiologis rakyat Indonesia di pedesaan yang
penghidupannya merasa terancam.
Krisis pedesaan itu sebenarnya
bertali-temali dengan krisis kependudukan dan krisis ekologi yang
menambah warna krisis pedesaan semakin kelam. Dalam suasana krisis yang
kelam tersebut, rakyat menghadapi jalan buntu kemana mereka hendak
memastikan jaminan hak-hak hidup mereka. Jalan buntu yang lebih membuat
frustrasi adalah tak ada jalan kemana mereka mengadu, karena negara
[dengan seluruh perangkatnya] menjadi terlalu asing bagi mereka. Negara
menjadi asing karena negara lebih suka mendengar bukan suara orang-orang
desa, melainkan suara lain dari pihak yang selama ini berseberangan
dengan orang-orang desa (suara pemodal yang berselingkuh dengan para
rent-seeker negeri ini).
Yth Presiden RI, bila rakyat menjadikan
anarkhisme dan radikalisme sebagai habitus/cara-hidup (terlebih dibumbui
dengan kekerasan dan perilaku kriminal) seperti yang mereka tunjukkan
hari-hari ini pada laporan media TV-TV nasional, itu tentu bukanlah
sifat orang-orang negeri ini yang sebenar-benarnya yang dikenal santun
dan penuh harmoni. Kekerasan dan anarkhi juga bukan cita-cita moral para
founding fathers kita tatkala mereka menyusun Pembukaan UUD 1945 yang masih kita junjung tinggi bersama.
Namun,
kekerasan demi kekerasan yang mereka tunjukkan adalah sekedar reaksi
atas kekerasan demi kekerasan yang menghampiri mereka setiap hari, yang
telah dilakukan oleh pihak lain yang seharusnya justru melindungi
mereka.
Kekerasan oleh rakyat menjadi absah, karena negara
mendahului melakukan kekerasan dan anarkhisme melalui
keputusan-keputusan yang menekan orang-orang desa. Eksklusi yang
menyebabkan eliminasi sumber-sumber penghidupan orang desa (betapapun
lemahnya legitimasi mereka berada di suatu kawasan) tak pernah dicarikan
solusi hukum yang memadai. Bahkan keputusan hukum semakin meminggirkan
mereka. Sesungguhnya mereka (orang-orang desa itu) hanya ingin bisa
hidup cukup, tak berlebihan.
Yth Presiden RI, kita boleh berbeda
pendapat, tetapi saya memandang bahwa negara telah lebih dahulu
melakukan kekerasan bergelombang dari waktu ke waktu yang sistemik dan
sistematis melalui Undang-Undang sektoral yang banyak melukai hati
anak-anak negeri ini [sebut saja UU investasi, UU Perkebunan, UU
Minerba, UU sumberdaya air dsb] dan keputusaan-keputusan regulatif
turunannya yang muaranya adalah pemberian legitimasi dan hak-hak khusus
kepada sektor swasta (kapitalis) yang sudah lama dikenal sebagai pihak
yang sering berseberangan dengan orang desa (petani, nelayan, dan pelaku
ekonomi kecil).
Saya menyebut kekerasan negara yang
dilegitimasi oleh UU (undang-undang) dan regulasi turunan (yang sering
dihasilkan secara konspiratif-terselubung oleh para pihak kepentingan
ekonomki-kapital) sebagai pemicu penting kekerasan oleh rakyat yang saat
ini berlangsung di negeri ini.
Yth Presiden RI, mohon Anda
memahami pandangan saya bahwa sektor swasta-kapitalis (terutama skala
raksasa dan trans-national corporation) sebagai "anak-emas" negeri ini
telah juga lebih dahulu melakukan kekerasan dengan mengakumulasi
material berlebihan dari tanah air akibat pengagungan etika-etika moral
yang sebenarnya kurang cocok bagi negeri penuh harmoni ini.
Moral
ekonomi berintikan etika yang dibangun sektor kapitalis adalah
maksimisasi profit, akumulasi modal, ekspansi usaha (tak peduli
meminggirkan ekonomi rakyat kecil yang telah ada lebih dahulu ada
ataupun menghancurkan lingkungan hidup) tanpa pandang bulu, pengagungan
terhadap individualisme dan
greediness. Keangkuhan serta
ketamakan para kapitalis dalam menguasai sumberdaya alam dan merusakkan
materi-materi yang ada di negeri ini (kehancuran hutan dan masyarakat di
dalamnya oleh ekspansi modal adalah salah satu contohnya) adalah
kekerasan yang nyata dan tidak terbantahkan.
Yth Presiden RI,
dengan demikian saya menyebut situasi krisis di Indonesia tercinta yang
terjadi hari-hari ini adalah KEKERASAN NEGARA, KEKERASAN KAPITALIS, dan
KEKERASAN RAKYAT yang bersatu padu mewarnai peradaban negeri yang
katanya dipenuhi oleh rasa kasih-sayang ini.
Hulu dari segala
kekerasan itu sebenarnya sangat sederhana, karena kekerasan-kekerasan
itu adalah cara untuk mendapatkan sejumput kesempatan bertahan hidup di
negeri ini, secara wajar. Namun kewajaran itu tak pernah tercapai, maka
KEBERTAHANAN HIDUP HARUS DIREBUT DENGAN CARA KEKERASAN nan SADISTIS yang
dilakukan baik oleh NEGARA, SWASTA maupun kini oleh RAKYAT. Sebuah
situasi yang sangat mengenaskan bila hal ini terjadi di negeri ini.
Yth
Presiden RI, marilah kita merenung, tidakkah situasi ini representasi
sebuah PELURUHAN PERADABAN yang mengkhawatirkan bagi bumi-nusantara yang
dikenal sangat beretika santun, penuh keadilan, dan tata-krama?
Ataukah, Anda melihat hal-hal ini sebagai kewajaran sehingga Anda
sekedar mengutus tim ini dan tim itu sekedar untuk "mengobati luka
permukaan"?
Yth Presiden RI, daku sangat berharap Anda melakukan
langkah konkrit mendasar dengan mengubah keadaan ini dari akar-akar
persoalannya, bukan dari gejala yang tampak di permukaan saja. Daku
sangat berharap Anda menunjukkan keberpihakan kepada orang- orang desa
dan rakyat kecil yang jumlahnya jauh lebih banyak dari segelintir
pemodal di negeri ini.
Yth Presiden RI, sebagai anak-bangsa,
daku mengajak Anda berpikir dan bertindak lebih nyata dan lebih dalam
lagi untuk menyikapi persoalan krisis bangsa ini. Sengaja kutulis surat
elektronik ini dalam kalimat yang egaliter, bukan berarti daku tak
menghormati Anda. Daku menghormati Anda sebagai presiden RI, karenanya
kutulis surat ini kepada Anda, bukan kepada yang lain, karena kutahu
hanya Presiden RI yang bisa menangani ini semua.
Surat
elektronik ini kubuat dalam suasana kebatinan sebagai sesama anak bangsa
yang memikirkan dan merasakan keresahan secara bersama-sama, dan
prihatin kemana sebenarnya negeri ini akan dibawa.
Marilah kita
berpikir lebih adil dan seimbang, mari kita ciptakan kedamaian dan
suasana kebatinan yang menyejukkan seluruh komponen anak bangsa. Semoga
Anda diberkahi kekuatan untuk bertindak lebih jauh bagi negeri ini oleh
Allah SWT. Amien.
Salam negeri tercinta
Arya Hadi DharmawanDosen Fakultas Ekologi Manusia IPB
Warga Negara RI - tinggal di Bogor Jawa Barat
Tembusan: kepada rakyat Indonesia melalui jaringan beberapa milis.
Baca juga: