Inilah 3 Modus Koruptor Kelabui KPK
INILAH.COM, Jakarta – Para tersangka koruptor atau pihak-pihak yang diduga terlibat kasus korupsi punya tiga modus menghindari penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK0. Apa itu?
Sebastian Salang dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen (Formappi) menguraikan tiga modus itu dalam diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Selatan, Sabtu (28/5/2011).
"Kaburnya koruptor ke Singapura itu bukan hal yang baru. Ini sudah berkali-kali. Modusnya juga sama. Dan ini kasusnya sudah diketahui November 2010, kok tanggal 24 (mei 2011) baru dicekal. Makanya Menkumham dan KPK perlu dipertanyakan itu," kata Sebastian mengomentari soal perginya bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Singapura.
Nazaruddin ke Singapura naik pesawat Garuda sekitar pukul 19.30 pada 23 Mei 2001. Sekitar dua jam kemudian, Dewan Kehormatan Partai democrat mengumumkan pemecatannya sebagai bendahara umum. Keesokan harinya (Selasa, 24/5/2011), KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Nazaruddin.
Nazaruddin diduga punya peran penting dalam kasus dugaan suap atas Sekretaris Menteri Negara pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram terkait dengan proyek pembangunan wisma atlet Sea Games di Palembang, Sumatra Selatan.
Sabastian mengingatkan selama ini tidak sedikit koruptor atau tersangka Indonesia yang terjerat hukum yang pada akhirnya kabur ke Singapura. Karena itu, menurut dia, KPK dan Menkumham semestinya bisa mengantisipasi kemungkinan tindakan 'nakal' tersebut lagi.
Lebih lanjut Sabastian memaparkan dua modus lain yang biasa ditempuh para tersangka koruptor di Indonesia, yakni sakit dan lupa.
"Koruptor selalu mengatakan sakit kalau mau diperiksa. Dan ketiga modusnya lupa. Jadi itu sudah jadi penyakit permanen dari koruptor Indonesia. Itu tiga hal penyakit koruptor kalau mau diproses (menghadapi) hukum," ujarnya. [nic]
Sebastian Salang dari Forum Masyarakat Pemantau Parlemen (Formappi) menguraikan tiga modus itu dalam diskusi Polemik Trijaya di Warung Daun, Cikini, Jakarta Selatan, Sabtu (28/5/2011).
"Kaburnya koruptor ke Singapura itu bukan hal yang baru. Ini sudah berkali-kali. Modusnya juga sama. Dan ini kasusnya sudah diketahui November 2010, kok tanggal 24 (mei 2011) baru dicekal. Makanya Menkumham dan KPK perlu dipertanyakan itu," kata Sebastian mengomentari soal perginya bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin ke Singapura.
Nazaruddin ke Singapura naik pesawat Garuda sekitar pukul 19.30 pada 23 Mei 2001. Sekitar dua jam kemudian, Dewan Kehormatan Partai democrat mengumumkan pemecatannya sebagai bendahara umum. Keesokan harinya (Selasa, 24/5/2011), KPK meminta Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan hak Asasi Manusia (Kemenkumham) mengeluarkan surat pencegahan ke luar negeri terhadap Nazaruddin.
Nazaruddin diduga punya peran penting dalam kasus dugaan suap atas Sekretaris Menteri Negara pemuda dan Olahraga (Sesmenpora) Wafid Muharram terkait dengan proyek pembangunan wisma atlet Sea Games di Palembang, Sumatra Selatan.
Sabastian mengingatkan selama ini tidak sedikit koruptor atau tersangka Indonesia yang terjerat hukum yang pada akhirnya kabur ke Singapura. Karena itu, menurut dia, KPK dan Menkumham semestinya bisa mengantisipasi kemungkinan tindakan 'nakal' tersebut lagi.
Lebih lanjut Sabastian memaparkan dua modus lain yang biasa ditempuh para tersangka koruptor di Indonesia, yakni sakit dan lupa.
"Koruptor selalu mengatakan sakit kalau mau diperiksa. Dan ketiga modusnya lupa. Jadi itu sudah jadi penyakit permanen dari koruptor Indonesia. Itu tiga hal penyakit koruptor kalau mau diproses (menghadapi) hukum," ujarnya. [nic]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar