Rabu, 25 Mei 2011

Pertamina Dinilai Keruk Keuntungan Terlalu Besar Masak Harga Pertamax Lebih Mahal Dari BBM Di SPBU Shell & Total

RMOL.Melonjaknya harga pertamax yang menembus Rp 9.250 per liter dinilai banyak pihak tidak wajar. Sebab itu, Pertamina diminta transparan.
Pengamat perminyakan Kur­­­tubi menilai, dalam mene­tap­kan harga pertamax harus­nya Per­tamina memperhatikan kepen­ti­ngan nasional. Misal­nya, bagai­mana pelanggan per­tamax tidak pindah ke premium. Tapi ke­nya­taaannya, Pertami­na selalu me­ne­tapkan harga per­ta­max yang lebih mahal dari­pada Sta­siun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) asing.
“Ini akibatnya jika Pertamina terlalu banyak ambil untung. Kenapa SPBU asing justru bisa menjual lebih murah dan mereka masih untung. Sebaiknya harga pertamax mengacu kepada biaya pokok margin,” ungkap Kurtubi.
Menurutnya, Pertamina harus menjelaskan secara trans­paran berapa biaya pokok dari harga pertamax dunia. Sebab, kalau pertamax bisa dijual sesuai har­ga pokok saja, Pertamina tidak akan rugi dan tidak juga untung. Tapi kalau jual di atas harga pokok Rp 100, berarti Perta­mi­na untung seratus perak. Begitu seterusnya.
“Ini yang harus ditanya ke Per­tamina berapa biaya harga po­kok pertamax, atau dengan harga jual pertamax yang sekarang keuntu­ngannya berapa per liter? Itu yang dimaksud dengan trans­paran,” ucap Kurtubi.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (IRESS) Mar­wan Batubara menguraikan, ada tiga strategi bisnis yang se­mes­ti­nya ditempuh Pertamina. Per­ta­ma, waktu kenaikan harga per­ta­max mestinya tidak terlalu jauh de­ngan harga kenaikan dunia.
Kedua, karena Pertamina me­nguasai pasar mestinya harga pro­duknya bisa lebih rendah di­banding asing. Ketiga, Per­ta­mina lebih independen, tidak ada yang intervensi untuk membuat har­ga pertamax tetap tinggi sehingga bi­sa menggiring orang untuk mem­beli produk asing. Semes­tinya tidak ada upaya ke arah situ.
Marwan curiga, ini sengaja dibuat supaya orang beli produk asing. Anehnya, pertamax yang lebih banyak market share-nya dibanding SPBU asing justru har­ganya tidak bisa dikendalikan.
“Kalau Pertamina bisa me­nguasai mestinya harga perta­max bisa lebih rendah. Kena­pa justru harga SPBU asing bisa lebih rendah? Saya kira masalah trans­paransi lebih penting,” papar Marwan.
Marwan berharap, Pertamina bisa lebih independen mene­tap­kan harga. Jangan ada yang bisa mempengaruhi, lalu harga men­jadi lebih tinggi supaya SPBU asing tetap laku. Dia yakin, de­ngan kemampuan Per­tamina menguasai pasar, per­seroan itu bisa tetap untung lebih banyak.
“Kalau kita bicara volume le­bih tinggi, mestinya mereka juga bisa menurunkan harga lebih rendah dibanding yang lain. Pertamina harus mau dan harus bisa melakukan itu rakyat,” pungkasnya.
Vice President Corporate Co­m­munication Pertamina M Harun yang dikonfirmasi mene­gaskan, pertamax tidak bisa di­bandingkan dengan kompetitor. Sebab, tidak hanya oktannya yang dijual, tetapi di­in­jek­sikan aditif untuk menyem­­pur­nakan pemba­karan dan mem­bersihkan kerak yang ada di engine.
“Ada harga ada kualitas. Di­sam­ping itu, volume kita per­pu­tarannya cukup tinggi sehingga kita menyesuaikan dengan me­kanisme pasar secara periodik. Kompetitor kan volume pen­jualannya kecil dan ini jadi stra­tegi mereka, karena ketika me­reka membeli produk itu masih menggunakan harga yang lama dan stok mereka cukup ba­nyak,” terang Harun.
Sebelumnya Harun juga me­ngatakan, harga pertamax meru­pakan harga pasar yang fair. Se­bab itu, per­tamax tidak men­da­patkan subsidi dari pemerintah.
“Harga pertamax ini sama de­ngan harga di pasar dunia. Inilah harga minyak yang sebe­narnya. Harga yang wajar,” tegasnya.
Menurut Harun, penurunan harga minyak mentah dunia itu tak banyak berpengaruh pada harga pertamax. Sebab, untuk meng­olah minyak mentah men­jadi pertamax dan bahan bakar jenis lainnya, memerlukan bia­ya pro­duksi tersendiri. Biaya itu dihitung rata-rata per dua ming­gu sekali.
Seperti diberitakan, Kemen­terian BUMN akan menyelidiki ke­napa harga BBM non subsidi (pertamax cs) Pertamina lebih mahal ketimbang bensin yang dijual SPBU-SPBU asing.
Menteri BUMN Mustafa Abu­bakar mengatakan, Pertamina seharusnya berani menangkap peluang bisnis lewat persaingan harga. “Tentu saja akan kita te­lusuri dan lihat supaya Perta­mina jeli menangkap peluang persai­ngan pasar,” ujar Mustafa, belum lama ini.
Hal ini termasuk mempertim­bangkan penerapan harga di tempat lain seperti Shell dan Total. Namun, pihaknya me­mang belum meneliti lebih jauh me­ngapa harga Pertamax di­patok lebih tinggi dibanding­kan dengan pesaingnya.
Untuk diketahui, Pertamina kembali menaikkan harga bahan bakar minyak non subsidi jenis pertamax terhitung 15 Mei 2011. Harga jual BBM non subsidi itu di Jakarta dan sekitarnya yakni, pertamax: Rp 9.250/liter, per­tamax plus: Rp 9.550/liter, Per­tamina DEX: Rp 10.000/liter.
Sedangkan SPBU Petronas masih menerapkan harga lebih rendah yakni, primax 92: Rp 9.050/liter, primax 95: Rp 9.300/liter dan Diesel: Rp 9.600/liter. Untuk SPBU Total, yakni per­formance 92: Rp 9.050/liter, performance 95: Rp 9.500/liter dan performance diesel: Rp 9.600/liter. [RM]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar