Nurvita Indarini - detikNews
"Menurut saya ini terkait dengan isu pengawasan. Yang bersangkutan ini merupakan hakim karir lama, angkatan tua. Jangan-jangan ini ada keliru dalam rekrutmen dulu. Ini menjadi hal-hal yang dibenahi, khususnya oleh MA," ujar peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) UGM, Hifdzil Alim, dalam perbincangan dengan detikcom, Jumat (3/6/2011).
Pengawasan, imbuh Hifdzil, tidak hanya dilakukan saat hakim sudah menjalankan tugasnya, namun juga kala rekrutmen dilakukan. Untuk itu, perlu juga peran dari Komisi Yudisial untuk mengawasi.
"Pengawasan pada hakim seolah menurun, baik internal maupun eksternal. Saya sungguh mengapresiasi KPK yang telah menangkap tangan. Dan saya berharap pengawasan KPK dimaksimalkan," sambungnya.
Hifdzil mengingatkan, tidak semua hakim berlaku sama dengan Syarifuddin. Menurutnya, Syarifuddin hanyalah oknum. Kendati tidak semua hakim berperilaku demikian, namun hal ini juga tidak boleh dibiarkan berlarut-larut.
"Ini menjadi catatan bagi MA untuk memperbaiki kinerja. Kalau dibiarkan akan menimbulkan ketidakpercayaan. Kalau tidak percaya lagi pada institusi hukum kita, maka rakyat akan main hakim sendiri," tambahnya.
Jika masyarakat sudah semakin sering main hakim sendiri, maka berita terkait anarkis akan semakin sering didengar. Hal ini tentunya akan merugikan negara.
"Pengawasan pada hakim, kewajiban pertama ada di MA. Lalu juga menjadi tanggung jawab KY dan juga masyarakat untuk mengawasi," ucap Hifdzil.
KPK telah resmi menetapkan Syarifuddin dan kurator berinisial PW sebagai tersangka dugaan suap dalam proses kepailitan perusahaan garmen, PT Skycamping Indonesia (SCI). Keduanya dijerat pasal berlapis UU Tipikor.
Menurut Juru Bicara KPK Johan Budi, selain menyita uang Rp 250 juta dan mata uang asing, KPK juga menyita ponsel dari tangan Syarifuddin. "Penyidik menemukan 2 barang bukti baru 2 buah ponsel yang didapat di tas S," jelasnya, saat jumpa pers di Gedung KPK, Jl Rasuna Said, Jaksel, Kamis (2/6).
KPK menjerat Syarifuddin dengan pasal 12 a atau b atau c pasal 6 ayat 2 atau pasal 5 ayat 2 dan atau pasal 11 UU No 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001. Sementara PW dijerat pasal 6 ayat 1 a dan atau pasal 5 ayat 1 huruf a atau b dan pasal 13 UU No 31/1999 sebagaimana diubah menjadi UU No 20/2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar