Jumat, 10 Juni 2011

Menteri Endang Bersyukur Kantornya Dicap Disclaimer
Laporan Keuangan Kemenkes & Kemendiknas Terburuk
Selasa, 07 Juni 2011 , 00:57:00 WIB

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN (BPK)
  
RMOL.Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) 2010 semester II tahun 2010 tidak banyak mengalami perubahan berarti.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya me­nye­but audit keuangan peme­rin­tah pusat tahun 2010 ber­pre­dikat Wajar Dengan Pengecualian alias WDP. Opini tersebut sama de­ng­an opini yang diberikan BPK pada 2009.
Laporan hasil pemeriksaan atas LKPP 2010 tersebut dilakukan ter­hadap 84 Kementerian/Lem­baga (K/L). 53 K/L men­dapatkan predikat Wajar Tanpa Pe­nge­cualian (WTP), 29 K/L Wajar De­ngan Pengecualian (WDP), 2 K/L Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer. Kedua lembaga itu ada­lah Kementerian Pen­didikan Na­sional dan Ke­men­terian Ke­se­hatan.
“Jumlah K/L yang mendapat opi­ni WTP meningkat, dari 35 pa­da 2008, menjadi 45 pada 2009, dan 2010 menjadi 53. Opini ter­sebut diberikan BPK terhadap ke­wajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi peme­rintah,” kata Ketua BPK, Hadi Poernomo, ketikamenyerahkan la­poran LHP LKPP tahun 2010 ke­pada pimpinan DPR di Gedung DPR (31/5).
LHP tersebut terdiri atas pe­me­riksaan terhadap laporan ke­uang­an, sistem pengendalian intern, ke­patuhan terhadap peraturan pe­rundang-undangan, laporan pe­man­tauan tindak lanjut, dan la­poran tambahan berupa laporan tranparansi fiskal.
“Sama dengan opini yang di­berikan BPK tahun lalu. Ini me­ru­pakan hasil kerja keras peme­rin­tah untuk menjaga kualitas akun­tabilitas keuangan negara. BPK memberikan penghargaan ke­­pada pemerintah yang me­ngi­kuti rekomendasi dari BPK,” te­rangnya.
Diungkapkannya, BPK me­nge­luarkan opini WDP dengan em­pat permasalahan. Pertama, per­masalahan penagihan, pe­nga­kuan dan pencatatan penerimaan per­pajakan. Seperti, Pengakuan Pajak Pertambahan Nilai Di­tanggung Pemerintah (PPN DTP) se­besar Rp 11,28 triliun tidak se­suai dengan Undang-undang.
 Kedua, pencatatan uang muka Ben­dahara Umum Negara (BUN) yang dinilai tidak memadai. Yaitu, saldo uang muka dari re­ke­­ning BUN sebesar Rp 1,88 tri­liun tidak didukung dengan rin­cian yang jelas.
Ketiga, adanya permasalahan da­lam pengendalian atas pen­catatan piutang pajak. Seperti ada per­bedaan penambahan pajak piu­tang menurut data aplikasi pi­utang dengan dokumen sum­ber­nya, yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan su­rat tagihan pajak sebesar Rp 2,51 triliun.
Keempat, terdapat per­ma­sa­lahan dalam pelaksanaan inven­tarisasi dan penilaian (IP) pada aset tetap pemerintah. Aset tetap senilai Rp 5,34 triliun pada tujuh K/L belum dilakukan IP,dan belum dibukukannya hasil IP pada empat K/L yang bernilai Rp 56,42 triliun, dan pemerintah belum dapat mengukur manfaat aset tetap yang berada pada setiap K/L, sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tersebut.
Bekas Dirjen Pajak ini men­je­laskan, BPK juga menemukan per­masalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal K/L, seperti penerimaan hibah lang­sung oleh K/L masih dikelola di­luar mekanisme APBN, pelak­sa­naan monitoring dan penagihan  atas kewajiban PPh Migas tidak op­timal, aset tetap yang belum se­luruhnya belum dilaporkan K/L, serta anggaran belanja minimal se­besar Rp 4,70 triliun digunakan untuk kegiatan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kemudian ketidakpatuhan ter­hadap ketentuan peraturan pe­run­dang-undangan, Pe­ne­ri­maan Negara Bukan Pajak (PNBP) di 41 K/L sebesar Rp 368,9 miliar belum atau terlambat disetor ke kas negara, dan sebesar Rp 213,7 miliar digunakan lang­sung di luar mekanisme APBN.
“Penagihan PBB Migas se­besar Rp 19,30 triliun tidak sesuai UU PBB dan penetapannya tidak meng­gunakan data yang valid. Dan realisasi belanja barang di 44 K/L sebesar Rp 110,48 miliar dan 63.45 ribu dolar AS tidak di­laksanakan kegiatannya, dibayar ganda, dan tidak didukung de­ngan bukti pertanggung­jawaban­nya,” ujarnya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, sudah berupaya sebaik-baiknya untuk mengubah opini  Tidak Memberikan Pen­dapat (TMP) alias disclaimer dari BPK, tapi hasilnya masih sama.
“Kami sudah berupaya untuk memperbaiki status disclaimer di 2009, tetapi ternyata belum cukup baik di 2010. Ternyata banyak kasus yang sama di 2009 dan 2010,” katanya, kemarin.
Diakuinya, sebagian besar per­masalahan yang meng­akibatkan Kemenkes mendapatkan disclai­mer bersumber dari  Rumah Sakit yang berada di bawah nauangan Ke­menkes.
“Dua per tiga dari per­­­tang­gungjawaban yang di­anggap ber­masalah tersebut ada di RS ver­tikal yang berbentuk ba­dan la­yanan umum (BLU),” te­rangnya.
Endang mengharapkan, de­ngan status disclaimer  justru da­pat memacu kinerja lembaganya un­tuk bisa memperbaiki per­tang­gungjawaban administrasi, per­baikan sistem, dan mem­perketat pengawasan keuangan. “Kami berterima kasih dengan penilaian ini, karena memacu kami untuk le­bih baik lagi,” harapnya.
Hari Ini Difinalisasi
Eva Kusuma Sundari, Anggota BAKN DPR
Badan Akuntabilitas Ke­uang­­an Negara (BAKN) ber­ha­rap opini disclaimer yang dibe­rikan BPK kepada Kementerian Ke­­sehatan, dan Kementerian Pen­­didikan Nasional dijadikan cam­buk evaluasi bagi kedua ke­men­terian tersebut.
“Penilaian ini jangan di­ang­gap buruk. Bagaimana pun BPK telah melakukan penilaian yang berdasar pada penelitian. Jadi Kemenkes dan Ke­men­dik­nas mesti memperbaiki laporan ke­uangannya,” kata anggota BAKN DPR, Eva Kusuma Sun­dari, kemarin.
Anggota Fraksi PDIP Per­juangan ini mengaku tidak he­ran dengan masih adanya la­poran keuangan kementerian yang disclaimer, karena mana­je­men keuangan pemerintah, ter­utama dalam hal pencatatan aset negara dinilai masih kacau. Se­lain itu penggunaan anggaran kementerian, di luar anggaran rutin juga dinilai kurang efektif dan efisien.
Anggota DPR dari daerah pe­mi­lihan Jawa Timur ini me­nam­bahkan, rencananya sore ini BAKN akan melakukan pem­bahasan tahap akhir, terhadap ha­sil audit BPK pada semester II 2010. setelah pembahasan ter­sebut, BAKN akan membuat resume hasil pemeriksaan BPK yang harus ditindaklanjuti semua Komisi.
“Jam 3 hari ini kita akan me­la­kukan finalisasi, lalu mem­buat resume yang harus di­tin­dak­lanjuti semua Komisi. Saya harap setiap Komisi bisa se­ce­patnya menindaklanjuti hasil la­poran kita tersebut,” pung­kasnya.

Baca juga:

NGOBROL
BPK Kirim 105 Kasus Ke Penegak Hukum
AUDIT FORENSIK BPK
ANGGOTA BPK
Buah Kerja Sama Dengan Pemda BPKP Disenggol Urusan Duit 6,7 M

Tidak ada komentar:

Posting Komentar