Laporan Keuangan Kemenkes & Kemendiknas Terburuk
Selasa, 07 Juni 2011 , 00:57:00 WIB
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporannya menyebut audit keuangan pemerintah pusat tahun 2010 berpredikat Wajar Dengan Pengecualian alias WDP. Opini tersebut sama dengan opini yang diberikan BPK pada 2009.
Laporan hasil pemeriksaan atas LKPP 2010 tersebut dilakukan terhadap 84 Kementerian/Lembaga (K/L). 53 K/L mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), 29 K/L Wajar Dengan Pengecualian (WDP), 2 K/L Tidak Memberikan Pendapat (TMP) atau disclaimer. Kedua lembaga itu adalah Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Kesehatan.
“Jumlah K/L yang mendapat opini WTP meningkat, dari 35 pada 2008, menjadi 45 pada 2009, dan 2010 menjadi 53. Opini tersebut diberikan BPK terhadap kewajaran laporan keuangan sesuai dengan standar akuntansi pemerintah,” kata Ketua BPK, Hadi Poernomo, ketikamenyerahkan laporan LHP LKPP tahun 2010 kepada pimpinan DPR di Gedung DPR (31/5).
LHP tersebut terdiri atas pemeriksaan terhadap laporan keuangan, sistem pengendalian intern, kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, laporan pemantauan tindak lanjut, dan laporan tambahan berupa laporan tranparansi fiskal.
“Sama dengan opini yang diberikan BPK tahun lalu. Ini merupakan hasil kerja keras pemerintah untuk menjaga kualitas akuntabilitas keuangan negara. BPK memberikan penghargaan kepada pemerintah yang mengikuti rekomendasi dari BPK,” terangnya.
Diungkapkannya, BPK mengeluarkan opini WDP dengan empat permasalahan. Pertama, permasalahan penagihan, pengakuan dan pencatatan penerimaan perpajakan. Seperti, Pengakuan Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sebesar Rp 11,28 triliun tidak sesuai dengan Undang-undang.
Kedua, pencatatan uang muka Bendahara Umum Negara (BUN) yang dinilai tidak memadai. Yaitu, saldo uang muka dari rekening BUN sebesar Rp 1,88 triliun tidak didukung dengan rincian yang jelas.
Ketiga, adanya permasalahan dalam pengendalian atas pencatatan piutang pajak. Seperti ada perbedaan penambahan pajak piutang menurut data aplikasi piutang dengan dokumen sumbernya, yaitu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan surat tagihan pajak sebesar Rp 2,51 triliun.
Keempat, terdapat permasalahan dalam pelaksanaan inventarisasi dan penilaian (IP) pada aset tetap pemerintah. Aset tetap senilai Rp 5,34 triliun pada tujuh K/L belum dilakukan IP,dan belum dibukukannya hasil IP pada empat K/L yang bernilai Rp 56,42 triliun, dan pemerintah belum dapat mengukur manfaat aset tetap yang berada pada setiap K/L, sehingga pemerintah belum dapat melakukan penyusutan aset tersebut.
Bekas Dirjen Pajak ini menjelaskan, BPK juga menemukan permasalahan terkait kelemahan sistem pengendalian internal K/L, seperti penerimaan hibah langsung oleh K/L masih dikelola diluar mekanisme APBN, pelaksanaan monitoring dan penagihan atas kewajiban PPh Migas tidak optimal, aset tetap yang belum seluruhnya belum dilaporkan K/L, serta anggaran belanja minimal sebesar Rp 4,70 triliun digunakan untuk kegiatan tidak sesuai dengan peruntukannya.
Kemudian ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di 41 K/L sebesar Rp 368,9 miliar belum atau terlambat disetor ke kas negara, dan sebesar Rp 213,7 miliar digunakan langsung di luar mekanisme APBN.
“Penagihan PBB Migas sebesar Rp 19,30 triliun tidak sesuai UU PBB dan penetapannya tidak menggunakan data yang valid. Dan realisasi belanja barang di 44 K/L sebesar Rp 110,48 miliar dan 63.45 ribu dolar AS tidak dilaksanakan kegiatannya, dibayar ganda, dan tidak didukung dengan bukti pertanggungjawabannya,” ujarnya.
Terpisah, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan, sudah berupaya sebaik-baiknya untuk mengubah opini Tidak Memberikan Pendapat (TMP) alias disclaimer dari BPK, tapi hasilnya masih sama.
“Kami sudah berupaya untuk memperbaiki status disclaimer di 2009, tetapi ternyata belum cukup baik di 2010. Ternyata banyak kasus yang sama di 2009 dan 2010,” katanya, kemarin.
Diakuinya, sebagian besar permasalahan yang mengakibatkan Kemenkes mendapatkan disclaimer bersumber dari Rumah Sakit yang berada di bawah nauangan Kemenkes.
“Dua per tiga dari pertanggungjawaban yang dianggap bermasalah tersebut ada di RS vertikal yang berbentuk badan layanan umum (BLU),” terangnya.
Endang mengharapkan, dengan status disclaimer justru dapat memacu kinerja lembaganya untuk bisa memperbaiki pertanggungjawaban administrasi, perbaikan sistem, dan memperketat pengawasan keuangan. “Kami berterima kasih dengan penilaian ini, karena memacu kami untuk lebih baik lagi,” harapnya.
Hari Ini Difinalisasi
Eva Kusuma Sundari, Anggota BAKN DPR
Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) berharap opini disclaimer yang diberikan BPK kepada Kementerian Kesehatan, dan Kementerian Pendidikan Nasional dijadikan cambuk evaluasi bagi kedua kementerian tersebut.“Penilaian ini jangan dianggap buruk. Bagaimana pun BPK telah melakukan penilaian yang berdasar pada penelitian. Jadi Kemenkes dan Kemendiknas mesti memperbaiki laporan keuangannya,” kata anggota BAKN DPR, Eva Kusuma Sundari, kemarin.
Anggota Fraksi PDIP Perjuangan ini mengaku tidak heran dengan masih adanya laporan keuangan kementerian yang disclaimer, karena manajemen keuangan pemerintah, terutama dalam hal pencatatan aset negara dinilai masih kacau. Selain itu penggunaan anggaran kementerian, di luar anggaran rutin juga dinilai kurang efektif dan efisien.
Anggota DPR dari daerah pemilihan Jawa Timur ini menambahkan, rencananya sore ini BAKN akan melakukan pembahasan tahap akhir, terhadap hasil audit BPK pada semester II 2010. setelah pembahasan tersebut, BAKN akan membuat resume hasil pemeriksaan BPK yang harus ditindaklanjuti semua Komisi.
“Jam 3 hari ini kita akan melakukan finalisasi, lalu membuat resume yang harus ditindaklanjuti semua Komisi. Saya harap setiap Komisi bisa secepatnya menindaklanjuti hasil laporan kita tersebut,” pungkasnya.
Baca juga:
NGOBROL |
BPK Kirim 105 Kasus Ke Penegak Hukum |
AUDIT FORENSIK BPK |
ANGGOTA BPK |
Buah Kerja Sama Dengan Pemda BPKP Disenggol Urusan Duit 6,7 M |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar