Jakarta (ANTARA News) - Warga negara Korea Selatan, Yoo Ginam, melalui kuasa hukumnya Jawalmen Girsang mengirimkan surat ke Komisi Yudisial (KY) untuk memohon perlindungan hukum terkait perkara pemalsuan surat oleh mantan direktur keuangan PT Agro Enerpia Indonesia, Kim Ho Yeon.

"Kami mengirimkan surat ke KY karena surat ke Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak diindahkan," kata Jawalmen Girsang, di sela sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa.

Menurut Girsang, surat ke KY yang telah dikirimkan pada 7 Juli 2011 ini isinya terkait adanya kejanggalan jadwal sidang, adanya intimidasi terdakwa kepada pelapor pada saat di ruang tunggu pengadilan serta dugaan adanya keterlibatan mafia hukum dalam kasus ini.

Kuasa hukum ini mempertanyakan kejanggalan jadwal sidang yang dipimpin oleh ketua majelis hakim Ennid SH yang membatalkan pembacaan vonis pada 6 Juli 2011 karena terdakwa mengajukan pledoi.

"Saat pembacaan tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada 4 Juli 2011 telah disepakati terdakwa tidak mengajukan pledoi, sehingga langsung pembacaan putusan pada 6 Juli 2011. Namun terdakwa mengajukan pledoi sehingga pembacaan vonis dibatalkan dan dilanjutkan pledoi terdakwa," kata Girsang.

Dia mengatakan bahwa hukum acara seperti ini dirinya tidak pernah menemukan. "Kalau melangkahi sudah disepakati tidak mengajukan pledoi dan vonis itu ada, tetapi sebelumnya tidak mengajukan pledoi dan disepakati vonis terus tiba-tiba minta pledoi terus dikabulkan saya belum pernah menemuinya," kata Girsang.

Pihak pelapor ini juga mempertanyakan penangguhan penahanan terdakwa, yang telah menyebabkan adanya intimidasi fisik ke pelapor di lingkungan pengadilan.

Selain itu, Girsang juga mengungkapkan keberadaan Iskak Wibisono yang selalu mendampingi terdakwa, sejak penyidikan di hingga persidangan.

"Iskak ini pertama mengaku sebagai penerjemah, namun kenyataan di sidang yang menjadi penerjemah adalah Rizky. Ini merupakan pertanyaan, siapa Iskak ini," kata Girsang.

Selain mengirimkan surat ke KY, Kuasa Hukum Yoo Ginam ini juga mengirimkan surat ke Jaksa Muda Pengawasan karena tidak diindahkannya suratnya ke Ketua Pengadilan Tinggi Jakarta.

Menurut Girsang, pihaknya kecewa kepada JPU Tamalia Rosa yang hanya menuntut dua bulan penjara, karena pelanggaran pasal 263, pasal 266 KUHP tersebut ancaman hukuman maksimal enam tahun penjara.

"Kami sangat terkejut dan menduga kuat telah terjadi permainan," katanya.

Kasus ini bermula dari pemberhentian Direktur Keuangan PT Argo Enerpia Indonesia Kim Ho Yeon pada 24 Desember 2008 melalui Rapat Umum Pemegang saham (RUPS).

Menurut Girsang, pemberhentian terdakwa ini sesuai dengan hukum yang berlaku karena RUPS tersebut telah diaktakan dan sudah disahkan oleh Menteri Hukum dan HAM melalui Dirjen AHU.

Namun, lanjutnya, terdakwa pada 14 Mei 2009 telah melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu dan mempergunakan surat palsu sebagaimana diatur dalam pasal 263 dan 266 KUHP yaitu akta autentik yang dikeluarkan oleh kantor Imigrasi Jakarta.

"Terdakwa ini mengaku masih menjabat sebagai direktur keuangan PT Agro Enerpia Indonesia," kata Girsang kepada wartawan.

Atas perbuatannya ini, Direktur Utama PT Argo Enerpia Indonesia, Yoo Ginam, melaporkan ke Polda Metro Jaya atas perbuatan mantan direktur keuangannya ini.

Pledoi

Kuasa hukum Kim Ho Yeon, Donald Pardosi menyatakan bahwa pihaknya menolak semua tuntutan yang dibacakan oleh JPU dan mohaon majelis hakim membebaskan terdakwa.

Dalam sidang ini kuasa hukum terdakwa hanya membagikan pledoinya kepada majelis hakim dan JPU. Ketua Majelis Hakim Enind menyatakan bahwa sidang dilanjutkan pada 18 Juli 2011 dengan agenda jawaban dari JPU.